DATA situs pemantau kualitas udara IQAir menyebutkan Jakarta berada di peringkat pertama Kota Besar Paling Berpolusi di Dunia pada Jumat (24/5) pagi.
Pada data IQAir pada Jumat pagi pukul 05.20 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) kota Jakarta menunjukkan angka 184 alias masuk kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2,5 serta nilai konsentrasi 103 mikrogram per meter kubik.
Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat kualitas udara Jakarta berada dalam kategori tidak sehat khususnya bagi kelompok sensitif, baik untuk manusia, hewan, maupun tumbuhan. Itu artinya, udara berpolusi di Jakarta dapat merugikan tidak hanya manusia tapi juga kerusakan lingkungan.
Berikut ini daftar 10 kota besar dengan kualitas udara terburuk pada Jumat (24/5) pagi.
- Jakarta, Indonesia (184)
- Lahore, Pakistan (164)
- Hanoi, Vietnam (164)
- Kinshasa, Kongo (158)
- Tashkent, Uzbekistan (156)
- New Delhi, India (137)
- Tel Aviv, Israel (129)
- Cairo, Mesir (128)
- Dhaka, Bangladesh (120)
- Baghdad, Irak (114)
Untuk diketahui, berikut ini kategori Indeks Kualitas Udara versi IQAir.
- Indeks Kualitas Udara dan nilai konsentrasi yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia dan hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan ada di kisaran 51-100 dengan rentang PM2,5.
- Indeks Kualitas Udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, juga bangunan maupun nilai estetika adalah 0-50 dengan rentang PM2,5.
- Indeks Kualitas Udara dengan kategori sangat tidak sehat (di atas kategori tidak sehat Jakarta pada Jumat pagi-red) sebesar 200-299 dengan rentang PM2,5.
- Indeks Kualitas Udara yang dapat merugikan kesehatan secara serius dan membahayakan populasi berada pada kisaran angka 300-500.
Daerah Khusus Jakarta telah memiliki Satgas Pengendalian Pencemaran Udara sejak tahun 2023 dengan tujuan mempercepat penanganan polusi udara. Keputusan Gubernur itu juga ditindaklanjuti dengan penambahan 9 stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU) untuk mempercepat penanganan polusi udara di tahun 2024. Jakarta ditargetkan akan memiliki total 25 SPKU pada tahun 2025.
Pertanyaannya, mengapa dengan bertambahnya SPKU justru berbanding lurus dengan memburuknya kualitas udara di Jakarta? Tentu dibutuhkan regulasi lain yang mendukung seperti perluasan zona bebas emisi agar fungsi SPKU berjalan lebih optimal.
KOMENTAR ANDA