TUBERKULOSIS laten yang bisa timbul tanpa gejala menjadi penyakit yang harus diwaspadai masyarakat.
Dari penelusuran Farah.id, diketahui bahwa TBC laten adalah kondisi ketika sistem pertahanan tubuh tidak bisa mengalahkan kuman TBC dengan maksimal namun masih bisa mengendalikannya. Tapi saat daya tubuh melemah, kuman yang ‘tidur’ tadi akan bangkit kembali.
TBC laten biasanya menyerang mereka yang tergolong berisiko tinggi.
Dalam diskusi daring seputar TBC yang digelar Rabu (6/3), Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan dr. Faiza Hatim, SpP menjelaskan bahwa TBC laten umum dialami individu berisiko tinggi yaitu petugas kesehatan atau mereka yang kontak dengan pasien TBC, pasien yang melakukan cuci darah rutin, penderita diabetes hingga anak di bawah lima tahun.
Karena itu bagi siapa pun yang mempunyai kontak erat dengan pasien TBC, agar segera memeriksakan diri ke puskesmas terdekat untuk menjalani pemeriksaan tuberkulin. Pemeriksaan tersebut meliputi suntikan obat ke bagian bawah kulit hingga pembentukan benjolan yang harus dianalisis dokter dalam 48 jam kemudian.
Jika ada orang kontak erat dengan pasien TB dan didapati benjolan ukuran 5 cm, itu bisa dinyatakan sebagai pasien TB laten.
Yang mesti diwaspadai adalah TB laten ini tidak bergejala. Artinya, jika ada orang dengan gejala TBC, dokter tidak perlu mereferensikan tes tuberkulin.
Diketahui bahwa Indonesia berkomitmen meningkatkan sistem deteksi dini TBC hingga 900.000 pemeriksaan pada tahun 2024 dari angka perkiraan kasus TBC lebih kurang 1 juta kasus.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menilai bahwa menghapus TBC akan berdampak positif untuk pertumbuhan ekonomi negara. Tak heran Menkes melibatkan peran serta aktif masyarakat, salah satunya pembentukan TBC Army.
TBC Army ini merupakan komunitas terlatih bagi para penyintas TBC untuk mendeteksi sekaligus mengawasi pasien multidrug-resistant tuberculosis.
KOMENTAR ANDA