Laura Meizani Nasseru Asry alias Lolly (kiri) dan Nikita Mirzani Mawardi
Laura Meizani Nasseru Asry alias Lolly (kiri) dan Nikita Mirzani Mawardi
KOMENTAR

KE MANA pun kita berselancar di media sosial dalam dua hari terakhir, rasanya selalu saja ada warganet yang mengunggah atau memparodikan video Lolly yang sedang marah-marah. Video Lolly mengenakan hijab bergo cokelat itu menjadi sedemikian viral, lalu berlanjut hingga muncul video “detik-detik” Lolly dijemput paksa sang ibu, Nikita Mirzani, dari sebuah apartemen untuk diserahkan ke Polres Jakarta Selatan.

Di antara sejumlah video yang beredar, ada unggahan warganet yang menyandingkan dokumentasi saat Nikita Mirzani marah-marah dan saat Lolly marah-marah. Tampak bahwa gestur tubuh, intonasi suara, dan cara menyampaikan emosi keduanya sangat mirip.

Di luar dari hiruk-pikuk masalah ibu dan anak ini, seorang dokter yang juga seorang influencer menyoroti kasus ini dari sudut pandang parenting. Menurutnya, kemiripan ibu dan anak itu dalam meluapkan emosi tidak terlepas dari pola asuh sejak kecil.

Saat anak masih kecil, jika anak terbiasa menyaksikan ibunya marah, maka jangan kaget jika saat dewasa dia pun akan menjadi sosok yang gampang meledak. Ingatlah bahwa anak kecil adalah peniru paling ulung. Anak kecil ibarat spons yang menyerap semuanya, hal baik maupun hal buruk yang ditampilkan orang tuanya. Itulah mengapa orang tua harus sekuat tenaga memberikan stimulus positif saat anak berada dalam golden age.

Dari perkataan dokter tadi, kita kembali menyadari bagaimana tidak mudahnya menjadi seorang ibu.

Terlebih jika dalam kesehariannya, dia juga menjalankan multiperan sebagai ibu bekerja. Atau dia adalah seorang single parent yang tidak ada keterlibatan ayah si anak dalam pengasuhan. Bahkan sekalipun dia adalah seorang ibu rumah tangga yang mayoritas waktunya dihabiskan di rumah, tetap saja mendidik anak di zaman sekarang bukanlah perkara mudah.

Dulu, orang tua bisa dengan tegas menegur anak yang berbuat salah. Di zaman sekarang, menegur dengan tegas dengan mudah ‘dibelokkan’ menjadi kekerasan terhadap anak.

Dulu, orang tua bisa membiarkan anak bermain bersama teman-temannya dengan bebas. Kini, orang tua sangat ketakutan untuk membiarkan anaknya bermain tanpa pengawasan karena maraknya kasus bullying, pelecehan seksual, hingga isu penculikan.

Namun demikian, sekalipun zaman berganti dan banyak norma terpinggirkan, ada tiga hal yang tetap menjadi kunci harmonis orang tua dan anak. Tiga hal itu adalah pemahaman agama, kasih sayang tulus, dan komunikasi antara orang tua dan anak.

Kasih sayang yang tulus akan memancar dari diri orang tua. Tidak peduli seberapa sering ayah atau ibu menegur anak dengan tegas, jika dilakukan dengan bijak dan penjelasan yang masuk akal, maka anak akan memahami bahwa itu adalah bagian dari kasih sayang orang tua.

Selanjutnya, komunikasi yang sehat akan menjadi pertanda bahwa orang tua dan anak juga memiliki hubungan yang sehat. Kedua pihak bisa saling jujur, saling mendukung, dan terbuka untuk menerima masukan.

Yang ketiga adalah pemahaman agama. Inilah pentingnya membimbing anak menjadi hamba yang takut pada Tuhannya. Memiliki anak yang takut Tuhan adalah harapan setiap orang tua yang terpanjat dalam setiap untaian doa.

Anak yang menyadari bahwa perintah Tuhan adalah demi kebaikan hamba-Nya, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi saleh. Pribadi yang selalu bergerak ke arah positif dan bahagia dengan segala kebaikan yang dia lakukan. Ketika anak takut kepada Tuhan, anak akan menghormati orang tuanya. Dan dia bergeming jika ada teman yang mengajaknya menjauh dari Tuhan dan orang tua.

Tidak ada yang mengatakan membekali anak dengan tiga ‘amunisi’ itu adalah hal mudah. Tapi ingatlah bahwa proses tak akan mengkhianati hasil. Sekalipun banyak sekali rintangan dan halangan yang muncul, jangan pernah berputus asa untuk memohon pertolongan Yang Mahakuasa.

Semua tentu berharap setiap orang tua yang berseberangan dengan anaknya akan bisa kembali menyatu. Karena sekali pun pengadilan bisa memberikan surat “putus hubungan ibu dan anak” yang sah secara hukum, hubungan darah tidak akan bisa diputus.

Semoga tak lama lagi kita akan kembali ter-Lolly Lolly namun dengan suasana yang lebih damai. Tanpa kata-kata makian yang kasar. Tanpa tuduhan ini itu. Tanpa dendam. Hidup tanpa drama mungkin membosankan, tapi ingatlah kita hanya sementara hidup di dunia ini.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting