KATA ‘Fitrah’ begitu akrab di telinga umat Muslim. Saat Ramadan setiap Muslim diwajibkan untuk membayar zakat fitrah yang bertujuan menyucikan jiwa. Dan di akhir Ramadan, seluruh umat Islam akan merayakan Idul Fitri yang mengandung agenda kembali kepada fitrah sejati.
Kata fitrah memang memiliki peran penting dalam kehidupan kaum muslimin. Seperti dijelaskan M Quraish Shihab dalam buku Hidup Bersama Al-Qur’an 1 (2021: 213), zakat dapat diartikan suci, bisa juga berarti berkembang. Fitrah memiliki banyak makna, di antaranya agama yang benar, asal kejadian, atau kesucian.
Zakat fitrah wajib dibayarkan kepada yang butuh hidup. Bisa jadi kita tidak nmemerlukan hidup, dalam arti kita sudah memenuhi syarat hidup layak, berkecukupan secara materi, atau kesehatan. Membayar zakat fitrah menjadi perlambang atas kebersediaan memberi hidup pada orang lain.
Nabi Saw berpesan: “Jangan sampai ada yang minta-minta pada hari raya lebaran.”
Ya, di hariLlebaran semuanya harus berkecukupan. Yang mampu harus bersedia memberi hidup pada setiap yang membutuhkan hidup layak. Hal minimal yang dibutuhkan adalah makanan pokok.
Kembali kepada fitrah, bukanlah hanya tentang tugas keagamaan, tetapi juga tentang memahami esensi kemanusiaan. Melalui zakat, kita mengembalikan diri kepada fitrah yang suci, dengan memberikan sumbangsih bagi pertumbuhan dan kesejahteraan bersama.
Ini adalah panggilan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai solidaritas dan empati dalam masyarakat, membangun dunia yang lebih adil. Ini berarti fitrah suci membuat kita punya kepedulian sosial yang membanggakan.
Seiring setelah menunaikan zakat fitrah, maka fitrah kita akan semakin disucikan dengan hadirnya Idul Fitri, yang kian menggelorakan agenda kembali kepada fitrah. Fahruddin Faiz dalam buku Menjadi Manusia Menjadi Hamba (2020: 13) menjelaskan, Idul Fitri sering diartikan dengan “kembali fitrah”.
Kata “Id” dalam bahasa Arab, di Mu’jam, lebih dimaknai sebagaihari raya. Jadi Idul Fitri itu lebih tepatnya hari raya fitrah. Kata itu juga terdapat dalam Surah Al-Maidah: idan li awwalina wa akhirina.
Ayat itu menceritakan ketika orang-orang Bani Israil minta diturunkan makanan oleh Nabi Isa, dan mereka pesta dengan makanan itu. Ayat itu menggunakan istilah “id”.
Banyak ulama juga mengartikan fitrah dari akar kata futhur yang artinya makan pagi. Bila mengacu pada pemaknaan tersebut, maka Idul Fitri maksudnya kit bisa makan lagi, khususnya makan pagi. Jadi, secara harfiah ketika Idul Fitri kita sedang merayakan hari diperbolehkannya sarapan lagi.
Tapi, bila dimaknai lebih mendalam, Idul Fitri adalah hari kembali fitrah, ketika kita dibersihkan selama puasa di bulan Ramadan. Umat Islam juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Setelah berhasil melalui proses ini, saatnya manusia diwisuda ketika Idul Fitri di mana manusia merayakan perjalanan spiritual yang telah dilalui dalam menyucikan jiwa yang fitrah.
Dengan demikian, Idul Fitri bukan hanya tentang perayaan fisik, tetapi juga perayaan rohani insan yang kembali kepada fitrahnya. Ini adalah panggilan untuk memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai keagamaan dan moral, serta untuk terus memperkuat hubungan dengan sesama manusia dan tentunya Allah Sang Pencipta.
Fitrah itu memberikan kehidupan yang sebenarnya. Oleh sebab itu, momentum Ramadan dan Idul Fitri hendaknya difokuskan dalam agenda kembali kepada fitrah yang dianugerahkan Allah Swt.
KOMENTAR ANDA