Ilustrasi kemiskinan. (Freepik)
Ilustrasi kemiskinan. (Freepik)
KOMENTAR

SATU dekade terakhir menjadi perjalanan panjang penuh dinamika bagi Indonesia. Dari pergantian pemerintahan hingga guncangan pandemi COVID-19, masyarakat Indonesia terus bergerak menghadapi tantangan—termasuk dalam upaya menurunkan angka kemiskinan.

Meski jalannya tak selalu mulus, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pencapaian menggembirakan. Pada Maret 2024, angka kemiskinan nasional turun menjadi 9,03 persen—yang berarti hanya 25,22 juta penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan, angka terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Sebagai perbandingan, pada Maret 2014, angka ini masih berada di kisaran 28,28 juta jiwa.

Penurunan ini tak hanya terasa secara nasional, tetapi juga merata di daerah. Baik kota maupun desa menunjukkan tren membaik. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara bahkan menjadi yang paling signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan. Kota-kota besar juga ikut mencatat penurunan, meski tantangan urbanisasi tetap menjadi perhatian.

Menariknya, distribusi pengeluaran masyarakat pun membaik. Rasio gini—indikator ketimpangan—turun dari 0,388 menjadi 0,379, menandakan kesenjangan yang mulai menyempit.

Rata-rata keluarga miskin kini didefinisikan sebagai mereka yang hidup dengan pengeluaran di bawah Rp2,78 juta per bulan. Sebagian besar anggaran digunakan untuk kebutuhan pokok seperti makanan, sementara sisanya untuk pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Pemerintah mengaitkan capaian ini dengan pulihnya aktivitas ekonomi serta kebijakan sosial seperti bantuan tunai dan pengendalian harga pangan. Meski masih banyak pekerjaan rumah, arah perbaikan ini membawa secercah harapan bahwa kesejahteraan bukan sekadar impian, melainkan tujuan yang perlahan mulai terwujud.




Blue Origin Sukses Kirim 6 Perempuan Figur Publik Berwisata ke Luar Angkasa, Berapa Biaya Tiketnya?

Sebelumnya

Air Mata di Balik Gemerlap Lampu Sirkus: Ketika Perempuan Hanya Dipandang Sebagai Atraksi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News