Gedung Kejaksaan Agung RI (Era)
Gedung Kejaksaan Agung RI (Era)
KOMENTAR

KEJAKSAAN Agung menegaskan bahwa institusinya tidak menolak kritik, termasuk dari media massa. Penegasan ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyikapi penetapan tiga tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi.

Menurut Harli, kritik dari jurnalis merupakan bagian penting dalam demokrasi dan kerja jurnalistik. Ia menyampaikan bahwa Kejagung tetap membuka ruang bagi media untuk menyampaikan pandangan, termasuk yang bernada kritis. "Kami tidak pernah antikritik terhadap produk jurnalistik," tegasnya saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu (23/4).

Namun demikian, ia menyoroti bahwa dalam kasus ini, penyidik menilai ada upaya terorganisir menggunakan media untuk menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan Agung. Hal ini bukan soal isi pemberitaan, melainkan niat di baliknya.

Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka: Marcella Santoso (advokat), Junaedi Saibih (dosen dan advokat), serta Tian Bahtiar (Direktur Pemberitaan JAKTV). Mereka diduga bekerja sama menyebarkan narasi negatif tentang Kejaksaan dengan bayaran sebesar Rp478,5 juta, yang kemudian digunakan untuk mempublikasikan berita, menggelar demonstrasi, serta membuat seminar dan podcast.

Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan membentuk opini publik yang merugikan institusi. Para tersangka dijerat dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 KUHP.

Kejagung menegaskan bahwa tindakan ini bukan soal kebebasan pers, tetapi soal dugaan manipulasi opini untuk menghalangi penegakan hukum.




Perkuat Komitmen Perlindungan Anak Demi Generasi Cerdas Indonesia 2045, Ini Tantangan Terbesarnya

Sebelumnya

Pendidikan Antikorupsi ala Kementerian Agama: Sentuh Nurani Lewat Nilai Sufistik dan Kearifan Lokal

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News