AKTIVIS sekaligus praktisi pendidikan Tamansiswa Darmaningtyas menyatakan apresiasinya terhadap rencana Mendikdasmen Abdul Mu’ti menghidupkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan SMA mulai tahun ajaran 2025/2026.
Menurut Darmaningtyas, kembali ke penjurusan di SMA seperti masa lalu itu merupakan kebijakan yang paling realistis, di tengah keterbatasan jumlah guru ASN, masih adanya regulasi guru harus mengajar minimal 24 jam seminggu guna memperoleh tunjang profesi guru, keterbatasan prasarana dan sarana, serta pertimbangan linieritas dalam melanjutkan studi ke perguruan tinggi dengan bekal landasan yang cukup.
Sistem penjurusan di SMA dinilai memiliki lebih banyak sisi positif dibandingkan dengan tanpa penjurusan. Apa saja sisi positifnya sisi positifnya antara lain.
Pertama, penjurusan sangat membantu membekali murid yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Siswa lebih fokus dalam pembelajaran. Mereka yang berkeinginan melanjutkan ke jurusan teknik misalnya, akan memperkuat mata pelajaran fisika dan matematika. Begitu pula seterusnya untuk jurusan yang lain.
Kedua, siswa sejak awal bisa memilih program studi sesuai dengan kemampuan dan bakat, sehingga belajarnya juga lebih fokus sesuai minatnya. Mereka yang akan melanjutkan kuliah di bidang sain dan teknologi tentu akan memilih jurusan IPA. Sedangkan mereka yang akan melanjutkan ke sastra, sejak awal akan memilih jurusan Bahasa. Pilihan-pilihan ini juga akan sangat membantu memilih fakultas yang akan dimasuki saat mendaftar di perguruan tinggi.
Ketiga, mempermudah tata kelola. Pihak sekolah jauh lebih mudah mengatur jadwal pembelajaran karena kebutuhan guru untuk masing-masing mata pelajaran dalam satu kelas sudah diketahui secara pasti, sehingga ketika jumlah gurunya tidak mencukupi, kekurangannya dapat diprediksi secara pasti. Pemerintah juga lebih mudah memprediksikan kebutuhan guru SMA untuk masing-masing mata pelajaran.
Keempat, penyediaan kebutuhan infrastruktur fisiknya juga dapat direncanakan lebih baik. Berapa kebutuhan ruang untuk masing masing jurusan, berapa kebutuhan ruang laboratorium untuk IPA, IPS, dan Bahasa, dapat dipastikan dari awal.
Darmaningtyas pun menilai kembali ke penjurusan di SMA seperti masa lalu bukanlah suatu dosa, lagi pula masih dalam taraf uji coba.
“Kembali ke penjurusan tidak dosa, karena kebetulan peminatan ini juga baru dalam taraf uji coba, dan ternyata hasil uji cobanya tidak recommended untuk dilanjutkan karena adanya berbagai kendala di lapangan,” tegas Darmaningtyas.
KOMENTAR ANDA