KOMENTAR

HUBUNGAN Maroko dan Indonesia telah dimulai sejak penjelajah Maroko Ibn Batuta menjejakkan kaki di Kerajaan Samudera Samudera Pasai pada abad-14. Dan setelah hubungan diplomatik resmi dua negara dibangun pada tahun 1960,  persahabatan Maroko dan Indonesia terus berkembang selama lebih dari 50 tahun meski jarang terekspos media.

Cikal bakal hubungan diplomatik kedua negara bersemi saat Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Lima tahun setelah itu, Presiden Soekarno berkunjung ke Rabat, ibukota Maroko di tahun yang sama dengan pembangunan jalur resmi diplomatik. Karena situasi politik yang memburuk di tanah air, Kedutaan Indonesia di Maroko ditutup pada tahun 1967, dan baru dibuka kembali 18 tahun kemudian. Adapun Maroko, membuka kedutaannya di Jakarta pada tahun 1986.

Sejak itu, kerjasama antardua negera semakin erat dari tahun ke tahun. Kedua negara saling memberi dukungan terkait urusan politik, bidang pendidikan tinggi, dan tentu saja perdagangan Maroko-Indonesia. Tak hanya dalam jalur diplomatik resmi, hubungan keduanya telah berkembang menjadi persahabatan dan persaudaraan. Terutama karena keduanya adalah negara dengan mayoritas penduduk memeluk Islam.

Dengan semakin terbukanya Maroko, kita melihat bahwa gaya hidup modern telah masuk ke dalam sendi-sendi masyarakat. Bagaimanakah perempuan Maroko (terutama muslimah-red) menyikapi kemajuan dan kesempatan besar yang dapat mereka nikmati sekarang? Seperti apa jika dibandingkan dengan kondisi muslimah di Indonesia, Duta Besar Maroko untuk Indonesia yang sudah bertugas selama hampir dua tahun, Ambassador of His Majesty The King Ouadiâ Benabdellah berbagi kisahnya kepada Farah.

Kehidupan Perempuan Modern Maroko

Persamaan hak sudah dapat dinikmati perempuan Maroko, meski pada realitasnya masih ada sebagian masyarakat yang menyangsikan kemampuan perempuan berdaya di dunia profesional. Toh, perempuan mampu membuktikan mereka bisa. Tidak hanya sejajar, bahkan kerap kali berprestasi lebih baik dari apa yang dihasilkan laki-laki.

F: Seberapa besar peran Ratu Lalla Salma dalam menginspirasi kemajuan perempuan Maroko?

Yang Mulia Raja Muhammad VI memiliki visi dalam memajukan Maroko. Sang Raja membuka jalan untuk Maroko dapat terus berkembang seiring perkembangan zaman modern. Lalla Salma adalah bagian dari visi Sang Raja.

Ratu menunjukkan kasih sayangnya kepada rakyat, bagaimana Beliau dapat begitu dekat dengan segala kalangan, terutama masyarakat miskin. Beliau tak segan membagikan pengetahuan dan memberi masukan bagi rakyat. Kepedulian Ratu Lalla Salma tak hanya di bidang pendidikan dan penyakit kanker, tapi mencakup segala aspek kehidupan masyarakat.

Dalam Islam, ketika ada program untuk memajukan suatu bangsa dan mengubah banyak aturan, diibaratkan sebuah revolusi. Bisa dibilang, visi Raja Muhammad VI terkait kemajuan Maroko—termasuk di dalamnya pemberdayaan perempuan—adalah sebuah revolusi. Ini murni inisiatif Raja. Karena jika menunggu keputusan ulama untuk ‘bergerak’, maka pasti akan memakan waktu sangat lama.

F: Apakah kemajuan tersebut mencakup kesempatan bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki kesempatan meraih posisi tinggi dalam karier?

