WAKIL Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menekankan pentingnya pembangunan karakter sumber daya manusia (SDM) di peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh pada 22 Oktober. Ia juga mendorong pesantren meningkatkan upaya menghasilkan santri-santri modern di tengah kemajuan zaman saat ini.
“Saya atas nama pribadi dan DPR mengucapkan selamat Hari Santri Nasional 2024 kepada seluruh santri dan komunitas pesantren di Indonesia. Kontribusi santri sangat besar dalam pembangunan bangsa,” kata Cucun Ahmad Syamsurijal, Selasa (22/10).
Pada peringatan HSN ke-10 ini, Cucun menilai ada banyak hal yang dapat direnungkan kembali terkait kontribusi santri di Tanah Air.
“Menjadi panggilan bagi kita semua untuk meneladani semangat perjuangan yang telah diwariskan oleh para ulama dan santri-santri terdahulu,” tutur pimpinan DPR yang tumbuh besar di lingkungan pesantren itu.
Menurut Cucun, ada banyak tantangan yang dihadapi dunia santri saat ini baik yang bersifat sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Salah satunya adalah munculnya banyak isu negatif terkait oknum di Pesantren yang belakangan marak terjadi.
“Maka pendidikan karakter (character building) sangat penting bagi para santri kita,” ungkap Cucun.
Pola pembangunan karakter tak hanya menjadi inti dari tujuan pendidikan nasional, tapi juga inti dalam pendidikan Islam sebagaimana dikemukakan oleh ulama dan cendekiawan Mesir, Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang menyatakan ‘sesungguhnya pendidikan akhlak adalah ruh pendidikan Islam’.
Cucun mengatakan, metode character building harus menjadi prioritas dalam pembelajaran bagi para santri sehingga tujuan dalam Undang-undang No 18 tahun 2019 tentang Pesantren dapat terwujud, yakni bagaimana pesantren menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat dengan baik.
“Banyaknya isu berkaitan dengan masalah krisis moral oknum di pesantren harus menjadi catatan bagaimana implementasi UU 18/2019 dan kehadiran Pemerintah dalam pembinaan dan evaluasi harus berjalan, sehingga entitas pesantren tidak jadi korban,” paparnya.
Cucun menambahkan, UU No 18 Tahun 2019 harus menjadi sarana agar pesantren dapat menjadi wahana pendidikan karakter dan pembinaan moral di dalam masyarakat dan di sekitar lingkungan pesantren itu sendiri.
“Pola bimbingan dan character building di pesantren dapat menciptakan santri sebagai manusia yang memiliki kekuatan iman dan ilmu. Di dalam iman, termuat juga soal akhlak karena memiliki ilmu tanpa akhlak pastinya akan sia-sia,” sebut Cucun.
Doktor administrasi publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) itu berharap, para santri terus melanjutkan perjuangan pendahulunya dengan berpegangan pada iman dan ilmu. Cucun menyebut, santri memiliki tugas mulia lewat berbagai perannya, seperti berdakwah dan pemberdayaan masyarakat.
“Santri merupakan tunas-tunas bangsa yang akan menjadi andalan pembangunan nasional. Oleh karena itu santri harus bertumbuh menjadi individu yang memiliki manfaat untuk sesama dan bagi bangsa serta negara,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Selain soal pendidikan karakter, Cucun juga menekankan pentingnya pesantren menghadirkan pendidikan vokasi bagi para santrinya. Sebab pola pendidikan vokasi sangat dibutuhkan di tengah kemajuan zaman yang menuntut SDM memiliki kemampuan di luar bidang akademik.
“Modal vokasi bisa meningkatkan daya saing santri di berbagai sektor kehidupan. Terutama dalam bidang ekonomi di mana santri juga memiliki peran membangun ekonomi kerakyatan,” jelas Cucun.
Cucun pun memberi contoh sejumlah pesantren yang telah menghadirkan pola pendidikan vokasi. Seperti Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ittifaq di Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, yang memiliki fokus pada kegiatan pertanian atau agribisnis.
Ponpes Al-Ittifaq di Ciwidey tidak hanya fokus pada pendidikan agama saja, tapi juga ke pendidikan pertanian untuk para santrinya. Hasil pertanian yang dilakukan oleh para santri dan pengurus Ponpes Al-Ittifaq dijual ke pasar tradisional, supermarket maupun rumah sakit. Bahkan ada yang disalurkan ke restoran-restoran.
Total ada 120 komoditas pertanian yang dihasilkan Ponpes Al-Ittifaq seperti wortel, tomat, kentang, sayur kale, pakcoy, dan lain sebagainya. Cucun mengatakan terobosan pola pendidikan seperti ini perlu dikembangkan ke pesantren-pesantren yang ada di Indonesia.
“Jadi pesantren tidak cuma memberikan pendidikan konvensional, tapi juga memberdayakan keunggulan yang dimilikinya sehingga menghasilkan manfaat bagi para santrinya dan masyarakat,” ucapnya.
Tak hanya Ponpes Al-Ittifaq, Cucun juga mengapresiasi beberapa ponpes lain yang telah mengembangkan pendidikan vokasi. Di antaranya adalah Ponpes Darussa'adah di kawasan Gunung Manik, Pacet, Kabupaten Bandung, yang memiliki konsep vokasi integrity farming lewat pertanian dan peternakan.
Kemudian ada juga pesantren digital yakni Ponpes Bina Insan Mulia di Cirebon yang memiliki pendidikan kejuruan di bidang broadcasting (pertelevisian), Teknologi Informatika, hingga keperawatan. Ponpes Bina Insan Mulia bahkan memiliki Media Center Pesantren untuk mengenalkan pesantrennya secara lebih luas ke khalayak dan mempermudah komunikasi dengan wali santri.
“Kita juga bisa maksimalkan program Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) Pesantren yang memiliki pendidikan vokasi dalam menyiapkan SDM anak bangsa ke depan. BLKK bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM di kalangan pondok pesantren, sekaligus memajukan ekonomi umat,” terang Cucun.
Untuk mendukung kemampuan santri di tengah era globalisasi ini, Cucun pun menekankan pentingnya menciptakan santri-santri modern.
“Semua santri harus melek digital. Di dunia kemajuan teknologi, menjadi santri modern sudah jadi hal yang wajib. Santri bisa memanfaatkan teknologi untuk berdakwah dan menyebarkan ilmu Islam, karena pasti pesannya bisa lebih mudah sampai terutama di kalangan generasi muda,” urainya.
KOMENTAR ANDA