UMAT Islam di dunia sudah saatnya memiliki strategi pembebasan Al Aqsha dari pendudukan Israel saat ini. Strategi pembebasan harus dimulai dengan perisiapan memperkuat ilmu pengetahuan, dilanjutkan dengan memperkuat persiapan politik dan kemudian melanjutkan persiapan militer.
Selanjutnya juga ditekankan bahwa pembebasan Palestina merupakan tuntutan masyarakat global, tidak hanya dunia Muslim. Tragedi genosida yang terjadi di Gaza saat ini memberi pelajaran agar dunia bergerak bersama untuk menyelamatkan kemanusiaan. Indonesia terlibat aktif dalam upaya pembebasan Palestina, tidak hanya unsur pemerintah dan parlemen, tetapi juga organisasi masyarakat dan tokoh-tokoh informal
Demikian benang merah pemikiran dalam Seminar Internasional secara online bertajuk The Importance of Al Aqhsa in Muslim Global Politics yang diselenggarakan kerjasama Laboratorium Ilmu Politik, Program Magister Ilmu Politik dan Program Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah dengan Asia Middle East Center for Research and Dialog (AMEC) serta Academy for Islamic Jerusalem Studies (ISRA), The United Kingdom, hari Jumat (29/11). Peserta seminar ini sempat menyentuh angka 91 orang di platform Zoom dari berbagai daerah di Indonesia ditayangkan live You Tube.
Syeikh Prof. Dr. Abd Al-Fattah El-Awaisi, Direktur Academy for Islamic Jerusalem Studies (ISRA) sebagai pembicara pertama menegaskan setelah 107 tahun ini tidak ada rencana strategi pembebasan Al Aqsha dari umat Islam di dunia. Tanpa strategi pembebasan itu maka Al Aqsha tidak dapat dilepaskan dari penjajahan. Itulah argumentasi utamanya, kata Prof. Al Fattah, untuk memahami bahwa umat Islam memerlukan rencana strategis. Dan hal itu dipraktekan Rasulullah SAW dalam membuat rencana strategis pembebasan Al Aqsha.
“Untuk mewujudkan langkah-langkah strategis dalam pembebasan Al-Aqsa, kita harus terlebih dahulu memiliki ilmu yang bermanfaat dan relevan dengan tujuan tersebut. Ilmu yang bermanfaat bukan sekadar pengetahuan teoretis, tetapi juga mencakup pemahaman mendalam mengenai sejarah, politik, ekonomi, dan dinamika sosial yang melingkupi isu Al-Aqsa,” jelas Prof. Al Fattah yang berbicara dari Edinburg, Skotlandia.
Langkah selanjutnya, kata Prof. Fattah, adalah persiapan politik dan persiapan militer. Dari Sejarah Nabi Muhammad, persiapan politik dan persiapan militer didasarkan dalam persiapan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu umat Islam harus terus memperkuat persiapan ilmu pengetahuan dalam pembebasan Al Aqsha.
Indonesia Aktif
Sementara itu Wakil Ketua MPR Dr Hidayat Nur Wahid menyatakan, pembebasan Palestina merupakan tuntutan masyarakat global, tidak hanya dunia Muslim. “Tragedi genosida yang terjadi di Gaza saat ini memberi pelajaran agar dunia bergerak bersama untuk menyelamatkan kemanusiaan. Karena zionis Israel tidak hanya melanggar hukum internasional, melainkan juga mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia,” tegasnya.
Selanjutnya, Dr Hidayat Nur Wahid menjelaskan, Indonesia terlibat aktif dalam upaya pembebasan Palestina. Tidak hanya unsur pemerintah dan parlemen, tetapi juga organisasi masyarakat dan tokoh-tokoh informal.
“Kami dari Fraksi PKS pernah mengusulkan RUU Boikot produk Israel. Selain itu, kita juga mendukung upaya Malaysia dan negara lain untuk mengeluarkan Israel dari keanggotaan PBB. Segala upaya untuk memenuhi amanat konstitusi UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945,” katanya.
Dalam seminar ini Direktur Asia Middle East Center for Research & Dialogue (AMEC) Muslim Imran yang berbicara dari Kuala Lumpur menjelaskan bahwa Islam terkait erat dengan Yerusalem. Dan musuh-musuh Islam berusaha untuk menjauhkan umat Islam dari Yerusalem. Muslim mengingatkan bahwa kekuasaan Amerika Serikat terus melanjutkan upaya pendudukan Yerusalem dengan memberikan bantuan ke Israel sampai mencapai tiga milyar dollar per tahun dan bahkan membiarkan ekspansi pemukim liar Israel di wilayah pendudukan Palestina.
Di bagian lainnya, Dosen Prodi Ilmu Politik Miftahul Ulum, MPS., M.Sc., Ph.D. menyatakan perlunyamemetakan bagaimana umat Islam memiliki rencana mengenai masa depan Al Aqsha. Langkah yang perlu dimiliki umat Islam adalah melalukan pemetaan situasi saat ini, mengidentifikasi tren dan pemicunya, melakukan eksplorasi sejumlah skenario masa depan Al Aqsha, memetakan visi masa depan Al Aqsha serta kemudian mengembangkan strategi pembebasan Al Aqsha.
Miftahul Ulum PhD yang baru menyelesakan studi Doktoral dari Warwich University Inggris ini menekankan bahwa informasi yang saat ini dimiliki dan dikumpulkan umat Islam menengenai pembebasan Al Aqsha ke depan menjadi apa yang disebut inforaction yakni mentransformasikan informasi menjadi aksi. Caranya adalah menyatukan visi masa depan menjadi disain aksi nyata.
Program Seminar Internasional bertajuk The Importance of Al Aqhsa in Muslim Global Politics dibuka oleh Wakil Dekan FISIP UMJ Dr Lusi Andriyani mewakili Dekan FISIP UMJ Prof Dr Evi Satispi dan hadir sebagai moderator Dr Asep Setiawan dari Prodi Magister Ilmu Politik, FISIP UMJ. Program yang berlangsung sekitar dua jam dengan panelis berbicara dari Skotlandia, Malaysia dan Indonesia ini merupakan salah satu upaya mempersiapkan konsentrasi Kajian Baitul Maqdis di Program Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
KOMENTAR ANDA