Ilustrasi paceklik/NU Online
Ilustrasi paceklik/NU Online
KOMENTAR

PEREMPUAN cantik itu kembali membuka tahun baru dengan deraian air mata. Hampir tiap tahun ia membuka lembaran baru dengan menangis. Apalagi selama pandemi kemarin, dirinya harus menguras tabungan demi menyambung hidup keluarga. Profesinya tidak berdaya menghadapi badai COVID-19 yang meluluhlantakkan perekonomian siapa saja.

Sempat terpikir harapan ekonomi akan membaik tatkala pandemi usai, tapi kenyataannya tidak demikian. Ekonomi tak bangkit, bahkan di beberapa sektor semakin melemah. Persaingan dengan artis pendatang baru yang jauh lebih segar, tak terelakkan.

Kian mengenaskan, pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Besar pasak dari pada tiang, karena sudah menjadi gaya hidup. Memang ada tabungan yang bisa digunakan, tapi terus menipis. Masa depan terasa kian gelap.

Ada kisah dari Nabi Yusuf. Suatu ketika, beliau menafsirkan mimpi raja Mesir dengan cermat. Akan ada masa kemakmuran selama tujuh tahun, kemudian disambung masa paceklik selama tujuh tahun pula.

Mendengar tafsiran itu, raja melantik Nabi Yusuf sebagai bendahara kerajaan dengan wewenang khusus. Selama tujuh tahun masa kemakmuran, Nabi Yusuf giat sekali melakukan aksi menabung secara nasional. Hasil panen yang melimpah ruah disimpan rapi di Gudang-gudang. Banyak orang terheran-heran dengan caranya.

Kemudian, datanglah musim kemarau yang mengerikan. Tanah retak-retak, suhu panas membara, pertanian hancur, dan peternakan binasa. Biasanya, kematian massal akan terjadi akibat paceklik. Masyarakat cemas dengan bencana kelaparan yang sudah di pelupuk mata.

Saat itulah, Nabi Yusuf memerintahkan pembagian bahan makanan secara adil kepada seluruh rakyat. Tidak ada yang kelaparan di musim paceklik panjang. Seluruh rakyat Mesir bersuka cita dapat hidup makmur di era krisis. Nabi Yusuf pun dielu-elukan karena visinya yang berguna demi keselamatan masa depan.

Dalam surat Yusuf ayat 46-48, yang artinya:

(Dia berkata,) “Wahai Yusuf, orang yang sangat dipercaya, jelaskanlah kepada kami (takwil mimpiku) tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi) kurus dan tujuh tangkai (gandum) hijau yang (meliputi tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku Kembali kepada orang-orang itu supaya mereka mengetahuinya.”

“(Yusuf) berkata, “Bercocoktanamlah kamu tujuh tahun berturut-turut! Kemudian apa yang kamu tuai, biarkanlah di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan.”

“Kemudian, sesudah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit (paceklik) yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.”

Muh. Izza dalam buku Ekonomi Mikro Pendekatan Ideologis Islam (2021: 45) menerangkan, ayat ini mengajarkan kepada kita untuk tidak mengonsumsi semua kekayaan yang kita miliki pada saat telah mendapatkannya, tetapi hendaknya sebagian kekayaaan dikelola atau ditangguhkan pemanfaatannya untuk keperluan yang lebih penting menghadapi masa depan.

Ayat ini mengajarkan untuk me-manage dan mengembangkan kekayaan demi untuk mempersiapkan kehidupan masa depan. Masa depan itu bisa berarti 1, 2, 5,10 atau 15 tahun ke depan, bahkan lebih, termasuk juga masa pensiun atau hari tua.

Meminimalisir risiko dalam mengadapi kehidupan ini diajarkan dalam Islam seperti hati-hati, atau memitigasi akan adanya krisis ekonomi yang berakhir pada bahayanya kehidupan.

Refleksi Pandemi

Inilah saatnya kita merenungkan betapa berharganya memiliki tabungan yang dapat diandalkan saat masa krisis. Coba cermati selama masa-masa pandemi, mereka yang punya tabungan, baik uang maupun asset, mampu bertahan di tengah badai.

Bagaimana yang tidak punya tabungan? Mereka berusaha mencari bantuan kepada sanak saudara, namun sulit sekali karena kondisi keuangan yang lain pun dalam keadaan membutuhkan pertolongan.

Jadi, bersyukurlah bagi yang masih sempat menabung dan dapat menikmati era hidup dari makan tabungan. Tapi perlu diingat, sebanyak apapun tabungan jika tidak dikelola dengan hati-hati bisa ludes secepat kilat.

Inilah saatnya meneruskan perjuangan, memang tidak mudah, tetapi tidak ada lagi pilihan selain berjuang. Sekiranya hasil yang didapat masih sedikit, maka bersyukurlah karena yang sedikit itu dapat memperpanjang napas.

Kita memang tidak memiliki sosok Nabi Yusuf yang punya visi jauh ke masa depan. Namun warisan berharga dari Nabi Yusuf baiknya diamalkan, bahwa memang perlu persiapan untuk masa-masa mendatang, sehingga sekiranya terjadi krisis dalam bentuk apapun, maka kita masih mampu bertahan dalam kepercayaan diri.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur