KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong upaya perlindungan bagi anak korban eksploitasi seksual konten pornografi melalui layanan pendampingan dan mendukung kebijakan perlindungan anak di ranah daring.
Melalui acara release media terkait perkara tindak pidana eksploitasi seksual anak secara online yang dilaksanakan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) pada Rabu (13/11) terungkap dua kasus pornografi anak.
Kedua kasus tersebut berkaitan dengan penyebaran konten pornografi anak melalui website, eksploitasi anak, persetubuhan dan tindak pidana perdagangan orang. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar menyampaikan data laporan kasus kekerasan seksual melalui SIMPONI PPA tahun 2024 sampai bulan September mencapai 7.167 kasus, 165 dieksploitasi, dan 85 korban perdangan anak.
“Kemen PPPA mengecam kasus eksploitasi anak melalui konten pornografi. Anak tidak hanya mendapatkan tindak kekerasan seksual, namun konten mereka juga disebarkan tanpa izin. Hal tersebut akan memberikan trauma berlipat pada anak karena rekaman kekerasan tersebut akan tersebar dan sulit untuk dihilangkan. Oleh karenanya, upaya perlindungan hukum untuk menuntut keadilan dan pemulihan dari trauma akan terus dilaksanakan oleh pemerintah melalui sinergi lintas sektor untuk menjamin masa depan anak,” ungkap Nahar, dilansir laman resmi Kementerian PPPA (15/11).
Nahar menyampaikan apresiasi terhadap pihak kepolisian yang telah membantu mengungkap kasus-kasus pornografi anak dan mencegah lebih banyak anak menjadi korban. Kemen PPPA juga turut berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) DKI Jakarta dalam memberikan pendampingan hukum dan layanan pemulihan psikologis bagi anak.
“Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan UPT PPPA DKI Jakarta dalam memberikan pendampingan kepada anak korban kasus eksploitasi seksual dan TPPO. Asesmen kasus dan identifikasi kebutuhan korban telah dilaksanakan, termasuk pemeriksaan psikologis untuk menunjang kondisi mental korban. Dari segi kesehatan, visum dan pemeriksaan kesehatan juga telah dilakukan. Lebih lanjut, pendampingan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian dan konsultasi hukum juga sudah diupayakan,” jelas Nahar.
Nahar menyampaikan akan terus berkoordinasi dengan UPT PPPA DKI Jakarta dalam memberikan pendampingan lanjutan untuk mendukung proses pemulihan psikologis korban, memastikan proses hukum berpihak pada korban, dan mengupayakan hak pendidikan anak terus berjalan.
Selain memberikan layanan pemulihan bagi anak, pendampingan bagi keluarga perlu diupayakan agar mereka tidak larut dalam trauma sekunder atas kasus yang dialami. Selain itu, kondisi lingkungan juga perlu mendapat perhatian agar masyarakat tidak memberikan stigma negatif pada korban dan keluarganya.
Ditegaskan Nahar, seluruh masyarakat memiliki peran dalam mencegah perilaku berisiko dan tindak pidana eksploitasi seksual melalui konten pornografi. Peran keluarga dan masyarakat menjadi kunci penting dalam melindungi anak dari kekerasan, terutama di era digital di mana pertukaran informasi terjadi dengan cepat tanpa batasan ruang dan waktu.
Nahar menambahkan upaya perlindungan anak di ranah daring sedang diupayakan pemerintah di tataran kebijakan melalui Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Rancangan Peraturan Presiden Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring. Untuk mendukung kebijakan tersebut, dibutuhkan partisipasi dari masyarakat untuk dapat aktif melaporkan konten-konten asusila yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol. Dani Kustors menyampaikan sepanjang Mei-November 2024 terungkap 47 kasus pornografi anak di ranah daring dan 58 pelaku sudah tertangkap.
Dani menyampaikan pada kasus penyebaran konten pornografi anak melalui website, tersangka OS ditangkap dengan barang bukti 27 situs pornografi yang masih aktif. Sedangkan pada kasus kedua terkait pornografi, persetubuhan anak dan TPPO, tiga tersangka ditangkap dengan satu diantaranya masih berusia anak.
Tiga tersangka tersebut ditangkap karena telah mengeksploitasi anak korban untuk membuat konten pornografi melalui paksaan dan menyebarkan kontennya melalui kanal-kanal media sosial, seperti X dan Telegram.
KOMENTAR ANDA