Ilustrasi/Freepik
Ilustrasi/Freepik
KOMENTAR

MATI itu sudah diberi jatah satu per satu untuk setiap makhluk, hanya episodenya saja yang berlainan. Sering Nabi Muhammad mengikuti perang-perang besar. Tikaman tombak, lesatan anak panah, maupu sabetan pedang mengincar beliau. Banyak luka dialami Rasulullah dan darah juga pernah mengucur pada tubuh sucinya, tetapi akhirnya beliau wafat di pembaringan.

Puluhan kali Khalid bin Walid mengikuti perang dan seluruhnya berakhir dengan kemenangan. Puluhan luka pula yang tertoreh di tubuhnya. Satu-satunya penyesalan Khalid adalah gagal mati syahid di medan perang. Panglima penakluk dunia yang tak terkalahkan itu malah menghembuskan nafasnya di ranjang.

Pada akhirnya sama saja, kita toh akan mati juga. Lantas, apa masih perlu kita merasa takut menjalani kefanaan hidup di dunia ini jika pada akhirnya setiap yang bernyawa pasti akan mati juga? Masih adakah gunanya rasa takut itu?

Sebetulnya, rasa takut justru sangat manusiawi. Artinya, tidak melulu rasa takut itu patut dipandang sebagai sesuatu yang rendah. Seandainya pun rasa takut bisa dihapuskan sama sekali, malah membuat kita kehilangan daya kontrol.

Semua kembali kepada kesadaran dan kemampuan dalam mengelola ketakutan. Tatalah rasa takut sebagai energi yang dapat mengontrol kita untuk tidak ceroboh atau lepas kendali. Jangan sampai rasa takut yang membelenggu kita hingga mematikan potensi diri.

Lalu, bagaimana jika rasa takut menghinggapi hati? Apakah kita akan terus-terusan larut dalam ketakutan? Adakah sesuatu yang dapat mengendalikan rasa yang menggetarkan nyali itu?

Tatakala bersembunyi di gua Tsur dalam perjalanan hijrah, dari lubang di langit-langit gua, Abu Bakar melihat jelas kaki-kaki para algojo Qurasiy. Sedikit saja menoleh ke bawah, mereka akan melihat buruan yang sedang dicari-cari.

Sungguh Abu Bakar mengalami rasa takut yang alang kepalang. Bukan karena ia takut mati, tetapi rasa takut itu berhubungan dengan keselamatan Rasulullah. Para algojo itu sedang garang-garangnya mengejar Nabi Muhammad karena leher beliau dihargai hadiah sangat besar oleh bangsawan Quraisy.

Namun, Rasulullah mengatakan sesuatu yang sangat legendaris, la tahzan inna Allaha ma'ana.

Nurcholish Madjid dalam buku Fatsoen (2002: 159) menjelakan, itu sebab kenapa ketika Abu Bakar ketakutan hampir ketahuan oleh orang Quraisy dalam persembunyiannya di gua Tsur, dengan tenang Nabi berkata: la tahzan inna Allaha ma'ana (jangan khawatir karena Allah beserta kita).

Tidak ada yang perlu disedihkan atau ditakutkan selama kita bersama Allah. Dalam situasi yang teramat genting, ketika nyawa di ujung tanduk, Nabi Muhammad mampu bersikap tenang. Beliau mengajarkan tentang pentingnya mengendalikan rasa takut dengan membangun perasaan ma’allah (bersama Allah).

Hidup di dunia tidak akan pernah benar-benar aman. Akan banyak ancaman, marabahaya, teror dan lainnya, yang membuat hidup yang hanya satu kali ini terasa Bagai neraka dunia. Sejatinya dunia ini memang bukanlah surga, tapi kita bisa membangun rasa aman bersama Allah.

Saat dicekam rasa takut, manusia hendaklah mengembalikan rasa aman dengan berserah diri atas keagungan Allah. Sesungguhnya Tuhan itu sangat dekat, hanya manusia saja yang menjauh dari-Nya.

Tidak ada yang perlu ditakutkan, kecuali rasa takut itu sendiri, begitu kata orang-orang. Sedangkan bagi orang-orang beriman, yang ditakutkan jika hatinya jauh dari Allah, yang ditakutkan apabila kehilangan cinta Allah.

Pasukan Romawi yang jumlahnya lebih besar dan lebih unggul dari persenjataan, dibuat porak-poranda oleh barisan muslimin yang sedikit sekali jumlahnya. Panglima Romawi memaklumi kekalahan demikian memerihkan hati, karena pasukan Romawi berperang dengan mengusung perasaan takut mati, sedangkan pasukan muslimin berperang dengan semangat mencari mati syahid.

Ini perkara kepada siapa kita menaruh hati. Kepada siapa semangat kebenaran itu kita percayakan. Apabila hati ditaruh kepada tawakal pada Allah, maka rasa aman akan terjaga dan rasa takut akan terkendali.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur