Ilustrasi orang mengalami anxiety/Freepik
Ilustrasi orang mengalami anxiety/Freepik
KOMENTAR

HASIL penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Rheumatology memperlihatkan lebih dari 50 persen penderita penyakit autoimun mengalami gangguan kecemasan dan depresi.

Dari hasil penelitian didapatkan data berikut ini.

  • 55 persen partisipan mengalami depresi.
  • 57 persen partisipan mengalami gangguan kecemasan.
  • 89 persen partisipan mengalami kelelahan berlebih.
  • 70 persen partisipan mengalami disfungsi kognitif seperti gangguan pada memori.

Dari angka tersebut, lebih dari separuh partisipan penelitian tidak pernah menceritakan gangguan mental yang mereka hadapi kepada penyedia layanan kesehatan. Mayoritas mereka takut akan stigmatisasi di masyarakat sehingga memilih diam.

Mereka khawatir jika mengungkapkan gangguan kesehatan mental yang dialami, justru akan membuat dokter mengabaikan gejala penyakit autoimun mereka sebagai akibat dari masalah kesehatan mental.

Peneliti utama penelitian Melanie Sloan, Ph.D dari Departemen Kesehatan Masyarakat dan Pelayanan Kesehatan Primer Universitas Cambridge memaparkan bahwa rentang dan prevalansi gejala neurologis dan psikiatrik pada penderita autoimun jauh lebih tinggi dari perkiraan para ahli maupun yang ditemukan sebelumnya.

Ia pun menekankan pentingnya memberi tahu dokter agar pasien autoimun bisa mendapatkan dukungan dan mereka tidak sendirian dalam berjuang melewatinya.

Penelitian tersebut dilakukan pada hampir 1.900 penderita autoimun untuk memahami korelasi kelainan autoimun dengan kesehatan mental. Penelitian juga melibatkan survei terhadap hampir 300 penyedia layanan kesehatan.

Ditambah lagi, gejala kesehatan mental tidak selalu dapat terlihat dan bisa diuji. Banyak psikiater dan perawat menghargai laporan pasien, tapi mereka merasa lebih yakin bila ada hasil tes darah atau hasil scanning, juga melihat gejala itu sendiri. Mereka ingin adanya bukti objektif.

Padahal menurut Melanie Sloan, identifikasi kondisi kesehatan mental lebih kepada menyimak dan mempercayai laporan pasien. Pasien butuh dokter untuk memvalidasi gejala-gejala gangguan kesehatan mental yang dialami.

Sementara itu, psikiater Brent Nelson, MD mengatakan bahwa kaitan antara penyakit autoimun dan kondisi kesehatan mental terbilang kompleks dan belum sepenuhnya bisa dipahami.

Penyakit autoimun bisa menyebabkan sel-sel kekebalan tubuh menyerang diri sendiri hingga mempengaruhi sel tubuh maupun otak. Hal itu bisa memicu peradangan dan komunikasi sistem imun otak. Dan jika peradangan menyebar ke otak, dapat mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur suasana hati, seperti dilansir Health (31/3).




Hindari Cedera, Perhatikan 5 Cara Berlari yang Benar

Sebelumnya

Benarkah Mengonsumsi Terlalu Banyak Seafood Bisa Berdampak Buruk bagi Kesehatan?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health