Ilustrasi hubungan baik menantu dan mertua/Kawan Lama
Ilustrasi hubungan baik menantu dan mertua/Kawan Lama
KOMENTAR

HUBUNGAN mertua dan menantu akan selalu menarik untuk dilirik, karena pasang surut interaksi keduanya sering diwarnai beragam romantika. Mertua merasa punya hak, sebab sedari lahir sudah merasa memiliki sang anak. Sedangkan menantu juga mempunyai hak atas status pasangan hidup yang sah dari suami atau istrinya.

Seringkali terdengar perseteruan mertua dan menantu, yang tak jarang berujung permusuha, dan terkadang ada pula rumah tangga yang runtuh oleh perceraian disebabkan perseteruan mertua menantu.

Namun, jangan abaikan pula kisah-kisah manis di mana ada menantu yang merasa beruntung mendapatkan ayah atau ibu pada diri mertuanya. Dan jangan ditepis pula kenyataan bahwa banyak juga mertua yang merasa punya tambahan anak berkat memiliki menantu.

“Apa nanti mertua bisa sebaik ibu saya?”

Perempuan 40 tahun itu bertanya dalam hati, hingga tak sadar ia sudah setia melajang. Ibunya perempuan yang luar biasa baik, mengasihi anak dengan sepenuh cinta. Tapi, kasih sayang itu membuat sang putri takut melangkah ke pelaminan.

Menikah itu bukan hanya tentang ikatan suami istri belaka, melainkan sepaket dengan keluarga besarnya. Sehingga, menata hubungan suami istri tidak bisa dipisahkan dengan relasi bersama mertua.

Muhammad Iqbal dalam buku Psikologi Pernikahan (2020: 47) menjelaskan, dalam tahapan awal pernikahan, hubungan mertua dan menantu ini sangat penting karena jika ada kesalahpahaman (salah), bisa menimbulkan konflik dan menjadi masalah besar.

Ada banyak hal yang bisa memicu konflik antara mertua dan menantu, semisal sikap menantu perempuan yang dianggap tidak sopan dan tidak menghargai mertua, lalu mertua yang merasa jatah pemberian dari sang anak mulai berkurang, menantu yang tidak pernah memberikan hadiah, menantu yang menganggap mertua materialistis atau sebaliknya, dan perilaku Iainnya.

Konflik antara mertua dan menantu juga terjadi dalam hal pengasuhan anak (cucu). Menantu menganggap mertua kolot dan ketinggalan zaman, sedangkan mertua menganggap menantu tidak mampu mendidik anak.

Penting untuk diingat bahwa konflik antara mertua dan menantu umumnya muncul karena harapan-harapan yang tidak realistis atau tidak sesuai dengan kenyataan. Sebelum menikah, mertua dan menantu terlanjur memasang patokan harapan yang tinggi satu sama lain, dan ketika masuk ke dalam dinamika kehidupan nyata, perbedaan-perbedaan tersebut menjadi prahara.

Untuk mengatasi konflik ini, komunikasi yang terbuka dan jujur sangatlah penting. Mertua dan menantu perlu bersedia mendengarkan satu sama lain dan mencoba memahami perspektif masing-masing. Mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran secara terbuka dapat membantu mengurangi ketegangan dan menciptakan ruang untuk mencari solusi bersama.

Selain itu, penting juga untuk menetapkan batasan yang jelas dan sehat dalam hubungan antara mertua dan menantu. Kedua belah pihak perlu menghormati privasi masing- masing, sambil tetap membuka diri untuk kolaborasi dan kerjasama dalam membangun hubungan yang mengesankan.

Namun, mertua tentunya pernah pula mengalami masa-masa menjadi menantu. Inilah yang menjadi poin plus dari pihak mertua dan diharapkan memunculkan kesadaran terdalam bagi mertua untuk berbagi pengalaman menjalin hubungan yang hangat.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur