Neboku, ikon Wibu4planet si pecinta bumi. (Dok. Contentro)
Neboku, ikon Wibu4planet si pecinta bumi. (Dok. Contentro)
KOMENTAR

KRISIS iklim merupakan isu global yang sangat serius. Tapi, bukan berarti harus disuarakan dengan cara yang serius juga, bukan? Seru, menarik, penuh warna. Begitulah komunitas Wibu4Planet menggemakan isu krisis iklim di antara para wibu, sebutan untuk penggemar budaya Jepang.

Wibu4Planet memang baru lahir di awal 2024. Namun, misi yang dibawanya sangat besar. “Komunitas ini didirikan sebagai respons terhadap krisis iklim yang semakin parah dan kami melihat adanya kebutuhan untuk melibatkan berbagai komunitas dalam upaya mengatasi krisis tersebut,” kata Cyva Ardian Pradhika, Digital Campaigner Trend Asia, organisasi masyarakat sipil independen yang menjadi penggagas Wibu4Planet.

Novita Indri Pratiwi, Fossil Fuel Campaigner Trend Asia, menambahkan, Wibu4Planet ingin meningkatkan kesadaran bahwa krisis iklim merupakan ancaman nyata yang semakin terasa dampaknya di seluruh dunia, seperti panas ekstrem atau gelombang panas, serta bencana ekologis, seperti banjir, longsor, dan krisis pangan. “Kami ingin menyuarakan masalah energi kotor yang terjadi di Indonesia, seperti penggunaan batubara, gas, dan co-firing.”

Yuk, berkenalan lebih jauh dengan komunitas Wibu4Planet.

Nekobu, kucing penyayang bumi

Satu hal yang unik dari Wibu4Planet adalah keberadaan maskot bernama Nekobu, yang berarti Kucing Bumi. Di logo komunitas tersebut terlihat Nekobu sedang memeluk bumi dengan erat. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Nekobu sayang pada bumi. Lalu, dari mana mendapatkan ide soal maskot lucu ini?

Cyva bercerita, manga dan anime di Jepang banyak terinspirasi dari kucing. Maksudnya, penggambaran wajah karakternya banyak diambil dari bentuk wajah kucing. Dalam sejumlah seri anime populer, kucing juga selalu muncul sebagai ikon. Maka, Wibu4Planet kemudian memikirkan perlunya maskot yang mewakili budaya pop yang sangat Jepang dan dekat dengan dunia manga.

“Hingga kemudian kami memilih neko, yang artinya kucing. Sebagai simbol bahwa kucing tersebut sayang dan peduli bumi, dan bahwa ia juga merupakan bagian dari bumi, kucing itu diberi nama Nekobu. Nekobu akan mengajak siapa pun menjadi hero dalam perjalanan menyelamatkan bumi dari penjahat lingkungan yang memperparah krisis iklim,” kata Cyva.

Nekobu tampil lengkap dengan ikat kepala bertuliskan nama komunitas yang diusungnya. Ikat kepala ini pun tak lepas dari budaya pop Jepang. Kalau diperhatikan, sebagian besar fanbase digambarkan membawa tas dan poster, dengan mengenakan ikat kepala bertuliskan nama fanbase-nya. “Kami ingin memperlihatkan bahwa Nekobu merupakan bagian dari komunitas Wibu4Planet,” lanjut Cyva.

Agam Zarrah Istanbul (@hansamuagam), seorang wibu dan pegiat budaya pop Jepang, mengungkapkan, Nekobu telah ditampilkan menjadi konten yang menarik. “Nekobu bisa muncul dalam konten bermuatan isu krisis iklim, sehingga konten tersebut menjadi lebih soft. Dengan begitu, Nekobu tak hanya sekadar ditampilkan sebagai maskot yang diam saja. Harapannya, ia bisa muncul lebih sering sebagai konten. Misalnya, dia digambarkan sedang memunguti sampah, atau sedang membaca manga Wibu4Planet.”

Edukasi lewat anime dan manga

Agam berpendapat, para wibu adalah orang-orang yang sangat visual. Cyva sepakat dengan pendapat tersebut. Itulah kenapa, dalam kampanye digitalnya, Wibu4Planet mengadopsi gaya manga dan menampilkan visual yang sangat colourful. Ini salah satu cara Wibu4Planet merangkul wibu di Indonesia.

Komunitas tersebut menerapkan berbagai strategi kreatif dan menyenangkan dengan medium budaya pop Jepang, antara lain melalui anime, manga, dan musik.

“Kami melihat, banyak kampanye yang masih diwarnai bahasa teknis, sehingga sulit dipahami publik. Kami menggunakan pendekatan budaya pop Jepang agar kampanye kami lebih mudah dipahami,” kata Novita.

Wibu4Planet menggunakan cerita dan karakter dari anime dan manga populer untuk mengilustrasikan isu-isu lingkungan. Misalnya, menggambarkan kerusakan lingkungan di Pulau Wawonii, Nekobu berinteraksi dengan aktif dengan karakter anime dan manga dalam komik singkat dan konten kreatif lain.

“Di seri manga singkat, Nekobu masuk ke dalam universe para anime. Kami ingin memperlihatkan isu iklim kepada audiens dengan cara mengangkat cerita-cerita yang sudah ada di manga, sekaligus memperkenalkan Nekobu,” kata Cyva.

Sebenarnya, banyak manga dan anime yang menceritakan soal krisis iklim. Jadi, bagi komunitas wibu, isu iklim bukanlah hal yang baru. Sejumlah seri anime terbaru mengangkat isu tersebut, bahkan ada anime yang secara spesifik mengangkat cerita tentang tenggelamnya kota-kota di dunia.

“Yang belum banyak diketahui komunitas wibu adalah kaitan antara Jepang dan Indonesia. Dalam Perjanjian Paris tertuang bahwa negara maju berkontribusi besar terhadap emisi yang dampaknya kita alami sekarang. Mereka punya tanggung jawab lebih besar untuk membantu negara-negara berkembang, seperti indonesia, untuk beralih ke energi bersih. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya, Jepang sebagai negara maju malah berinvestasi pada energi kotor,” kata Cyva, menjelaskan.

Kolaborasi dinamis untuk sebuah perubahan

Tidak bergerak sendirian, Wibu4Planet melakukan sejumlah kolaborasi dengan influencer, seperti cosplayer, ilustrator, dan KOL pegiat budaya Jepang. Komunitas ini percaya, kerja sama dengan komunitas wibu yang lain, organisasi lingkungan, dan pemerintah, dapat menjadi kunci menuju transisi energi yang adil.

Cyva bercerita, Mei 2024 lalu Wibu4Planet mendapat kesempatan untuk terlibat dalam Anime Festival Asia Indonesia (AFA), yang selalu dibanjiri wibu. Mereka menyajikan kampanye kreatif melalui doujinshi (komik pendek), berkolaborasi dengan penulis dan seniman lokal. Doujinshi tersebut diangkat dari anime, seperti Prince Mononoke, One Piece, Dr. Stone, dan Code Geass.




Baby HUKI dan Nikita Willy Berbagi Tips Bonding Sehat dengan si Kecil

Sebelumnya

Ajang Pameran Produk Elektronik dan Lifestyle GSEI 2024 Disambut Antusias

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E