Di daerah pedesaan Maroko, ini masih menjadi problem. Karena ketika anak perempuan sudah memasuki usia akil baligh, mereka diharuskan untuk tinggal di rumah (mengisyaratkan keharusan mengurus urusan domestik rumah tangga-red). Tapi kini, kaum perempuan memiliki kesempatan yang sama besar dengan laki-laki untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Hebatnya, setiap tahun, predikat The Best Student di perguruan tinggi didominasi mahasiswi. Bisa dikatakan bahwa perempuan Maroko merasa tertantang untuk membuktikan diri bahwa mereka tidak hanya bisa, melainkan dapat melakukan hal yang lebih baik dari laki-laki. Dan saya sangat bangga dengan kondisi tersebut.

F: Apakah kebanyakan dari perempuan memilih bekerja di Maroko atau mencari pekerjaan di luar negeri?

Sebagai negara yang terbuka, warga negara kami juga bebas untuk berkarier di mana saja.  Tak sedikit pula yang memegang jabatan tinggi di suatu lembaga. Salah satu contoh perempuan Maroko yang sukses di dunia internasional adalah Audrey Azoulay, yang pada tahun 2017 terpilih menjadi General Director UNESCO. Ia lahir dari keturunan keluarga Moroccan Jewish dan merupakan anak dari penasihat Raja Maroko, Andre Azoulay. Apa yang dicapai Audrey juga berlaku bagi para perempuan muslim Maroko, mereka bebas memilih berkarier di dalam maupun di luar Maroko.

Dilema Perempuan Modern

Salah satu capaian terbesar zaman modern adalah emansipasi perempuan di berbagai bidang. Kemajuan berpikir dan kesempatan aktualisasi diri yang bertambah luas, membuat perempuan memiliki banyak pilihan untuk hidupnya, dibandingkan beberapa dekade silam. Namun, kesempatan yang luas itu berdampak pada lembaga perkawinan. Kini, semakin banyak perempuan memilih berdaya secara ekonomi dan sosial daripada membina rumah tangga.

F: Bagaimana dengan banyak perempuan yang memilih menunda untuk menikah?

Saya tidak setuju dengan hal itu (menunda pernikahan-red). Karena salah satu perintah agama kita adalah untuk menikah, memiliki keturunan, dan memberi pendidikan terbaik bagi anak-anak kita. Tentu saja, kita tidak bisa mendidik anak dengan baik jika kita sudah tidak muda lagi. Akan sulit bagi kita untuk ada bersama anak-anak saat mereka tumbuh dan berkembang saat kita sudah tidak berada dalam usia produktif. Karena itulah, kita tidak boleh menunda-nunda pernikahan.

Tapi ya…hal itu sulit juga. Dilema. Karena jika salah satu pihak tidak bekerja, maka kondisi ekonomi bisa jadi sulit. Terlebih, masyarakat masa kini sangat konsumtif. Artinya, semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. And those needs need money.

F: Bagaimana menurut Anda tentang perempuan yang memilih fokus berkarier dan meninggalkan keluarga?

Ini jelas tidak dibolehkan dalam agama maupun dalam tata sosial kemasyarakatan. Yang dibutuhkan adalah orangtua yang utuh (ayah dan ibu) untuk dapat mendidik anak-anak dengan baik. Yang terjun bukan hanya ibu, bukan hanya ayah. Karena bagaimanapun juga, anak yang tidak merasakan kehadiran kedua orangtuanya di masa tumbuh kembangnya, ia akan kehilangan makna keluarga. Anak tersebut akan kesulitan menentukan langkahnya di masa depan. Tidak tahu harus bagaimana dan mau jadi apa.

Anak itu tidak punya pijakan kokoh. Ia kekurangan rasa cinta dari keluarga yang utuh higga tumbuh tanpa rasa sensitif atau kepekaan. Ini berbahaya. Karena itulah, masyarakat membutuhkan pasangan yang benar-benar mencurahkan hati dan pikirannya untuk keluarga. Jangan sampai anak tumbuh menjadi hasil didikan asisten rumah tangga atau pengasuh.

F: Bagaimana pandangan Anda terhadap perempuan yang terjun ke politik?




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women