Ilustrasi beragam rumus matematika/Freepik
Ilustrasi beragam rumus matematika/Freepik
KOMENTAR

SEBERAPA besar nilai pahala dari satu kebaikan yang kita lakukan?

Secara logika, kita mungkin memberi nilai 70 untuk tersenyum, membuang sampah di tempat sampah, dan berbicara dengan sopan. Lalu nilai 80 untuk makan dengan tangan kanan dan bersikap amanah. Sedangkan beramal untuk panti asuhan, menunaikan umrah, dan menjadi sukarelawan di penampungan korban bencana alam bisa mendapat nilai 90.

Tapi ya, itu matematika ala manusia. Matematika yang disesuaikan dengan logika.

Apakah sama dengan rumus hitungan pahala yang ditetapkan Allah Swt? Wallahu a’lam, Allah yang Maha Mengetahui.

Sebagai muslim, kita memahami bahwa ada “faktor X” yang membuat nilai perbuatan baik kita harus berkurang.

Ada seseorang yang melakukan kebaikan karena riya, ada yang Ikhlas. Ada orang yang melakukan perbuatan baik ala kadarnya, ada yang benar-benar berbuat baik lalu disempurnakan dan diperbesar manfaatnya.

Ada orang yang terbebani untuk berbuat kebaikan hingga justru merugikan orang lain, ada yang melakukan kebaikan dengan riang gembira bahkan membuat orang tergerak hati untuk meniru kebaikan tersebut.

Intinya, kita tidak bisa menciptakan ‘kasta’ perbuatan baik karena penghitungannya bukan menggunakan matematika manusia.

Sekecil apa pun usaha kita mendekati Allah, akan ada nilai pahalanya. Dan semuanya berharga. Semua diatur dalam Islam yang telah disempurnakan oleh Allah (Al-Maidah ayat 3).

Sekalipun hanya tersenyum, namun ketika senyum itu mampu menghadirkan kedamaian serta semangat di hati orang-orang di dekatnya, bisa jadi nilainya lebih besar daripada menyumbang banyak mainan untuk panti asuhan tanpa memperdulikan kualitas barang yang disumbangnya dan demi mengejar like di media sosial.

Maka tak perlulah kita memikirkan berapa besar nilai pahala kita. Jauh lebih berkah bila kita mengerjakan kebaikan tanpa berpikir untung ruginya. Kita memperbanyak amal saleh setiap hari. Kita berbuat baik semata karena mengejar ridha Allah Swt.

Bagi hamba-Nya yang menggunakan akal untuk berpikir, pasti akan mengerti bahwa ridha Allah itu mencakup kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, keleluasaan, kemudahan, dan keberkahan yang terasa di sepanjang hayat. Dan kita tidak akan pernah tahu, ridha Allah itu adalah buah dari kebaikan yang mana.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur