“Seperti apa sabar itu?” tanya gadis tersebut dengan muka merah padam. Ibunya berulangkali berkata, “Sabar! Sabar! Sabar,” semata-mata demi meredam luapan emosi. Kemarahan gadis cantik itu meledak karena pria idamannya menghilang tanpa kabar justru pada detik-detik pernikahan akan dilangsungkan.
Bukan hanya si gadis yang bertanya, tetapi kita semua tidak banyak yang mengenal bagaimana wajah sabar itu. Padahal, wajah setiap kesabaran memiliki keindahan masing-masing. Penting bagi umat Islam mengenali sebanyak mungkin bentuk kesabaran, sehingga mampu menerapkannya secara bijaksana.
Surat al-Baqarah ayat 177, yang artinya: “Sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Firman Ilahi di atas mengungkapkan betapa sabar itu juga terdapat pada situasi kemiskinan. Sabar bisa berwujud pada masa-masa penuh penderitaan, bahkan dalam pertempuran pun sabar hadir dalam rupa yang menakjubkan.
Abdullah al-Yamani dalam buku Sabar (2017: 9) menjelaskan, sabar berarti menahan diri dalam kesulitan, dalam hal-hal yang telah menjadi tuntutan akal dan syariat, atau keduanya. Kata sabar merupakan lafaz umum dan mungkin penyebutannya berbeda-beda sesuai dengan lokasi dan kondisinya.
Menahan diri dalam menghadapi suatu musibah dinamakan sabar. Kebalikannya adalah resah atau gusar. Dalam peperangan, sikap menahan diri ini disebut keberanian, lawannya adalah pengecut atau pecundang.
Akan tetapi, sikap menahan diri dalam hal yang membosankan disebut lapang dada, lawannya adalah sifat bosan. Sikap menahan diri untuk tidak berbicara disebut menutup diri, lawannya adalah banyak bicara. Allah menamai semua sikap di atas dengan satu kata, “Sabar”.
Sesungguhnya, kesabaran merupakan modal penting dalam membahagiakan diri. Pemahaman terhadap makna sabar baiknya dibarengi dengan kemampuan mendeteksi wajah-wajah sabar yang sesungguhnya teramat berharga.
Salah satu contoh yang paling jelas adalah ketika seseorang bersabar saat mengalami musibah. Sabar tidak hanya berarti menahan diri dari reaksi negatif seperti resah atau gusar, tetapi juga menunjukkan ketenangan dalam menghadapi ujian tersebut.
Dalam situasi yang lebih ekstrim, seperti dalam peperangan, sikap menahan diri juga sangat berharga. Ketika seseorang mampu menahan diri dalam menghadapi bahaya dan tekanan di medan perang, sikap ini disebut sebagai keberanian. Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya dalam kecamuk perang disebut sebagai pengecut, bahkan pecundang.
Namun, sabar tidak hanya relevan dalam konteks yang ekstrim saja. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap menahan diri juga sangat dibutuhkan. Misalnya, ketika seseorang harus menghadapi hal-hal yang membosankan, maka sabar menjadi kunci untuk tetap tenang dan tidak kehilangan fokus.
Selain itu, dalam interaksi sosial, sabar juga berperan penting. Ketika seseorang mampu menahan diri untuk tidak berbicara atau bereaksi secara emosional dalam situasi konflik, sikap tersebut dianggap sebagai bentuk kearifan. Dalam hal ini, sabar menjadi lawan dari perilaku impulsif atau banyak bicara yang dapat memperkeruh suasana.
Dapat kita pahami dengan berbagai wajahnya, sabar merupakan nilai yang sangat penting dalam membentuk karakter seseorang. Meskipun kadang-kadang sulit untuk menjaga sikap sabar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, namun dengan latihan dan kesadaran diri, setiap orang dapat memperoleh kekuatan untuk tetap tenang.
Sabar membuat kita mampu menghadapi segala situasi dengan sikap yang mulia. Sebagaimana yang dinyatakan dalam ajaran agama, Allah menyebutkan berbagai sikap dengan satu makna, yakni “Sabar”. Inilah yang menjadi modal utama demi meraih kehidupan yang bermakna dan penuh keberkahan.
Di balik keberagaman penyebutan berbagai wajah sabar tersebut, konsep sabar tetap menyiratkan sebuah sikap yang mulia, yakni menahan diri dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan.
KOMENTAR ANDA