SALAH satu kelemahan manusia adalah mudah lupa, terutama pada janji-janji yang pernah diikrarkan. Apabila ditagih janji tersebut, mereka akan berlindung di bali kata, “Maaf, lupa”. Jangankan janji kepada manusia, pada Allah Swt pun seringkali terlupakan begitu saja.
Dalam surat al-Araf ayat 172 Allah mengungkapkan janji manusia kepada-Nya. “Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini”.
Lalu, Jazuli Juwaini dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dalam Perspektif Islam (2023: 261) menjelaskan, ayat di atas menegaskan bahwa manusia yang ruhaniyah (spiritual) telah ada mendahului manusia yang fisik (jasmani). Dan, manusia yang ruhaniyah/spiritual tersebut telah membuat perjanjian suci -yang dikenal sebagai perjanjian primordial antara manusia dengan Tuhan- untuk mengakui Allah sebagai Rabb yang menciptakan dan akan terus memegang janji itu pada kehidupan berikutnya.
Bisa dikatakan manusia lupa telah mengikrarkan janji suci tersebut kepada Ilahi. Apalagi janji itu diucapkan tatkala manusia belum memiliki jasmani. Namun demikian, tepat sekali apabila janji agung itu diikrarkan saat masih dalam kandungan, sebab setiap ruh itu suci dan dapat dengan mudah mengakui atau membenarkan Allah Swt sebagai Tuhan Maha Esa.
Bayangkan bila janji itu dibuat saat manusia sudah memiliki jasmani, bisa jadi banyak yang mengingkari atau melenceng dari konsep tauhid. Allah selalu mengingatkan janji-janji tersebut pada firman-Nya yang dimuat di dalam Al-Qur’an. Janji itu telah diabadikan dalam kitab suci, sehingga tidak ada alasan bagi manusia menjadi kafir ataupun musyrik.
Ingat, ruh adalah hakikat diri manusia karena jasmani akan hancur binasa di dalam kubur. Ruh pasti akan kembali menghadap Tuhan dan setia menyembah Allah. Inilah yang harus dipelihara agar tidak menyalahi janji suci kepada Ilahi.
Dalam surat al-Araf ayat 172 dipaparkan percakapan antara ruh manusia dengan Tuhannya. Allah memulainya dengan bertanya, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Allah tidak pernah membuat pernyataan yang harus diiyakan bahwa diri-Nya Tuhan, melainkan Allah mengajukan pertanyaan kepada ruh, sehingga dengan kesucian fitrahnya tidak sulit bagi ruh manusia menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
Di atas perjanjian suci itulah Allah meniupkan ruh sehingga janin bernyawa dan lahir ke dunia. Kini kita menyaksikan banyak manusia menjalani kehidupan di dunia, dan tidak sedikit yang berkhianat dari janji sucinya beriman hanya pada Allah.
Bagaimana jadinya jika luput dari janjinya?
Kelak di mahkamah akhirat, setiap manusia akan kembali berhadapan dengan Allah. Bagi orang-orang kafir atau musyrik akan mengemukakan alasan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini.”
Kelak, setelah kita kembali ke alam akhirat dan ruh manusia akan musyahadah lagi di hadapan Allah Swt. Apakah kita masih bisa mengelak atas kesesatan yang terlanjur dipentaskan di dunia nan fana? Coba bayangkan, bagaimana jawaban kita kalau kembali ditanyakan, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
KOMENTAR ANDA