Ilustrasi anak laki-laki depresi/Freepik
Ilustrasi anak laki-laki depresi/Freepik
KOMENTAR

ANAK laki-laki itu harus kuat, tangguh, tidak boleh cengeng apalagi lemah. Cara pandang demikian seringkali diterapkan orang tua pada anak laki-lakinya. Padahal, seorang anak laki-laki tetaplah seorang manusia yang bisa saja lelah bahkan depresi. Namun, kemampuan anak laki-laki menyembunyikan luka batinnya itulah yang dianggap sebagai sosok laki-laki sejati.

Dokter dan psikiater anak di Universitas Tulane, New Orleans, Lauren Teverbaugh mengatakan, depresi pada anak laki-laki mungkin luput dari perhatian karena mereka tidak menunjukkannya dengan cara-cara biasa.

“Sejauh ini, kita memiliki pemahaman klasik tentang depresi, yaitu perasaan sedih, menangis, menolak makan, hingga penurunan berat badan. Tetapi, pemahaman itu tidak akan pernah tampak pada anak laki-laki,” ujar Teverbaugh.

Hal inilah yang seharusnya menjadi lampu merah bahwa banyak anak laki-laki yang berjuang dengan kesehatan mental mereka, sendirian saja. Hancurnya mental anak laki-laki seringkali tidak terdeteksi dan akibatnya mereka tidak mendapatkan bantuan sebagaimana semestinya.

Tanda-tanda depresi seperti agresif dan senang marah-marah, tidak peduli kebersihan diri, sering berperilaku berisiko, insomnia, bahkan menarik diri dari hal-hal yang disukai, sering dianggap ‘umum’ dialami seorang anak laki-laki.

Penelitian yang dilakukan Cleveland Clinic mengungkap, sekitar 7 persen anak laki-laki usia 3 hingga 17 tahun mengalami gangguan depresi dan kecemasan secara bersamaan. Penyebabnya bisa banyak hal, termasuk kondisi lingkungan seperti sekolah dan keluarga. Bisa juga karena Riwayat orang tua yang memiliki depresi, penyakit fisik, hingga trauma akan sesuatu peristiwa misalnya pelecehan seksual atau tindak kekerasan.

Depresi yang tidak terkenali ini sudah pasti akan membawa dampak yang menyedihkan, salah satunya keinginan untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Pada 2016, menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan ada 793.000 kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia dan sebagian besar pelakunya adalah laki-laki.

Salah satu elemen kuncinya adalah komunikasi. Memang terlalu sederhana bila dikatakan bahwa perempuan lebih terbuka untuk membagi masalah mereka dan pria cenderung sebaliknya. Tetapi itulah faktanya. Selama beberapa generasi, banyak masyarakat mendorong laki-laki untuk menjadi lebih kuat dan tidak mengakui mereka sedang dalam kesulitan.

“Kita mengatakan kepada anak laki-laki bahwa mereka tidak boleh menangis. Kita mengondisikan itu sejak usia mereka masih muda, untuk tidak mengekspresikan emosi karena hal tersebut berarti menunjukkan kelemahan,” jelas direktur eksekutif operasi dan pengembangan di Lifeline Colman O’Driscoll.

Sementara Mara Grunau, direktur eksekutif di Pusat Pencegahan Bunuh Diri di Kanada menunjukkan bahwa masalah tersebut juga ada pada cara orang tua berbicara dengan anak dan bagaimana orang tua mendorong anak untuk berkomunikasi tentang diri mereka sendiri.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting