Peluncuran FeminisThemis Academy 2024 di Bale Nusa Pakubuwono, Jakarta, Rabu (29/5/2024)/Farah.id
Peluncuran FeminisThemis Academy 2024 di Bale Nusa Pakubuwono, Jakarta, Rabu (29/5/2024)/Farah.id
KOMENTAR

PENYANDANG disabilitas, khususnya perempuan dengan disabilitas, masih mengalami berbagai bentuk diskriminalisasi dan kekerasan. Catatan Tahunan 2023 Komnas Perempuan mengungkap sebanyak 79 kasus kekerasan terhadap penyandang disabilitas sepanjang 2022, di mana tujuh di antaranya dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.

Kasus yang dilaporkan biasanya tidak sebanding dengan jumlah kasus yang terjadi. Selain memiliki kerentanan-kerentanan khusus dan berlapis terhadap kekerasan, perempuan penyandang disabilitas juga mengalami hambatan dalam melaporkan kasusnya, seperti minimnya pengetahuan terkait mekanisme pelaporan dan penanganan kasus yang belum berperspektif disabilitas dan penanganan kasus kekerasan terhadap disabilitas, serta pemulihan yang belum aksesibilitas.

Sadar akan hal ini dan menyambut Hari Lahir Pancasila, komunitas FeminisThemis meluncurkan “FeminisThemis Academy 2024”, sebuah program edukasi mengenai kekerasan seksual dan kesetaraan gender, khususnya pada dunia Tuli. FeminisThemis Academy 2024 ini mendapat dukungan penuh dari Komisi Nasional Disabilitas Indonesia dan Unilever Indonesia.

Menandai peluncuran program tersebut, digelar diskusi awal bertema “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli” di Bale Nusa, Pakubuwono, Jakarta, Rabu (29/5/2024). Diskusi mendorong kolaborasi dalam meningkatkan kesadaran Masyarakat akan isu keadilan sosial bagi perempuan tuli, sekaligus mendukung hak mereka mendapatkan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi.

Adalah Nissi Taruli Fellicia, bersama teman-temannya mendirikan komunitas FeminisThemis sejak tiga tahun lalu. Mereka membawa misi menciptakan komunitas feminis yang inklusif dan edukatif bagi individu tuli, sehingga mampu melawan ketidakadilan serta memperjuangkan kesetaraan gender.

“Ada beberapa tantangan yang sampai saat ini masih dihadapi teman-teman perempuan tuli, yaitu tidak terpenuhinya hak bahasa isyarat sehingga mereka menjadi terbatas untuk berkomunikasi dan berekspresi. Lalu, mereka juga memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi, terutama yang bersifat pribadi seperti mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi,” jelas Nissi saat diskusi di Bale Nusa.

Yang tidak kalah menantang, lanjut dia, adanya kecenderungan victim blaming, di mana banyak masyarakat masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual sehingga membuat penyintas lainnya memilih untuk diam.

Nissi tidak sendiri memperjuangkan hak-hak perempuan tuli. Ia dan FeminisThemis mendapat dukungan penuh dari Unilever dan Komisi Nasional Disabilitas Indonesia.

Kristy Nelwan, Head of Communication sekaligus Chair of Equity, Diversity & Inclusion Board Unilever Indonesia mengatakan, dukungan Unilever berlandaskan pada misi bersama untuk mewujudkan Masyarakat yang lebih adil, beragam, dan inklusif. Terlebih lagi, tujuan dari penyelenggaraan FeminisThemis Academy ini sejalan dengan tiga fokus, yaitu equity, diversity, dan inclusion, yaitu keadilan gender, keadilan untuk penyandang disabilitas, dan penghapusan diskriminasi serta stigma.

Diselenggarakan di Tiga Kota

FeminisThemis Academy 2024 akan berlangsung selama Juni-September 2024 secara hybrid, ditutup pada Hari Bahasa Isyarat Internasional yang diperingati setiap 23 September. Programnya terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu Training of Trainers untuk fasilitator tuli, serta workshop offline di tiga kota: Bandung, Malang, dan Yogyakarta. Juga diselenggarakan rangkaian webinar.

Adapun materi yang akan dihadirkan dalam program ini adalah:

  • Pengenalan anatomi tubuh dan organ reproduksi.
  • Pengenalan pubertas.
  • Hak Kesehatan seksual dan reproduksi dasar.
  • Pentingnya consent dan hak batasan tubuh.
  • Risiko di ruang digital terkait consent.
  • Psychology first aid (PFA) untuk membantu memulihkan beban atau trauma.

Ada pula webinar yang mengangkat materi tentang menjaga data pribadi dalam ruang digital, mitos-fakta di ranah digital terkait hak kesehatan seksual dan reproduksi, kualitas sanitasi pada kesehatan reproduksi perempuan, pengenalan konsep consent, mengenal victim blaming dan dampaknya.

“Program ini diharapkan dapat melahirkan lebih banyak fasilitator tuli yang mampu memfasilitasi isu-isu hak Kesehatan seksual dan reproduksi di komunitas tuli, memberi manfaat pada setidaknya 300 teman tuli, dan menjangkau 10.000 orang di media sosial,” ujar Rifka Dyah Safitri, program manajer FeminisThemis.




Y.O.U Berkolaborasi dengan Love Pink dalam Kampanye #CaringGlow, Bukti Nyata Kepedulian terhadap Perempuan Indonesia

Sebelumnya

Tak Hanya Sekadar Hunian, Summer Home by ID12 Persembahkan ‘Rumah Berlibur’

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E