DALAM rangka memperingati Fashion Revolution Week 2025, Sejauh Mata Memandang (SMM) berkolaborasi dengan MULIH dan Fashion Revolution Indonesia serta didukung penuh oleh Plaza Indonesia, menghadirkan lokakarya bertajuk Kembali Baik: Belajar Bersama Memperbaiki Pakaian dengan Teknik Sashiko yang digelar pada hari sabtu lalu (26/04/2025) di Function Hall B, Level 2, Plaza Indonesia. Lokakarya ini menjadi bagian dari Mend In Public Day, sebuah agenda global yang diinisiasi oleh Fashion Revolution untuk mendorong lebih banyak orang merawat dan memperbaiki pakaian mereka, alih-alih membuangnya.
Kegiatan ini diselenggarakan sebagai wujud nyata komitmen SMM dalam mendukung gerakan fesyen yang lebih bertanggung jawab dan sirkular. Dipandu langsung oleh Beverly Tandjung selaku Co-Founder MULIH, para peserta belajar dasar-dasar teknik sashiko—seni menjahit dari Jepang yang dikenal akan keindahannya dalam memperbaiki pakaian rusak menjadi sesuatu yang lebih bermakna. Para peserta belajar mengenali potensi dari pakaian lama mereka, dan menemukan kembali nilai dari keterampilan sederhana menjahit.
Fashion Revolution Week adalah kampanye tahunan yang menyatukan gerakan aktivisme fesyen terbesar di dunia selama tujuh hari sebagai peringatan tragedi runtuhnya pabrik Rana Plaza pada tanggal 24 April 2013. Fashion Revolution Week tahun ini berlangsung pada 22–27 April mengangkat tema “Think Globally, Act Locally”, mengajak masyarakat di berbagai belahan dunia untuk mengambil peran aktif dalam membuat perubahan pada kebijakan lokal demi sistem fesyen yang lebih adil dan berkelanjutan. Melalui kegiatan seperti lokakarya Kembali Baik, pesan global ini diterjemahkan ke dalam konteks lokal—dengan mengajak masyarakat untuk memulai perubahan dari hal-hal sederhana—seperti memperbaiki pakaian yang rusak—sebagai bentuk langkah alternatif terhadap sistem produksi dan konsumsi yang berlebihan.
Sebagai gerakan aktivisme fesyen terbesar di dunia, Fashion Revolution hadir untuk mendorong perubahan sistemik dalam industri fesyen global—dari praktik produksi yang tidak adil hingga dampak lingkungan yang merusak. Gerakan ini lahir dari tragedi kemanusiaan yang mengguncang dunia, yaitu runtuhnya pabrik Rana Plaza di Bangladesh pada tahun 2013, dan sejak itu terus menggalang kekuatan kolektif lintas negara untuk menyerukan transparansi, keadilan, dan keberlanjutan dalam rantai pasok fesyen. Di Indonesia, Fashion Revolution tidak hanya menjadi wadah refleksi atas dampak sosial dan lingkungan industri fesyen, tetapi juga ruang kolaborasi yang mendorong aksi nyata dari individu, komunitas, dan pelaku industri untuk menciptakan perubahan dari akar rumput.
“Kami percaya bahwa perubahan tidak selalu harus datang dalam bentuk besar. Tindakan kecil seperti memperbaiki pakaian bisa menjadi awal dari perubahan besar dalam cara kita memandang dan mengonsumsi fesyen. Bersama Sahabat Sejauh serta kolaborator seperti Fashion Revolution dan MULIH, kami ingin memperlihatkan bahwa ada banyak jalan menuju praktik yang lebih bertanggung jawab dan sirkular,” ujar Chitra Subyakto, Pendiri dan Direktur Kreatif Sejauh Mata Memandang.
Safina Maulida, Country Coordinator, Fashion Revolution Indonesia juga menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini menjadi contoh nyata bagaimana komunitas bisa mengambil peran aktif dalam mendorong perubahan. “Gerakan fesyen yang lebih adil memang membutuhkan dukungan dari kebijakan pemerintah yang bermutu, namun memerlukan waktu yang panjang. Dalam proses 'revolusi' yang panjang dan berliku ini, tindakan individu—yang tampak sebagai rutinitas sehari-hari, seperti berkumpul, belajar, dan memperbaiki bersama—menunjukkan bahwa setiap individu punya kekuatan untuk menentukan arah industri ini. Tindakan kolektif ini pada akhirnya juga dapat mendorong perubahan cara pandang pembuat kebijakan terhadap kegentingan isu dalam industri fesyen” ujarnya.
Sejauh Mata Memandang berharap kegiatan seperti ini dapat menginspirasi lebih banyak individu untuk berpartisipasi aktif dalam membentuk ekosistem fesyen yang lebih bertanggung jawab, adil, dan berkelanjutan.
KOMENTAR ANDA