Ilustrasi perempuan berhijab. (Freepik)
Ilustrasi perempuan berhijab. (Freepik)
KOMENTAR

KEINGINAN yang tidak terkendali sering menjadi pangkal dari terjadinya bencana hati. Ketenangan batin musnah disebabkan riuh-rendah hasrat duniawi yang seperti tiada henti. Terus melimpahnya rezeki bukannya bahagia tetapi dibuat menderita oleh nafsu yang terus merasa kekurangan dan keinginan yang tak henti menuntut.

Nafsu memang tidak terpisahkan dari diri manusia. Dorongan-dorongan hawa nafsu, jika tidak dikendalikan, dapat menyebabkan kerusakan yang menyedihkan. Penyakit-penyakit hati seperti sombong, riya, dan ujub merupakan segelintir contoh akibat dari nafsu yang lepas kendali.

Tatkala hati telah disesaki oleh penyakit-penyakit macam begini, maka cahaya Ilahi yang seharusnya menerangi malah menjadi terhalangi. Inilah peringatan tegas bahwa manusia perlu membersihkan hatinya supaya mampu menerima cahaya kebenaran dari Tuhan.

Imam al-Ghazali pada buku Agar Keinginan Cepat Terkabul (2020: 91) menerangkan:

Manusia juga memiliki nafsu. Karena dorongan hawa nafsunya, seringkali perbuatan manusia berdampak buruk bagi dirinya maupun orang lain. Perbuatan itu membuat hatinya terjangkit penyakit, seperti penyakit sombong, riya, ujub, dan sebagainya. Penyakit-penyakit inilah yang menyebabkan hati tertutup sehingga terhalang oleh cahaya Ilahi (cahaya kebenaran).

Ibnu Athaillah mengatakan, “Bagaimana mungkin hati dapat memancarkan cahaya, sedangkan di dalamnya terlukis gambaran duniawi. Atau, bagaimana mungkin hati dapat menuju Allah kalau ia masih terikat oleh syahwat (keinginan). Bagaimana hati akan mempunyai keinginan yang kuat agar masuk kepada kehadirat Allah padahal hatinya belum suci dari “janabah” (kelalaiannya). Atau, bagaimana bisa berharap agar mengerti rahasia-rahasia yang halus, padahal ia belum bertaubat untuk menebus kesalahannya.

Maka bisa dipahami bahwa hati yang terpenjara oleh keinginan duniawi dan jeratan syahwat tidak akan mampu memancarkan cahaya atau mencapai kedekatan dengan Allah. Hati yang masih terjebak dalam kelalaian dan belum bertaubat tidak akan bisa memahami rahasia-rahasia Ilahiah.

Keinginan duniawi yang berlebihan hanya akan mengotori hati. Nafsu yang tak terkendali akan terus menguras energi secara sia-sia, yang ujung-ujungnya membuat kita tidak pernah merasa puas. Hendaknya kita berhati-hati dalam bertindak dan menghindari hal-hal yang dapat mengotori hati.

Sesungguhnya, bersama hati yang bersih, akan tercapai berbagai keutamaan spiritual, seperti karamah (kemuliaan), hikmah (kebijaksanaan), dan muruah (wibawa). Dengan mengendalikan nafsu dan menjaga kebersihan hati, manusia bisa mencapai kedekatan yang lebih indah dengan Allah dan mendapatkan berkah-Nya.

Imam al-Ghazali (2020: 92) mengingatkan:

Sebagian ulama berpendapat bahwa keinginan terhadap duniawi secara berlebih-Iebihan itu membuat hati jadi kotor (gelap) karena diri ini dikuasai oleh nafsu. Keinginan yang berlebih-lebihan itu hanya menguras energi secara sia-sia. Kita tak akan pernah dapat memuaskan keinginan.

Oleh sebab itu para ulama salaf bersifat wara' (sangat berhati-hati) terhadap sikap demikian itu. Hal itulah yang menyebabkan mereka memilih hati yang bersih, yang mengantarkan kedekatannya kepada Allah Swt. Ditambah pula dengan ilmu agama yang menjadikan mereka memiliki karamah, hikmah, wibawa, kekuatan spiritual yang dahsyat, kedigdayaan dan kesaktian yang tangguh, serta doanya mudah dikabulkan oleh Allah.

Mengendalikan keinginan yang berlebihan bukanlah tugas yang mudah, karena dibutuhkan kedisiplinan dan kesadaran spiritual nan mendalam. Namun, usaha ini sepadan dengan hasilnya. Hati yang bersih dan bebas dari pengaruh nafsu akan memancarkan cahaya Ilahi, memberikan ketenangan batin, dan membawa kita lebih dekat kepada Allah.

Marilah kita selalu berusaha membersihkan hati dari nafsu dan keinginan duniawi yang berlebihan. Dengan demikian, kita dapat membuka diri terhadap cahaya Ilahi dan mencapai kedekatan yang lebih besar bersama Allah.




Menyelamatkan Hati dari Rasa Sakit

Sebelumnya

Bangsa Bermental Merdeka

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur