ERA revolusi industri 4.0 semakin membutuhkan keterampilan di bidang Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM).
Namun pada kenyataannya, jumlah perempuan di bidang STEM masih cukup kecil. Dari total jumlah pekerja bidang STEM di Indonesia, jumlah perempuan yang bekerja di bidang teknologi hanya sebesar 27 persen, akademisi perempuan di institut teknologi sebesar 35,7 persen, dan dokter perempuan yang menempuh pendidikan spesialis sebesar 41,6 persen.
Dalam upaya mendukung pengembangan potensi generasi muda Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) terus memperkuat komitmennya.
Bentuk konkret yang dilakukan adalah memberdayakan anak-anak perempuan Indonesia agar mampu bersaing secara global, salah satunya dengan kerja sama dengan Markoding (Yayasan Daya Saing Anak Bangsa) yang telah menghasilkan program Perempuan Inovasi 2024 dan resmi diluncurkan pada hari Rabu (08/05).
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek Dr. Ir. Kiki Yuliati, M. Sc menyampaikan bahwa diperlukan kerja sama antara multisektoral untuk mendukung pemberdayaan perempuan Indonesia, khususnya pada bidang STEM.
“Dalam pemberdayaan anak bangsa, terutama di Indonesia, dibutuhkannya kerja sama multri sektoral antara pemerintahan dan sektor lainnya. Melalui kerja sama ini, kami terus berusaha untuk meningkatkan peran perempuan dalam dunia teknologi dan inovasi, serta kesadaran terhadap isu kesetaraan gender,” ujar Kiki.
Melalui kerja sama ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi juga berusaha untuk meningkatkan kompetensi keterampilan digital bagi para peserta didik perempuan, serta pendidik vokasi melalui program Perempuan Inovasi 2024.
Di Indonesia, jumlah peserta didik vokasi berdasarkan gender, di mana murid laki-laki dan perempuan memiliki angka dengan persentase yang hampir sama. Kiki menambahkan, dari 4,99 juta murid SMK pada tahun ajaran 2023/2024, sebanyak 2,14 juta merupakan jumlah murid perempuan.
“Akan tetapi, untuk bidang studi yang terkait dengan STEM, masih didominasi oleh murid laki-laki. Hal ini didukung oleh stigma publik yang membuat peserta didik memilih jurusan atau bidang pendididkan berdasarkan gender, dibandingkan minat dan bakat setiap peserta didik,” tambahnya.
Selain itu, Kiki juga menyampaikan bahwa Pendidikan vokasi memiliki peran penting dalam mengembangkan anak untuk dapat bersaing di dunia industri, termasuk para perempuan.
“Vokasi sebagai pendidikan yang menitikberatkan pada penguasaan keahlian atau keterampilan terapan tertentu, menjadi pemegang peran kunci dalam membekali setiap anak bangsa, baik laki-laki maupun perempuan. Agar bisa terjun langsung dalam dunia kerja atau indsustri, hingga bersaing secara global di masa depan, termasuk dalam bidang STEM,” kata Kiki.
Hal senada juga disampaikan Dian Sastrowardoyo selaku Founder Yayasan Dian Sastrowardoyo. Lulusan Universitas Indonesia itu menilai pendidikan vokasi memiliki peran penting dalam memberdayakan perempuan, khususnya dalam divertifikasi peserta didik.
”Kita harus ingat bahwa pendidikan vokasi membekali peserta didik baik dari sisi praktikal maupun pengetahuan mendalam (teoritikal). Karena kalau kita bayangkan, persaingan itu tidak hanya memikirkan lokal market, tetapi kita juga harus memikirkan bahwa tenaga kerja Indonesia itu bisa bersaing secara internasional. Hal ini membuat diperlukannya divertifikasi pelatihan vokasi yang beragam,” ujar Dian.
“Kami berharap, kolaborasi dan program yang diluncurkan ini juga dapat meningkatkan kesempatan bagi perempuan dalam mengembangkan potensi mereka di sektor STEM. Serta dapat memperluas pandangan mereka dalam melihat kesempatan yang ada, dan dapat bergabung di industri STEM,” pungkas Dr. Kiki.
KOMENTAR ANDA