MENTERI Agama RI Nasaruddin Umar menegaskan urgensi mengembangkan kurikulum berbasis cinta di Lembaga pendidikan agama dan keagamaan demi menanamkan rasa cinta sedini mungkin kepada anak-anak Indonesia.
“Tanamkan rasa cinta sejak dini pada anak didik kita sendiri. Saya mohon kurikulum yang dikembangkan ke depan berbasis cinta,” kata Menag Nasaruddin Umar saat memberikan pembinaan bagi Aparatur Sipil Negara Kanwil Kemenag Sumsel, di Aula Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Palembang, Selasa (3/12).
Ditambahkan Menteri Agama, guru lembaga pendidikan agama dan keagamaan tidak semata mengajarkan ilmu pengetahun kepada anak. Lebih dari itu, mereka juga menanamkan nilai-nilai agama.
Karenanya, metodologi pengajaran juga berbeda. Aktivitas di lembaga pendidikan agama dan keagamaan tidak semata belajar, mengerjakan PR (pekerjaan rumah), dan evaluasi, tapi juga diwarnai dengan kegiatan ibadah.
“Guru, sebelum mengajar berdoa, memohon diberkahi Allah Swt. agar kalbu anak-anak didik terbuka bathinnya. Setelah belajar juga berdoa. Seorang guru di madrasah, tidak hanya mengajar, mendidik, tapi berkedudukan sebagai mursyid,” pesan Nasaruddin Umar.
Menag memaparkan, guru besaral dari dua kata yakni ‘Gu’ artinya kegelapan, ‘Ru’ artinya obor. Maka guru itu berarti penerang dalam kegelapan. Di dalam diri guru ada wibawa spritualitas. Selama ini, guru hanya dipahami sebagai pengajar. Sementara, murid, artinya orang yang memiliki kemauan serius untuk mendapatkan ilmu Allah swt.
“Guru menjadi penyambung lidah antara Tuhan dengan murid. Di mana ada murid, di situ ada mursyid, di mana ada mursyid di situ ada murid. Saya mohon, guru madrasah, tirulah kependidikan dalam Islam. Artikan guru sebagai mursyid, bukan hanya transfer ilmu kepada anak, tapi pemberkahan keilmuan,” tegas Menag Nasaruddin Umar.
KOMENTAR ANDA