Konsultasi Publik “Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Media Massa yang Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri (BEJO’S)
Konsultasi Publik “Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Media Massa yang Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri (BEJO’S)" (16/12) di Menara Bappenas, Jakarta. (FARAH)
KOMENTAR

KEMENTERIAN Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menyelenggarakan acara Konsultasi Publik “Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Media Massa yang Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri (BEJO’S)" pada Selasa, 16 Desember 2024.

Konsultasi publik ini digelar secara hybrid, diikuti jajaran Kementerian PPN/Bappenas, Dewan Pers, ketua asosiasi media, pemilik perusahaan media, serta para wartawan.

Dipandu Bekti Nugroho, konsultasi publik menghadirkan Bagir Manan (Ketua Dewan Pers 2010-2016), Dadang Rahmat Hidayat (Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Padjadjaran), Bambang Harymurti (Dewan Komisaris Tempo Media Group), dan Dahlan Dahi (CEO Tribun Network).

Acara ini dihadirkan sebagai sebuah upaya untuk menyukseskan demokrasi substansial yang memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam menciptakan ruang publik yang kondusif. Dalam hal ini, memastikan media massa mampu menjalankan tanggung jawabnya secara jujur, adil, dan objektif.

“Peran media massa menjadi lebih krusial, sebagai pilar keempat demokrasi, ia menjadi pembentuk opini publik, sehingga harus bersifat edukatif, objektif, dan bertanggung jawab. Masa depan media massa adalah menciptakan masyarakat cerdas, adil, dan beretika, karena itulah kolaborasi pemerintah, pelaku media, dan akademisi menjadi kunci kuat keberhasilan media menjalankan perannya,” ujar Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/Bappenas Nuzula Anggeraini membuka konsultasi publik (16/12).

“Diskusi hari ini bertujuan mewujudkan ekosistem media yang memegang teguh nilai luhur bangsa dan mampu bersaing secara global, rekomendasi hari ini menjadi landasan kokoh membangun media massa yang kuat dan berkelanjutan,” lanjutnya.

Dalam Konsultasi Publik “Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Media Massa yang Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri (BEJO’S)", keempat narasumber memaparkan tantangan-tantangan yang dihadapi pelaku media saat ini dan upaya yang dapat dilakukan untuk beradaptasi dan menaklukkan tantangan-tantangan tersebut demi menjadi media massa yang BEJO'S.

Berbagai tantangan tersebut intinya adalah bagaimana media massa konvensional mampu menyeleraskan idealisme dengan keberlanjutan mereka di tengah gempuran platform digital, terlebih lagi di era AI.

Pertama, terkait ketimpangan regulasi yang diberlakukan untuk media konvensional dan platform digital. Di satu sisi, media konvensional menjadi area yang highly regulated sementara platform digital menjadi area yang unregulated. Kondisi tersebut tentunya kian menyuburkan platform digital.

Kita memahami bahwa regulasi ketat yang diterapkan bagi pelaku media bertujuan untuk menciptakan jurnalisme berkualitas bagi rakyat. Namun menjadi sangat meresahkan karena di sisi lainnya (platform digital) merupakan wilayah bebas tanpa aturan.

Kedua, terkait tantangan kesejahteraan pelaku media. Dengan semakin besar gap regulasi antara media konvensional dan platform digital, maka ‘kue’ iklan platform digital pun semakin besar. Perusahaan media besar pun mengaku kesulitan mendapat pemasukan dari pengiklan.

Akibatnya tentu saja berdampak pada keberlanjutan pelaku media. Sudah banyak perusahaan media gulung tikar maupun mengurangi volume produk media, bertransformasi ke platform yang lebih sederhana, atau mengurangi komposisi perusahaan, yang semua itu berimbas pada kesejahteraan pekerja industri media—terutama wartawan.

Ketiga, terkait trust issue. Media massa selama ini dianggap sebagai pilar demokrasi yang selalu menyuarakan keberpihakan terhadap rakyat. Apa jadinya ketika keberlanjutan media dipertaruhkan sehingga idealisme di editorial board tunduk pada marketing?

Ada yang mengatakan, “Media dulu takut pada penguasa, sekarang takut pada pengusaha”. Apalagi jika pengusaha itu juga menjadi penguasa. Sudah bisa ditebak, kredibilitas media anjlok, masyarakat memiliki trust issue dengan informasi yang dihadirkan, dan merebaklah pseudo journalism alias jurnalisme semu alias jurnalisme pura-pura.

Maka tantangan untuk menyelaraskan idealisme dan keberlanjutan tidak terelakkan lagi dan segenap pelaku media sudah harus memiliki inovasi yang bisa diterapkan secara tepat sasaran.

Inovasi pertama mencakup penguasaan dan pemanfaatan teknologi digital, terutama AI. Pemanfaatan tersebut dapat diterapkan untuk meningkatkan kuantitas produk informasi dalam waktu cepat dan menambah kreativitas desain produk informasi.

Inovasi kedua mencakup optimalisasi marketing digital. Mau tidak mau, marketing digital menjadi satu kunci untuk tidak hanya bertahan tapi juga unggul. Meski demikian, ‘tunduk pada pasar’ juga menjadi satu ‘sub-tantangan’ karena marketing digital benar-benar mematuhi selera pasar dan konsisten untuk mengangkat hal yang viral.

Menyeleraskan idealisme dan keberlanjutan sejatinya adalah tantangan, bukan hal mustahil untuk dilakukan. Bukan berarti mudah, butuh konsistensi dan kreativitas untuk mewujudkannya. Pelaku media pasti bisa menemukan partner kolaborasi maupun pengusaha dengan visi dan misi sama: menjadikan rakyat Indonesia cerdas, bermartabat, dan maju.




Menteri HAM Natalius Pigai Terima Penghargaan "Tokoh Nasional Demokratis dan Berintegritas” dari JMSI

Sebelumnya

Firdila Sari: Perubahan Tidak Menunggu Kesiapan Kita

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News