Ilustrasi ibu dan anak (Freepik)
Ilustrasi ibu dan anak (Freepik)
KOMENTAR

SEIRING perkembangan dunia digital, media sosial menjadi “dunia” yang sangat mengasyikkan untuk bisa mengetahui berbagai peristiwa—penting maupun receh—yang terjadi di sekitar kita maupun di belahan dunia lain.

Tak heran bila banyak dari kita yang silau dengan citra yang ditampilkan orang lain pun sebaliknya, banyak dari kita juga mudah menganggap rendah orang lain.

Salah satu fenomena di media sosial yang menyedihkan adalah fenomena mom shaming.

Secara sederhana, kita dapat menyebut mom shaming sebagai perlakuan (baik tulisan maupun lisan) mempermalukan atau menghina gaya kepengasuhan seorang ibu. Mirisnya, pelaku mom shaming ini biasanya adalah juga seorang ibu atau ibu baru.

Mom shaming di dunia maya banyak dilakukan oleh mereka yang sama sekali tidak mengenal keseharian ibu yang dijadikan objek mom shaming.

Sekalipun marak di media sosial, mom shaming nyatanya juga banyak ditemui di kehidupan sehari-hari. Pelakunya bahkan orang terdekat seperti anggota keluarga besar atau tetangga.

Perlakuan mom shaming berupa kritik pedas, komentar negatif, sindiran pedas, hingga tudingan yang menyalahkan. Padahal si pelaku tidak mengenal ibu yang dikritiknya dan hanya melihat sekilas dari pengasuhan yang dijalankan.

Mungkin si pelaku merasa dirinya paling benar dan tidak pernah salah dalam mendidik anak sehingga dengan mudah bisa menghina dan menyalahkan ibu lain. Atau bisa jadi niat pelaku sebenarnya hanya ingin mengingatkan, tapi caranya terbilang keterlaluan.

Mom shaming, seperti halnya jenis cyberbullying lainnya, sudah pasti menimbulkan dampak buruk bagi objeknya. Seorang ibu yang tidak tahan membaca atau mendengar komentar menyakitkan tentang caranya mengasuh si buah hati, akan merasa down secara mental, menyesali diri, kehilangan kepercayaan diri sebagai ibu, dan yang paling berbahaya adalah merasa gagal sebagai ibu.

Camkan selalu bahwa setiap ibu mempunyai cara tersendiri dalam mendidik anak. Yang terpenting adalah bagaimana ibu dan ayah bisa membersamai anak dengan utuh dan bisa saling mendukung atas peran masing-masing.

Mom shaming atau mommy war lainnya (debat kusir menentukan siapa lebih baik, ibu yang melahirkan secara normal atau sesar, ibu rumah tangga atau ibu bekerja-red) sejatinya tidak boleh diperpanjang. Karena pada hakikatnya, setiap ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Dan cara pengasuhan anak tidak bisa disamaratakan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya, mengingat latar belakang yang berbeda. Sifat dan karakter anak pun berbeda satu dengan yang lain.

Maka jika bunda adalah korban mom shaming, bergeminglah. Tak perlu baper, tapi ambillah hikmahnya jika memang ada kalimat yang mengandung kebaikan. Jangan merasa sedih apalagi terpuruk. Dunia akan terus berputar, maka kita pun akan terus berjalan maju.

Dan jika bunda adalah pelaku mom shaming, entah disadari atau tidak, segeralah berhenti menghina ibu lain. Setiap ibu telah melakukan yang terbaik. Setiap ibu punya pendekatan berbeda untuk bisa mendidik anaknya. Kecuali ada tindak kekerasan terhadap anak atau mengajarkan perbuatan buruk, maka tak perlulah kita mengkritik perjuangan seorang ibu.




Benarkah Gen Z Kurang Siap Menghadapi Tantangan Masa Depan? Ini Kata Erick Thohir

Sebelumnya

Cegah Fatherless Family, Ini Peran Krusial Ayah bagi Perkembangan Anak

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting