Ilustrasi kain batik. (Dok. Batik Danar Hadi)
Ilustrasi kain batik. (Dok. Batik Danar Hadi)
KOMENTAR

KEMENTERIAN Perindustrian mendorong para pelaku industri kecil menengah (IKM) yang berprofesi sebagai perajin batik untuk menggunakan pewarna alam ramah lingkungan, dengan tujuan membidik segmen Gen Z juga milenial yang potensial.

"Kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita, Selasa (16/7).

Penggunaan pewarna alam ramah lingkungan menurut Reni merupakan bentuk adaptasi pelaku IKM batik tanpa mengesampingkan pakem sejarah pembuatan. Hal tersebut dikarenakan para generasi Z menyukai konsep fesyen yang berkelanjutan dan inklusif, sehingga dibutuhkan transisi metode perajin batik guna memanfaatkan potensi pasar di segmen anak muda.

Ditambahkan Reni, konsep fesyen berkelanjutan mengedepankan nilai-nilai dari seluruh aspek atau pihak yang terlibat dalam industri tersebut, seperti aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta bisa diaplikasikan di berbagai rantai pasok. Mulai dari sektor produksi (hulu) menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan hingga sektor hilir yaitu memanfaatkan limbah sisa produksi fesyen.

"Dengan mengedepankan konsep berkelanjutan tersebut, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah,” katanya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan guna memacu penggunaan pewarna alam batik untuk mendominasi pasar Gen Z, pada 13-17 Juli 2024, pihaknya bersinergi dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) menggelar program pendampingan teknis produksi pewarnaan alam di Sentra IKM Batik Tasikmalaya.

Acara tersebut juga merupakan bagian kegiatan yang diadakan dalam rangka menyambut Hari Batik Nasional yang digagas dan dilaksanakan bersama YBI. Sebanyak 25 peserta perajin batik diberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik pewarnaan alam, sekaligus cara pemasaran batik.

Diketahui bahwa penggunaan warna alam di industri batik membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang. Dan hal terpenting dalam penggunaan zat warna alam yaitu adanya pencatatan hasil warna yang dihasilkan dari komposisi bahan baku yang tepat.

“Inilah tantangannya, bagaimana bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam,” kata Dirjen IKMA Kemenperin.

Tak hanya proses kreatif yang pro-fesyen berkelanjutan, Direktur Industri Aneka dan IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan Kemenperin Alexandra Arri Cahyani mengungkapkan para peserta pelatihan juga diberikan materi terkait permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), cara pembuatan Nomor Induk Berusaha (NIB), dan potensi diversifikasi produk.

Termasuk juga pemberian mesin yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok perajin di Sentra IKM Batik Kota Tasik, berupa peralatan pembuatan pasta warna alam dan kompor batik listrik.




Indonesia Raih “Best Tourism Villages 2024" UN Tourism untuk Desa Wisata dengan Sertifikat Berkelanjutan

Sebelumnya

Konten Pornografi Anak Kian Marak, Kementerian PPPA Dorong Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Digital

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News