Ilustrasi menikah/Freepik
Ilustrasi menikah/Freepik
KOMENTAR

BANGSA Arab Jahiliyah mengharamkan diri mereka menikah di bulan Syawal dengan alasan akan tertimpa kesialan. Secara turun temurun, orang-orang Jahiliyah menyebut Syawal sebagai bulan sial. Namun, Nabi Muhammad Saw tidak terpengaruh dengan kesialan tersebut. Mitos yang dipegang teguh oleh masyarakat Jahiliyah beliau patahkan secara gagah berani.

Rasulullah menikahi Aisyah pada bulan Syawal. Memang beliau tidak langsung tinggal serumah, namun pilihan waktu Nabi Muhammad untuk bercampur dengan Aisyah justru di bulan Syawal, beberapa tahun berikutnya.

Tindakan Rasulullah tentu saja membuat gempar. Kondisi suhu padang pasir yang membara dan perilaku binatang ternak disimpulkan sebagai pertanda buruk. Ada-ada saja!

Muhammad Hadi Bashori pada buku Penanggalan Islam (2013: 244) menjelaskan, bulan Syawal adalah masa unta-unta mengangkat ekornya, entah untuk keperluan apa, sehingga bangsa Arab pra-Islam mempercayainya sebagai bulan sial. Karenanya bangsa Arab pun memutuskan untuk tidak melakukan perkawinan di bulan tersebut.

Makna lain sebenarnya Syawal (peningkatan) yaitu ketika pada bulan tersebut terjadi peningkatan musim panas yang membuat orang-orang lebih senang di rumah dari pada bepergian.

Itulah mitos yang sebenarnya tidak perlu dipusingkan. Dipikirkan pun menjadi tidak jelas, bahkan tidak bermanfaat pula mencernanya. Lebih baik mengalihkan perhatian kepada bagaimana gagahnya Rasulullah menumbangkan mitos Jahiliyah yang merugikan tersebut.

Syaikh M Nashiruddin al-Albani pada buku Mukhtasar Shahih Muslim (2016: 366) mengungkapkan, dari Aisyah dia berkata: “Rasulullah Saw menikahiku di bulan Syawal dan beliau memulai hidup rumah tangga denganku juga di bulan Syawal. Tidak ada istri-istri beliau lainnya yang lebih mendapatkan keberuntungan di sisi beliau daripada aku.”

Kata perawi, “Aisyah senang mengawinkan para wanita pada bulan Syawal.” (Muslim: 4/142)

Akan selalu menarik setiap kali kita menyaksikan kebanggaan Aisyah yang dinikahi oleh Rasulullah di bulan Syawal. Aisyah memang pantas bangga, sebab dirinya turut menjadi pelaku sejarah dalam menghancurkan mitos Jahiliyah. Lebih dari itu, bukan hanya Nabi Muhammad, maka Aisyah juga turut memikul tekanan dari masyarakat Jahiliyah. Jadi kebanggaan Aisyah cukup beralasan.

Selanjutnya Aisyah dengan genjar menganjurkan pernikahan di bulan Syawal, bukan karena perkawinan Syawal itu wajib, melainkan sebagai motivasi melawan tradisi Jahiliyah.

Dari hadis di atas dapat disimpulkan dengan mudah, bahwa menikah di bulan Syawal hukumnya boleh, bahkan sebagian umat Islam memandangnya sunah karena mengikuti jejak Nabi.

Secara social, ada keuntungan menikah di bulan Syawal. Ada dalam nuansa lebaran di awal Syawal, di mana sanak saudara pulang ke kampung halaman sehingga tidak sulit mengumpulkan mereka untuk hadir di pernikahan.

Tetapi pertimbangkan pula dampak lainnya, yaitu mengganggu perayaan hari raya. Jadi, jangan berkecil hati bila resepsi pernikahan kurang optimal.

Pada intinya, Islam tidak mengenal bulan sial dalam urusan pernikahan. Akan tetapi, jangan pula diwajibkan menikah di bulan Syawal. Nabi Muhammad menikah demi mematahkan mitos, sehingga kita boleh saja mengikuti jejak beliau.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur