Ilustrasi luka batin/Freepik
Ilustrasi luka batin/Freepik
KOMENTAR

DAN terjadi lagi, seorang anak terpaksa harus menjadi korban kekerasan dari orang dewasa yang memiliki ‘luka batin’. Keganasan luka batin tersebut seperti sengaja ‘diwariskan’ kepada korban. Bagaikan bom waktu, luka batin ini bisa ‘meledak’ kapan saja tanpa ada yang mampu membendungnya.

Luka batin adalah adanya tekanan yang sangat berat yang diberikan secara terus menerus pada lapisan batin terdalam seseorang (Hardjowono, 2005). Luka ini menjadi suatu akibat dari batin seseorang yang tertekan oleh pengalaman tertentu, bahkan oleh adanya pengalaman traumatik.

Lalu, mengapa korbannya selalu anak-anak?

Seorang fitrah based edu enthusiast Anisa Andini, dalam akun Instagramnya, @tehprem menjelaskan, anak adalah sasaran paling ‘empuk’ bagi pelaku karena dianggap sebagai sosok paling lemah yang tidak akan bisa melawan atau membalas perlakukan pelaku.

“Luka batin ini bisa menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja tanpa bisa terdeteksi. Sesuatu yang kasat mata, luarnya tampak sehat padahal ‘dalamnya’ hancur,” kata Andini.

Ia lalu menganalogikan luka batin itu sebagai sampah yang didiamkan selama beberapa hari, yang kemudian bau busuknya dapat tercium ke mana-mana. Begitu pula dengan luka batin yang terpendam tanpa tahu bagaimana harus mengobatinya. Tiba-tiba saja seseorang yang memiliki luka batin tersebut menjadi stres, melakukan percobaan bunuh diri, mudah marah, emosinya tidak terkendali, dan lainnya.

Lebih jauh Andini menyarankan agar luka batin ini segera disembuhkan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan healing agar bisa merilis emosi dengan tepat.

“Setiap orang punya caranya masing-masing. Ada yang cukup dengan salat dan zikir sudah bikin lega, ada yang menulis diari, ada yang harus pergi ke psikolog atau tenaga ahli lainnya, ada pula yang harus ngobrol dan berkumpul dengan circle positif,” urai dia.

Jika segala cara sudah dicoba namun tidak menunjukkan hasil, Andiri menyarankan untuk mengunjungi sebuah komunitas bernama Trauma Healing Grup, untuk mengeluarkan emosi-emosi yang masih terperangkap di dalam tubuh.

Biasanya, seseorang yang telah mengikuti grup tersebut akan menangis hebat, menjerit histeris, bahkan ada yang mual dan muntah. Setiap orang hasilnya pasti akan berbeda, namun dipastikan setelah itu perasaan emosi bisa berkurang. Namun, semuanya tetap memerlukan proses hingga di satu titik masa lalu itu bisa membuat kita menertawakannya.

“Komunitas tersebut dipandu oleh hipnoterapis yang telah tersertifikasi yang sudah banyak membantu orang agar lebih berdamai dengan masa lalunya. Komunitas ini bukan hanya untuk para ibu, tapi siapapun,” demikian Andini.




Masakan Mudah Gosong, Sudahkah Bunda Lakukan 6 Langkah Ini?

Sebelumnya

Tips Menikmati Akhir Pekan ‘Anti-Boring’ Bersama Keluarga

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Family