Tagline yang membawa Donald Trump terpilih lagi jadi Presiden AS. (NYT)
Tagline yang membawa Donald Trump terpilih lagi jadi Presiden AS. (NYT)
KOMENTAR

DONALD Trump dikenal sebagai sosok kontroversial. Kebijakannya terbilang keras, terutama dalam mempertegas posisi Amerika Serikat sebagai negara paling digdaya di muka bumi.

Dalam Pemilihan Presiden AS 2024, Donald Trump menang atas Kamala Harris setelah dipastikan berhasil melampaui ambang batas kemenangan di level 270 Electoral Vote.

Hasil tersebut berbeda dari hasil jajak pendapat yang dirilis sejumlah lembaga survei. Selama ini, popularitas Kamala Harris semakin membaik hari demi hari. Namun nyatanya masih belum kuat untuk menahan laju Donald Trump kembali ke Gedung Putih.

Tidak mengherankan bila sejumlah petinggi Partai Demokrat cenderung menyalahkan Joe Biden atas kekalahan wakil presidennya. Tidak hanya karena kebijakannya yang sangat ‘berat sebelah’ dalam tragedi kemanusiaan di Palestina, tapi juga karena keputusan mundurnya ia dari pencalonan presiden yang dianggap terlambat—sehingga merugikan Kamala Harris.

Namun di luar itu semua, ada satu hal yang disebut-sebut melatari kemenangan Trump: suara muslim Amerika.

“Jangan berani menyalahkan orang Arab dan Muslim Amerika atas kemenangan Trump. Kami tidak mengkhianati Partai Demokrat, Partai Demokratlah yang mengkhianati kami.”

Kalimat itu ditulis Ahmad Ibsais, seorang keturunan Palestina-Amerika, dilansir Al Jazeera. Menurut Ibsais, Partai Demokrat mengkhianati para pemilih yang mendukungnya dalam setiap pemilihan, bukan sebaliknya.

Bagaimanapun, angka-angka yang muncul dari Michigan dan negara-negara bagian medan pertempuran lainnya menunjukkan bahwa kekalahan Demokrat terlalu besar untuk disalahkan hanya pada pemilih Arab dan Muslim.

Demokrat menolak untuk mendengarkan tuntutan dan keinginan utama dari tidak hanya Muslim dan Arab tetapi juga sebagian besar calon pemilih Demokrat. Partai Demokrat tidak menawarkan jawaban dan solusi kepada rakyat Amerika tentang isu-isu utama seperti perawatan kesehatan, perubahan iklim, dan, yang sangat mendesak: mengakhiri genosida.

Fakta menunjukkan sebagian besar orang Amerika ingin melihat berakhirnya dukungan AS terhadap perang brutal Israel di Gaza. Survei pada bulan Februari terhadap 1.232 calon pemilih oleh Data for Progress menemukan bahwa 67 persen, termasuk 77 persen dari Demokrat dan 69 persen dari independent, akan mendukung AS yang menyerukan gencatan senjata permanen di Gaza dan mensyaratkan bantuan militer ke Israel.

Survei itu digelar delapan bulan lalu, sebelum Israel melakukan pembantaian yang tak terhitung jumlahnya, menginvasi Lebanon, dan mulai membersihkan Gaza Utara secara etnis dengan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang. Bisa dipastikan, persentase tersebut saat ini makin tinggi, banyak warga AS ingin negara mereka berhenti mendukung Israel.

Kamala Harris dan Partai Demokrat tidak kalah dalam pemilihan ini karena ada demografi tertentu yang mengkhianati mereka. Mereka kalah dalam pemilihan karena mengkhianati basis inti mereka, termasuk orang Amerika Arab dan Muslim.

Kamala Harris sebenarnya dapat dengan mudah mengamankan suara hanya dengan mencalonkan diri dengan tiket kemanusiaan, termasuk janji untuk menegakkan hukum internasional dan mengakhiri keterlibatan Amerika dalam genosida Israel. Namun yang terjadi, pemerintahan Joe Biden memilih sikap keras kepala.

Mereka mengabaikan keinginan masyarakat dan memusuhi masyarakat sambil mengharapkan dukungan tanpa syarat dari warga Palestina, Arab, dan Muslim Amerika. Padahal yang warga Amerika inginkan hanyalah martabat manusia dan konsistensi moral dalam kebijakan luar negeri.

Donald Trump pun mengakui bahwa kelompok muslim Amerika menjadi salah satu pilar yang mewujudkan kemenangannya menjadi Presiden ke-47. Seperti dikutip dari pidato kemenangannya berikut ini:

Saya akan berjuang untuk Anda, untuk keluarga Anda dan masa depan Anda. Setiap hari saya akan berjuang untuk Anda, dan dengan setiap napas di tubuh saya. Saya tidak akan beristirahat sampai kita telah mewujudkan Amerika yang kuat, aman, dan makmur yang layak untuk anak-anak kita dan yang layak untuk Anda. Ini benar-benar akan menjadi zaman keemasan Amerika. Itulah yang harus kita miliki.

Kampanye ini sangat bersejarah dalam banyak hal. Kami telah membangun koalisi yang terbesar, terluas, dan paling bersatu. Mereka belum pernah melihat yang seperti ini dalam seluruh sejarah Amerika. Mereka belum pernah melihat pria dan wanita muda dan tua, pedesaan dan perkotaan, dan kami memiliki mereka semua yang membantu kami malam ini.

Ketika Anda berpikir, maksud saya, saya melihatnya, saya menontonnya, mereka memiliki beberapa analisis hebat tentang orang-orang yang memilih kami. Tidak ada yang pernah melihat yang seperti ini. Mereka datang dari seluruh penjuru, serikat pekerja, non-serikat pekerja, Afrika-Amerika, Hispanik-Amerika, Asia-Amerika, Arab-Amerika, Muslim-Amerika. Kami didukung semua orang dan itu indah.

Ini adalah momen bersejarah yang menyatukan warga dari semua latar belakang dengan akal sehat yang sama. Anda tahu, kami adalah partai akal sehat. Kami ingin memiliki perbatasan. Kami ingin memiliki keamanan. Kami ingin semuanya menjadi baik, aman. Kami menginginkan pendidikan yang hebat. Kami menginginkan militer yang kuat dan tangguh, dan idealnya kami tidak harus menggunakannya.

Anda tahu, kami tidak memiliki perang. Selama empat tahun, kami tidak berperang kecuali kami mengalahkan ISIS. Kami mengalahkan ISIS dalam waktu singkat, tetapi kami tidak berperang. Mereka mengatakansaya akan memulai perang. Nyatanya, saya tidak akan memulai perang, saya akan menghentikan perang.

“Trump Will Fix It”, kita tunggu.




Sosoknya Kontroversial, Donald Trump Terpilih (Lagi) Jadi Presiden Amerika

Sebelumnya

“Peringatan Darurat” Kembali Trending di Jagat X, Kali Ini Terkait 11 Oknum Pegawai Komdigi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News