Ilustrasi hemofilia/Freepik
Ilustrasi hemofilia/Freepik
KOMENTAR

SERANGAN bertubi-tubi yang dilancarkan Israel kepada warga Palestina, membuat terjadinya peningkatan jumlah pasien hemofilia. Kementerian Kesehata Palestina, Rabu (17/4/2024) mengungkap, saat ini pasien dengan hemofilia mencapai 562 jiwa, termasuk 178 pasien di Jalur Gaza dan 384 di Tepi Barat.

Tubuh individu dengan hemofilia tidak memiliki salah satu faktor pembeku darah, sehingga tidak terbentuk benang-benang fibrin. Keadaan ini mengakibatkan darah sulit membeku, akibatnya pendarahan akan berlangsung lebih lama dibandingkan orang normal.

Keadaan seperti inilah yang kemudian membuat pasien gawat darurat di sejumlah rumah sakit di Palestina meninggal dunia. Pendarahan hebat ini terjadi akibat agresi brutal Israel yang telah menghancurkan infrastruktur di sektor kesehatan.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pelayanan Medis Pendukung Kemenkes Palestina Osama Al-Najjar, dalam rangka hari Hemofilia Sedunia, yang diperingati setiap 17 April.

“Kehancuran infrastruktur di pusat-pusat kesehatan dan medis di Jalur Gaza telah menyebabkan pasien kehilangan akses terhadap perawatan medis yang dibutuhkan. Kementerian sendiri telah berupaya mengirim obat-obatan dan memberikan pelayanan melalui Yayasan Kerja Sama Italia, melalui Bulan Sabit Merah Palestina,” urai Najjar.

Dalam peringatan yang mengusung tema “Akses Pengobatan untuk Semua – Pencegahan Pendarahan sebagai Standar Perawatan Global” itu disoroti penderitaan dan kebutuhan pasien untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hemofilia.

Kelainan pembekuan darah

Dokter spesialis anak konsultan hematologic onkologi Dr dr Novie Chozie Amalia menjelaskan, hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah bawaan yang terjadi akibat kekurangan faktor pembekuan darah, di mana 70-80 persennya diturunkan secara genetik.

Hemofilia merupakan penyakit genetic yang diturunkan lewat kromosom X, sehingga jenis kelamin lakilaki yang memiliki satu kromosom X bisa menjadi penderita. Sebaliknya, perempuan yang memiliki dua kromosom X akan menjadi pembawa meski memiliki satu kromoso X yang punya genetik hemofilia.

“Masalahnya ada di dalam gen kromosom X. Perempuan adalah pembawa sifat, yang mengalaminya adalah lelaki,” jelas Novie.

Saat ini, terapi gen yang diharapkan menjadi alternatif menangani hemofilia masih dikembangkan di dunia.




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News