KEPERGIAN Bani Nadhir meninggalkan Madinah juga memboyong dendam membara. Mereka terbukti bersalah hendak membunuh Nabi Muhammad, tetapi tidak menerima dengan lapang dada hukuman pengusiran. Di Khaibar, tokoh-tokoh Yahudi berkumpul lalu menyebar permusuhan terhadap Rasulullah.
Hasutan Bani Nadhir bukan saja berhasil merangkul kaum Yahudi lainnya tetapi juga sukses meracuni pemikiran suku-suku Arab, bahkan berhasil mengumpulkan kekuatan bersenjata yang luar biasa. Dengan kekuatan militer yang demikian dahsyat, kaum Yahudi dan sekutunya merasa mudah membinasakan Madinah, tapi Allah dan Rasulullah punya rencana yang lebih hebat.
Ibnu Hisyam dalam bukunya Sirah Nabawiyah (2019: 502) menerangkan:
Ada sekelompok orang Yahudi, di antaranya Sallam bin Abil Huqaiq, Huyay bin Akhthab, Kinanah bin Abil Huqaiq, Haudzah bin Qais, dan Abu Ammar al-Waili bersama orang-orang Bani Nadhir dan Bani Wail yang menjalin persekutuan untuk melawan Rasulullah. Mereka pergi menemui orang-orang Quraisy di Mekah dan mengajak mereka untuk memerangi Rasulullah.
Mereka berkata, “Kami akan selalu bersama kalian dalam memerangi Muhammad hingga kita berhasil menghabisinya sampai ke akar-akarnya.”
Orang-orang Quraisy berkata, “Saudara-saudara Yahudi, kalian semua adalah Ahli Kitab pertama dan orang yang mengetahui perselisihan di antara kami dengan Muhammad. Apakah agama kami lebih baik daripada agama Muhammad?”
Orang-orang Yahudi menjawab, “Tentu saja! Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad, dan kalian lebih utama untuk menemukan kebenaran dengan agama itu.”
Pihak Yahudi mengetahui betapa kaum Quraisy berhasrat melampiaskan dendam kekalahan dalam beberapa peperangan. Kaum Quraisy ditakut-takuti potensi pihak Madinah akan mengganggu kafilah dagang Mekkah yang pergi-pulang dari Syam.
Pada mulanya kaum Quraisy enggan, tampaknya masih trauma dengan kekalahan perang sebelumnya. Dan kaum Quraisy juga mengetahui watak licik Yahudi, dan tidak ada jaminan mereka akan balik mencelakai pihak Quraisy.
Tidak tanggung-tanggung, pihak Quraisy menanyakan sesuatu yang sangat fundamental, manakah yang lebih baik, berhala atau agama tauhidnya Nabi Muhammad. Sejarah mencatat betapa tega kaum Yahudi malah membenarkan penyembahan berhala, sesuatu yang dalam ajaran agamanya tidak bisa diterima. Jawaban para pembesar Yahudi itu justru menodai agama mereka.
Aksi yang lebih ekstrim dilakukan oleh bangsawan Yahudi, yang bukan hanya membenarkan berhala tetapi juga bersujud padanya. Pada Tafsir Al-Maraghi diterangkan oleh ulama tafsir Ahmad Mushthafa al-Maraghi, diriwayatkan dari Ikrimah, bahwa Ka’ab bin Asyraf pergi kepada kaum musyrikin dari kaum kafir Quraisy, meminta agar mereka menghimpun tentara untuk memerangi Nabi saw. dan menyuruh mereka supaya memeranginya.
Dia berkata, “Sesungguhnya kami bersama kalian di dalam memeranginya.”
Maka mereka berkata, “Sesungguhnya kalian adalah Ahli Kitab dan dia (Muhammad) juga Ahli Kitab, kami khawatir bahwa ini suatu tipu daya dari kalian. Maka, jika jika kamu mau keluar bersama kami, sujudlah dan berimanlah kepada dua berhala ini.”
Maka, ia pun melakukannya. Mereka bertanya, “Siapakah yang lebih berpetunjuk, kami ataukah Muhammad? Sesungguhnya kami mengurbankan unta yang besar dan tinggi, menuangkan susu kepada air, mengadakan hubungan silaturahmi, menjamu tamu dan bertawaf di rumah (Ka’bah) ini, sedangkan Muhammad memutuskan hubungan silaturahminya dan keluar meninggalkan negerinya.”
Dia menjawab, “Sesungguhnya kalianlah yang lebih baik dan berpetunjuk.”
Kaum Yahudi menghalalkan cara paling kotor untuk mendapatkan dukungan pihak Quraisy, sekalipun dengan mengkhianati agamanya sendiri. Namun, nafsu untuk balas dendam mengalahkan akal sehat.
Ibnu Hisyam (2019: 503) mengungkapkan:
Setelah orang-orang Yahudi berkata seperti itu kepada orang-orang Quraisy, mereka merasa senang dan bergairah memenuhi seruan orang-orang Yahudi untuk memerangi Rasulullah. Mereka pun berkumpul dan berjanji untuk memerangi beliau.
Selanjutnya, kelompok Yahudi itu pergi ke Ghathafan dari Qais Ailan. Mereka mengajak kabilah tersebut untuk memerangi Rasulullah dan akan mendukung mereka. Bahkan orang-orang Quraisy juga sudah mengikuti mereka dan bersatu-padu untuk memeranginya.
Setelah itu, pasukan Quraisy berangkat dengan dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb. Kabilah Ghathafan berangkat di bawah pimpinan Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah dalam barisan Bani Fazarah, Harits bin Auf bin Abi Haritsah al-Murri dalam barisan Bani Murrah, dan Mis'ar bin Rukhailah bin Nuwairah dalam barisan kabilah Asyja'.
Safari dendam kaum Yahudi itu luar biasa dampaknya, setelah menistakan ajaran agama mereka sendiri, kaum Yahudi berhasil mengumpulkan pasukan yang teramat besar. Mereka pun bergerak serempak ke arah Madinah dan siap untuk menumpahkan dendam kesumat di atas kehormatan agama mereka yang tercemar.
KOMENTAR ANDA