PASANGAN pengantin baru ini naik podium tertinggi, membuat lagu Indonesia Raya membahana ke antero dunia diiringi berkibarnya Sang Saka Merah Putih. Inilah kisah patriotik yang dibalut romansa cinta dua pendekar kebanggaan Indonesia.
Kesuksesan Iqbal Candra Pratama dan Sarah Tria Monita ‘mengawinkan’ medali emas dari cabang Pencak Silat di Asian Games 2018 mengingatkan masyarakat pada pasangan emas bulutangkis Olimpiade 1992, Alan Budikusuma dan Susi Susanti. Kejuaraan Dunia, SEA Games, dan PON dalam dua tahun mendatang menanti di depan Iqbal dan Sarah. Kepada Farah, keduanya berkisah tentang kerja keras menyongsong berbagai ajang kejuaraan sekaligus pengalaman membina rumah tangga baru.
F: Disebut-sebut sebagai The Next Alan-Susi, bagaimana perasaan kalian?
I: Alhamdulillah, sangat bangga. Terlebih lagi karena kami berhasil mengangkat nama pencak silat menjadi kian dikenal.
S: Alhamdulillah, senang sekali. Setelah sekian lama, akhirnya Indonesia bisa kembali ‘mengawinkan’ emas di kancah internasional.
F: Kini kalian sangat disorot masyarakat. Bagaimana menyikapinya?
I: Disorot karena berprestasi, Alhamdulillah. Ini memacu kami untuk latihan lebih keras lagi agar selalu meraih hasil yang baik.
F: Bagaimana kalian bisa jatuh cinta dengan Pencak Silat?
I: Karena orangtua saya adalah atlet Pencak Silat juga, sejak kecil saya sudah terbiasa dengan silat. Ditambah lagi, silat itu adalah olahraga dengan rasa kekeluargaan yang sangat erat dan merupakan budaya asli Indonesia. Ada perasaan oh, berarti saya harus membesarkan silat dan membuat silat itu keren.
S: Saya sempat mencoba menekuni beberapa cabang olahraga, tapi akhirnya memilih Pencak Silat. Atmosfer latihan yang selama ini saya jalani sangat mendukung saya untuk berkembang. Bisa dibilang silat adalah ‘jodoh’ sekaligus takdir bagi saya.
F: Adakah momen yang membuat kalian down? Bagaimana untuk bisa bangkit lagi?
I: Saya sempat sangat down saat kalah pertama kali di SEA Games 2017 Malaysia, melawan Thailand. Alhamdulillah, keluarga dan orang-orang terdekat sangat mensupport. Mereka bijak, tidak men-judge, membuat saya berpikir bahwa masa depan saya masih terbentang luas.
F: Apakah kalian saling memberi masukan tentang penampilan masing-masing?
I: Lebih kepada sharing, memberi masukan. Tapi untuk perbaikan-perbaikan, kami percayakan kepada pelatih.
F: Jika ada waktu luang, apa yang kalian kerjakan?
I: Biasanya bermain futsal atau basket dengan teman-teman kampus. Pada dasarnya, saya suka semua jenis olahraga.
S: Dulu saya sempat mau jadi atlet voli...jadi ya, sering main voli juga.
Iqbal mulai masuk dunia pencak silat pada usia 10 tahun, sekitar tahun 2007. Tiga tahun berjalan, barulah ia bertekad menekuninya. Menghabiskan waktu remajanya di Samarinda, Iqbal yang berdarah Minang ini mulai mengikuti berbagai kejuaraan tingkat daerah hingga tingkat nasional. Di ajang kejuaraan jugalah Iqbal bertemu Sarah yang begitu memikat hatinya pada ‘pandangan pertama’.
Di tengah padatnya jadwal pelatnas, Iqbal dan Sarah tetap memelihara tekad untuk menyelesaikan kuliah yang tertunda hampir tiga tahun. Iqbal masih tercatat sebagai mahasiswa di Jurusan Olahraga Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur sedangkan Sarah adalah mahasiswa Manajemen STIE Urip Sumoharjo, Surabaya. Tak disangka, saat di Pelatnas, di usia yang terbilang muda 22 tahun, Iqbal dan Sarah justru memilih untuk menikah.
F: Bagaimana dengan kuliah kalian?
I: Pendidikan tetap nomor satu. Saya dulu sempat mendapat beasiswa untuk Teknik Kimia. Kemudian sempat di Hubungan Internasional dan jurusan Bahasa Inggris. Tapi memang sulit meminta izin untuk latihan dan mengikuti kejuaraan. Sampai kemudian ada yang menganjurkan masuk jurusan Olahraga agar lebih mudah cuti kuliah jika ada kejuaraan.
S: Selama di Pelatnas, mau nggak mau memang harus cuti kuliah. Tapi saya tetap berjuang untuk lulus.
KOMENTAR ANDA