BISIKAN setan semakin gencar menyerang tidurnya yang tidak nyenyak. Dari berbagai bentuk gangguan, setan paling senang mengancaman jatuh miskin. Biaya membesarkan anak memang tidak pernah murah, sehingga tak banyak orang berani membuat keputusan memiliki anak.
Apalagi usia perempuan dan suaminya itu sudah tidak muda lagi. Namun tanpa diduga Allah telah menitipkan benih kehidupan. Memang ini yang diharapkannya dulu, namun pandemi yang menghantam ekonomi keluarga hingga detik ini membuat perempuan tersebut terguncang dengan kehamilannya.
Terlepas dari berbagai perubahan sosial kultural yang berhubungan dengan anak, maka petuah Allah dalam Al-Qur’an tidak boleh diabaikan sampai kapanpun. Allah telah menyiapkan rezeki bagi setiap anak dan kemudian juga untuk orang tuanya.
Surat Al-Isra ayat 31, yang artinya: “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar”.
Sayyid Quthb pada Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (2004: 86) menjelaskan, sebagian masyarakat jahiliah dahulu membunuh anak-anak wanitanya karena takut miskin. Tatkala ayat di atas menyatakan bahwa Allahlah yang akan memberi kelapangan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki atau menyempitkannya, maka sungguh sangat relevan jika pernyataan ini dilanjutkan dengan larangan membunuh anak dengan alasan takut jatuh miskin.
Selama rezeki berada di tangan Allah, maka tak ada hubungan antara kemiskinan dengan banyaknya keturunan. Tetapi, semua perkara sebaiknya dikembalikan kepada Allah. Apabila paradigma tentang hubungan antara kemiskinan dengan anak keturunan ini hilang dari pikiran manusia, dan akidah mereka telah benar dalam masalah ini, maka hilanglah pula dorongan untuk melakukan perbuatan sadisme.
Dalam kerasnya kehidupan padang pasir, di mana sumber daya alam sangat terbatas, perempuan kala itu dipandang oleh kaum jahiliyah hanyalah beban. Anak-anak lelaki menjadi impian karena akan tumbuh menjadi ksatria dan dapat diandalkan merebut sumber-sumber penghidupan.
Di zaman modern ini jarang ditemukan aksi menguburkan bayi hidup-hidup, tapi sering terdengar bayi dibuang, ditelantarkan dan yang lebih kejam yakni dibunuh sebelum lahir (aborsi).
Rasa takut jatuh miskin karena memiliki anak terus menghantui manusia, meski sudah bersalin masa. Padahal jaminan rezeki anak berhubungan langsung dengan karunia Ilahi yang dicantumkan pada kitab suci. Allah yang menjamin rezekinya, bahwa setiap anak hadir ke dunia ini sepaket dengan rezeki yang menyertainya.
Sayyid Quthb pada Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (2004: 87) menjelaskan, pada ayat ini Allah mendahulukan penyebutan rezeki anak sebelum menyebutkan rezeki orang tuanya. “Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu”.
Dalam bahasa yang lebih menyentuh, sesungguhnya orang tua yang menumpang rezeki dari anak. Sebab kehadiran anak langsung disertakan sepaket dengan rezekinya dan kemudian barulah rezeki bagi ayah bundanya.
Akhirnya, anak-anak kita adalah titipan Ilahi dan kembali lagi kepada persepsi positif kita dalam memahami janji Allah. Apabila keimanan mampu menjadikan kita percaya kepada janji Ilahi, niscaya kehadiran anak akan selalu dirindukan dan dicintai.
KOMENTAR ANDA