Penulis berada di depan pintu utama Universitas Al Quaraoiyine di Kota Fez, Maroko/Foto: Ist
Penulis berada di depan pintu utama Universitas Al Quaraoiyine di Kota Fez, Maroko/Foto: Ist
KOMENTAR

Oleh: Budiman Tanuredjo, Wartawan Senior "Satu Meja" Kompas TV

DARI luar sangat jauh dari gambaran kampus ternama di dunia. Lokasinya di tengah bukit dan untuk masuk ke lokasi melalui jalanan kecil yang di kiri kanannya adalah pasar. Universitas Al Quaraouiyine di Kota Fez, Maroko adalah universitas tertua di dunia dan didirikan Fatimah Al-Fihri pada tahun 859. Di kompleks universitas juga terdapat perpustakaan yang masih menyimpan manuskrip-manuskrip tua.

Sejumlah wartawan berkunjung ke Universitas Al Quaraouiyine yang terletak di Kota Fez, Maroko dan perpustakaan. Tujuh wartawan Indonesia itu diterima Presiden Universitas Al Quaraouiyine Amal Jalal.

Guru besar hukum ini datang ke kantor rektorat menyetir sendiri mobilnya. Tanpa sopir. Tanpa ajudan. Padahal, posisi Rektor Universitas Al Quaraoiyine termasuk orang dekat dengan Raja Maroko Mohammad VI. Jabatan Rektor ditunjuk langsung oleh Raja. Dan, Amal sudah menjabat sembilan tahun sebagai Rektor.

Amal Jalal boleh jadi punya hubungan emosional dengan Indonesia dan khususnya dengan nama Presiden Sukarno. Saat bertemu dengan wartawan Indonesia, Amal menceritakan pengalamannya saat ikut menyambut Presiden Sukarno di Rabat pada 2 Mei 1960. Sukarno disambut Raja Maroko Mohammad V dalam kunjungan ke Rabat dan Marakesh.

Kala itu, Maroko baru empat tahun merdeka. Amal Jalal mengisahkan, saat Presiden Sukarno datang dan dia bersama ribuan anak-anak menyambut Sukarno dengan membawa bendera merah putih.

“Sayang waktu itu belum ada kamera sehingga saya tak bisa mengabadikan peristiwa itu,” ujar Amal seraya menambahkan, “Di tempat saya berdiri itulah kini menjadi Sukarno Avenue atau Jalan Sukarno.”

Kehangatan Amal Jalal dengan Indonesia membuatnya terasa akrab dengan wartawan Indonesia. Ia menceritakan bagaimana model pendidikan di universitas yang dipimpinnya, serta sistem Kerajaan Maroko yang berbeda dengan negara lain. Ia begitu antusias memberi penjelasan dalam bahasa Arab soal universitas dan Maroko.

Sebelum menjadi Universitas, Al Quaraouyine memiliki fungsi keagamaan yang sama dengan masjid dan madrasah lainnya, yaitu pengajaran tentang ilmu tradisional Islam yang menjadi landasan ajaran Islam di mana pun. Tiga bidang studi utama bagi siapa saja yang sedang mempelajari ajaran Islam yakni Studi Ilmu Tafsir Al-Quran, Studi Ilmu Hadis, dan Studi Ilmu Fiqh. Perjalanan panjang Universitas Al Quaraouiyine memberikan kontribusi besar dalam studi pemikiran Islam dan melahirkan intelektual dan filsuf yang punya pengaruh besar dalam tradisi pemikiran Islam.

Selain Universitas Al Quaraouiyaine, universitas yang juga tergolong tua adalah Universitas Bologna yang didirikan 1089 yang melahirkan lulusan Nicolas Coppernicus dan Paus Alexander VI. Menyusul kemudian Universitas Oxford di Inggris, Universitas Salamanca tahun 1134, University of Paris, Universiy of Cambridge, University of Al Azar di Kairo, Universitas of Padua, Universitas Montpellier.

Amal Jalal mengisahkan sejarah universitas Al Quaraouiyine, termasuk sejumlah tokoh yang pernah belajar di universitas tersebut. Misalnya, Maimonides dan Gerbert d’Aurillac. Lahir dengan nama Gerbert d’Aurillac di Prancis Selatan sekitar tahun 946, dan lebih dari setengah abad kemudian, ketika Gerbert menjadi Paus (999-1003). Gerbert mengganti namanya dengan Sylvester II.

Yang menarik dari penjelasan Amal Jalal adalah bagaimana Universitas melahirkan lulusan yang bukan hanya kompeten di bidang keilmuan melainkan juga mempunyai akhlak yang baik dan perilaku yang baik. Ujian kompetensi merupakan ujian terbuka. Mahasiswa diuji oleh penguji dari luar Maroko.

“Penguji bisa datang dari Andalusia maupun dari Tanger. Bayangkan itu dilakukan di abad ke-13,” katanya.

Ia mengisahkan ijazah asli dari jurusan kedokteran pada tahun 1207 masih disimpan di lembaga militer di Rabat. Ijazah itu bukan hanya ditandatangani dosen penguji melainkan juga notaris dan Ketua Mahkamah Kota. Selain ijazah, penilaian mengenai akhlak dan perilaku baik dari siswa juga diberikan, pada waktu itu.

Aspek akhlak dan perilaku yang dikembangkan Universitas Al Quarauiyine menjadi relevan selain kompetensi profesional. Karena itu, pada zaman modern kali ini, penilaian aspek perilaku dan akhklah ditulis informal dan diberikan dengan sangat hati-hati.

Dunia pendidikan saat ini, khususnya di Tanah Air, justru sedang dihadapkan pada krisis akhlak dan etika yang parah. Kompetensi profesional sejumlah elite bukan hanya diragukan kompetensi keilmuannya karena publik tidak melihat karya-karya akademis, perilaku dan akhlaknya pun banyak dipertanyakan.

Belajar ke masa silam rasanya menjadi penting. Pendidikan memang bukan hanya melahirkan orang kompeten melainkan orang yang punya akhlak, etika, dan moralitas yang baik dan punya karakter yang baik. Dunia pendidikan akan hancur ketika gelar-gelar akademis diperjualbelikan dan atau diperoleh dengan mengakali segala cara.

Tulisan ini dimuat pertama kali di backtobdm.com, dimuat di sahabatmaroko.com, dimuat di farah.id atas izin penulis.




Taoge Goreng: Kuliner Legendaris dari Bogor yang Nikmat dan Sehat

Sebelumnya

Ketika Cinta Melampaui Batas: Kisah dari Cheers Nursing Home di Quezon City

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Horizon