Ilustrasi menghabiskan masa tua/GoodStat
Ilustrasi menghabiskan masa tua/GoodStat
KOMENTAR

PASANGAN suami istri itu tercenung, perasaannya campur aduk antara bahagia dan bingung, sebab di usia yang merambat senja sang istri kembali hamil. Kebahagiaan jelas terpancar di wajah keduanya, namun mereka mulai berhitung usia. Jika Allah memberikan umur panjang, maka di usia 60 hingga 70 tahun mereka masih harus bekerja keras membiayai si bungsu.

Apakah tubuh keduanya mampu bekerja keras di usia demikian?

Di tempat lain, ada sepasang suami istri berpakaian rapi menanti bus. Keduanya sudah tua, tapi memilih untuk tetap sibuk bekerja. Kakek nenek itu menjadi dosen di berbagai kampus. Alasannya, selain membuat tubuh bugar juga untuk menjaga diri dari kesepian, otak pun tetap bekerja dan pada akhirnya terhindar dari kepikunan.

Siapapun tahu, masa tua pastilah tiba dan dibutuhkan persiapan matang untuk menyongsong waktu istirahat itu. Tabungan pension sudah dipersiapkan, agar masa tua tidak lagi menadi beban bagi anak-anak mereka.

Hanya saja, uang yang berlimpah tidak menjamin masa tua bahagia sebab seringkali kesepian menghantui. Rumah yang dulu hangat dengan canda tawa, berubah sepi.

Benarkah di masa tua seseorang benar-benar pensiun dalam arti tidak melakukan apapun, hanya berleha-leha membuang umur sambil menunggu ajal menjelang?

Akan sangat beragam tanggapan orang berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Dan akan menarik jadinya apabila kita melirik bagaimana masa tua Nabi Muhammad. Rasulullah baru diangkat menjadi nabi pada usia 40 tahun dan selama 13 tahun berikutnya beliau berdakwah dengan susah payah, mengahadapi siksaan, hinaan bahkan juga pemboikotan selama di Mekah, hingga kemudian beliau berhijrah ke Madinah.

Lalu setelah itu, apakah semuanya menjadi beres? Apa Nabi bisa istirahat, santai-santai saja?

Diperkirakan, sejak berusia 53 hingga wafat di usia 63, Nabi Muhammad juga menjabat sebagai kepala negara, bahkan ikut terjun di berbagai peperangan.

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy pada Tafsir An-Nur Jilid 2 (2011: 258) menjelaskan, diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Jabir, bahwa jumlah peperangan yang dilakukan Nabi adalah 21 kali dan yang diikuti secara langsung sebanyak 8 kali, yaitu: perang Badar, Al-Ahzab, Uhud, Musthaliq, Khaibar, Mekkah, Hunain, dan Thaif. Adapun pengiriman pasukan yang dilakukan Nabi untuk menghadang musuh berjumlah 36 kali.

Bayangkan, hingga di penghujung hayatnya Nabi Muhammad terjun ke banyak medan perang membela kebenaran agama. Artinya, kita benar-benar memerlukan persiapan untuk bekal menyambut masa tua, yang di antaranya adalah:

Menjaga kekuatan hati agar kuat menanggung amanah. Jika dulu hanya mengurusi masalah rumah tangga sendiri, kini muncul beragam masalah dari keluarga anak-anak. Tanpa kekuatan hati dikhawatirkan masa tua justru merana, tidak mampu menyesuaikan diri dengan tantangan zaman.

Selanjutnya, mempersiapkan masa tua dengan matang. Ini bukan sekadar persiapan finansial, tetapi mulai mengukur apa yang akan menjadi persoalan di masa tua.

Menjaga kesehatan sangat penting dilakukan untuk dapat menikmati masa tua. Tidak nyaman rasanya bila di masa tua justru sakit-sakitan karena beban amanah semakin berat.

Berkaca pada kehidupan Nabi Muhammad, masa tua membuka kesempatan memperbanyak amalan. Apabila anak-anak masih memerlukan nafkah kehidupan, maka perjuangan itu berpahala besar. Bahkan ketika anak-anak sudah mapan dan orang tua masih bisa membantu, menjadi bekal di kehidupan abadi di akhirat.

Masa tua bukanlah bermakna perjuangan sudah selesai, karena istirahat yang sesungguhnya itu adalah di surga-Nya.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur