NEGARA negara ekonomi maju ditandai pendidikan yang maju. Negara-negara seperti Singapura, Finlandia maju karena pendidikan maju dan bermutu.
Demikian disampaikan Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah di hadapan 600 peserta Sidang Tanwir Muhammadiyah di Kupang (5/12). Sidang Tanwir merupakan sidang tingkatan kedua setelah Muktamar, yang dihadiri jajaran Pimpinan Pusat, jajaran Unsur Pembantu Pimpinan, Pimpinan Organisasi Otonom, dan Pimpinan Wilayah se Indonesia. Sidang Tanwir mengambil tema “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”.
Pendidikan bermutu untuk semua merupakan amanat UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, juga amanat UU Sisdiknas no 20 tahun 2023 yang menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu.
“Terkait dengan penugasan saya di kabinet Merah Putih, sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memiliki kewajiban untuk menyediakan Pendidikan Bermutu untuk Semua, merupakan amanat UUD 1945 dan juga amanat dari UU Sisdiknas no 20 tahun 2023, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu”, tegasnya.
Menteri Mu’ti menyatakan harapannya agar Muhammadiyah bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah untuk mewujudkan visi itu. Harapan itu bukanlah tanpa alasan. Muhammadiyah secara nyata telah menjadi pengelola lembaga pendidikan terbesar di Indonesia.
“Perlu saya sampaikan secara nyata Muhammadiyah memiliki peran penting dalam pendidikan nasional. Jumlah sekolah swasta yang paling banyak di Indonesia adalah sekolah yang dikelola oleh Muhammadiyah, begitu pula jumlah murid swasta terbesar belajar di perguruan Muhammadiyah,” papar Prof. Mu’ti, disambut tepuk tangan peserta sidang tanwir.
Data per April 2024 menunjukkan ada 1.054.000 murid yang belajar di sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Jumlah guru terbanyak juga yang mengajar di Muhammadiyah, termasuk guru yang lulus PPPK. Dari 110.000 lebih guru yang telah lulus PPPK, lebih dari 10.000 guru adalah dari Muhammadiyah.
Menteri Mu’ti menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan bersama adalah wajib belajar 13 tahun yang dimulai dari pendidikan pra sekolah. Pendidikan pra sekolah yang paling banyak adalah Aisyiyah, artinya keberhasilan wajib belajar 13 tahun ditentukan oleh ibu-ibu Aisyiyah melalui Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal.
Kerja sama lain dengan Muhammadiyah adalah layanan pendidikan bermutu untuk semua khusus di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Keberhasilan layanan pendidikan di sejumlah daerah 3T perlu mendapat dukungan Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCRPM), dukungan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), dan Lembaga Dakwah Khusus (LDK). Salah satu contohnya, LPCRPM bisa menggarap implementasi Undang Undang satu desa satu PAUD untuk daerah 3T.
Menurut Prof. Mu’ti, di daerah terpencil tidak terjangkau layanan sekolah sehingga dilakukan pendekatan melalui relawan pendidikan atau relawan mengajar. Karena itu bisa bersinergi dengan LDK, selain mengajar juga berdakwah di kalangan komunitas.
Prof. Mu’ti berharap memperoleh dukungan agar program-program pendidikan terus berjalan. Tak hanya ditentukan oleh kualitas pendidikan sekolah Muhammadiyah tetapi juga kualitas guru Muhammadiyah.
“Itulah beberapa hal yang akan saya sampaikan untuk nanti bisa menjadi sinergi bersama dalam memajukan pendidikan bermutu menuju bangsa yang bermutu,” pungkas Prof. Abdul Mu’ti.
KOMENTAR ANDA