Para politisi perempuan bekerja dua kali lebih keras dari kami, para laki-laki. Saya bekerja dua jam, mereka bekerja empat jam. Mereka selalu melakukan lebih dari laki-laki. Saya sudah 24 tahun berkecimpung di politik. Saya bekerja dan ‘hidup’ dengan rekan politisi perempuan. Tapi ya, inilah realitas yang harus dihadapi di Maroko. Masyarakat belum bisa 100% dapat melihat kedudukan perempuan sama dengan laki-laki.
Meskipun keterbukaan sudah berjalan, masyarakat tetap belum bisa memandang sama laki-laki dan perempuan (dalam hal politik). Tapi para politisi perempuan ini benar-benar bekerja keras, lebih serius. Kami masih berupaya keras agar kuota 35% dari 365 kursi parlemen diisi perempuan. Namun di sisi lain, sudah banyak juga perempuan yang menjadi pemimpin daerah (walikota) dan kedudukan tinggi lain. Sekali lagi, there’s so much similarities between Morocco and Indonesia.
F: Adakah politisi perempuan yang menjadi ikon di Maroko? Seperti misalnya Benazir Bhutto atau Margaret Thatcher….
No. Di Amerika Serikat atau Inggris misalnya, peran media memang dapat mengeksploitasi kesuksesan seorang tokoh hingga mereka menjadi bintang atau pahlawan. Hal ini tidak berlaku di Maroko. Pun dalam agama Islam, kita dilarang memuja seseorang begitu tinggi. Bahwa kesempatan yang sama berlaku untuk semua orang. Lagipula, kami adalah negara berlatar kerajaan. Maka semua berpusat pada raja dan kekuasaan akan berpindah ke anak cucunya. Jadi, tidak ada pengistimewaan terhadap seseorang.
Islam, Muslimah, dan Hijab
Bicara tentang muslimah masa kini, tidak bisa lepas dari industri fesyen yang booming di seluruh dunia. Tak terkecuali Maroko dan Indonesia yang memiliki muslim sebagai penduduk mayoritas. Namun, meskipun aturan tentang Islam diberlakukan dengan ketat di Maroko, perkembangan moslem fashion di sana belum sebombastis di Indonesia.
F: Apakah Maroko mewajibkan hijab bagi para muslimah?
It’s free. Di Maroko, masih ada institusi atau perusahaan yang membuat aturan ketat tentang hijab. Misalnya dalam bidang penerbangan, Royal Air Maroc—maskapai nasional—memberlakukan peraturan para pramugari yang bertugas di pesawat untuk tidak mengenakan hijab. Jikalau tetap ingin berhijab, maka muslimah tersebut dapat bekerja di posisi lain. Di Indonesia, saya pernah membaca berita tentang sebuah institusi di Yogyakarta melarang masuk seorang muslimah yang mengenakan niqab (cadar). Ya, hal-hal seperti itu memang kerap memunculkan pro dan kontra.
Banyak ulama bahkan mengatakan bahwa hijab adalah inside the heart. Dan perdebatan tentang apakah hijab masuk dalam ajaran Islam, kebudayaan Arab, atau bagian dari fesyen juga terus berlangsung. Termasuk apa yang boleh dikenakan, dan apa yang tidak.
F: Apakah hijab juga menjadi sebuah tren di Maroko, dan menjadi industri yang semakin hari semakin besar seperti di Indonesia?
Indonesia is a very big market. Maka tak heran jika busana muslim dan hijab bisa menjadi tren dan berkembang menjadi industri kreatif yang menghasilkan keuntungan besar. Termasuk juga seputar produk-produk halal.
Di Maroko, pertumbuhannya belum melesat seperti di Indonesia. Selama 20 tahun terakhir, melalui perbincangan di media-media, hijab dan fesyen muslim berkembang. Para perancang busana pun telah bekerja keras mengangkat busana muslim.
Dalam budaya kami, busana muslim yang paling populer adalah kaftan. Ini adalah sebuah mahakarya yang banyak menginspirasi lahirnya ragam model kaftan di berbagai belahan dunia. Kaftan asli Maroko harganya sangat mahal, semua detail dan ornamen dikerjakan dengan tangan. Pengerjaan satu helai kaftan dapat memakan waktu satu bulan. Dan kaftan inilah yang dimodifikasi agar dapat dikenakan oleh perempuan dari berbagai lapisan masyarakat. Dan kini, kaftan dikreasikan bersama dengan hijab.
F: Bagaimana dengan mursyidat, apakah peran mereka masih berlangsung hingga kini?
Ya, Anda bisa datang langsung ke masjid-masjid di Maroko untuk melihat para mursyidat bertugas. Mereka menjawab segala permasalahan yang Anda tanyakan, juga memberi irsyad (nasihat) kepada para perempuan muslim.
Mursyidat memberi pemahaman yang sama tentang Islam kepada rakyat Maroko. Ini merupakan titah Raja agar rakyat tidak memiliki persepsi sendiri-sendiri tentang Islam sekaligus untuk mengerem ekstremisme. Karena jika Anda menonton tv, banyak sekali paham dan mazhab yang mengatakan A, B, C, dan seterusnya tentang Islam. Sang Raja telah mengatakan bahwa “Kita tidak boleh membiarkan masyarakat kita terpolusi oleh berbagai pendapat dari luar.” Karena itulah, peran para Imam, juga mursyidin (laki-laki) dan mursyidat sangat penting.
Mursyidat menjadi penting untuk bekerja pada tiga tingkatan. Pertama, untuk masyarakat Maroko. Kedua, untuk komunitas Maroko yang tinggal di luar negeri. Banyak dari mereka menetap di negara Eropa seperti Perancis, Spanyol, dan Italia.
Dan ketiga, untuk melawan terorisme yang mengancam dunia. Untuk melawan mereka yang berbicara dan bertindak atas nama Islam. Kondisi tersebut sangat berbahaya. Karena itulah, banyak imam dari negara-negara lain yang datang ke Maroko untuk sharing. Atau, kami mengirim mursyidin dan mursyidat ke negara lain. Saat ini kami juga telah bekerja sama dengan banyak negara di Afrika. Karena bagaimanapun juga, kita sebagai muslim harus menghormati keberagaman. Itulah salah satu prinsip dalam Islam yaitu membawa rahmah bagi semua.
F: Kolaborasi apa saja yang dapat dijalin antara perempuan Maroko dan Indonesia?
Kita dapat mengadakan culture festival, sebuah acara yang dilandasi rasa persahabatan. Jadi tidak harus masuk dalam ‘bahasa’ resmi diplomatik. Maroko dan Indonesia adalah dua negara yang sama-sama authentic dalam hal budaya. Misalnya saja tentang kuliner dan fesyen. Indoensia dan Maroko memiliki identitas kuliner yang diakui masyarakat dunia. Juga dengan kekayaan wastra Indonesia dan kaftan khas Maroko.
Tak hanya seputar makanan dan busana, kita juga dapat mengadakan kolaborasi di jenjang pemberdayaan perempuan, misalnya seputar wirausaha dan bisnis. Kita bisa bertukar pengalaman oleh para eksekutif perempuan. Bagaimana mereka bekerja keras di dunia profesional yang didominasi laki-laki dan mengubah paradigma dari “tidak bisa” menjadi “sangat ahli’. Dan tentu saja diperlukan peran media untuk mendorong perubahan tersebut.
KOMENTAR ANDA