SEJAK menikah tahun 2011, kehidupan Sigit Purnomo Syamsuddin Said alias Pasha Ungu dan Adelia Wilhemina terlihat begitu harmonis. Kemesraan Pasha-Adel juga tampak jelas di single Penghujung Cintaku yang dinyanyikan keduanya. Empat anak lahir dari pernikahan Pasha-Adel: Dewa Hikari Zaidan Ibrahim, Sakha Dyandra Sultan Yusuf, Aliyan Akhtar Raja Sulaiman, dan Princess Kayla Mutiara Pasha.
Mengembangkan potensi diri yang dimiliki sekaligus keinginan mengabdi bagi kepentingan rakyat, Pasha kemudian memilih berkarir politik. Ia berhasil menjabat posisi Wakil Walikota Palu sejak tahun 2016. Meninggalkan ingar-bingar dunia entertainment yang mewarnai kehidupannya selama hampir dua dekade bersama Ungu. Hari-hari Pasha dan Adel pun diwarnai pengabdian untuk rakyat Palu.
Lalu tibalah tanggal 28 September 2018, hari yang akan selalu diingat rakyat Indonesia. Hari itu, gempa dan tsunami melanda Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Bencana dahsyat yang memakan korban jiwa lebih dari 2000 orang dan kehancuran berbagai infrastruktur kota. Bahkan semua rumah di kelurahan Petobo dan Balaroa terkubur di dalam tanah setelah likuifaksi akibat gempa.
Setelah Lombok, Indonesia kembali berduka menyaksikan luluh-lantaknya Palu dan Donggala. Rakyat Indonesia menyaksikan jenazah-jenazah bergelimpangan dan bangunan-bangunan rata dengan tanah. Rakyat terhenyak menyaksikan tangis pilu mereka yang selamat dari bencana dan kehilangan ayah, ibu, kakek, nenek, anak, saudara, dan kerabat.
Saat gempa, Pasha dan Adel sedang berada di rumah, bersiap untuk berangkat ke Festival Palu Nomoni. Seketika listrik padam, mereka pun bersusah payah pergi keluar rumah untuk pergi ke lapangan terbuka. Gempa nyaris terjadi terus-menerus setiap jam.
Pasha dan Adelia sempat mengalami shock melihat kondisi masyarakat Palu. Di awal bulan November, tercatat masih ada lebih dari 80 ribu orang tinggal di tempat pengungsian. Perlahan, Palu mulai menggeliat. Mencoba bangkit dari kehancuran fisik dan mental yang diakibatkan bencana. Bagaimana perjuangan Pasha dan Adel menghidupkan kembali denyut nadi Palu?
F: Apa saja yang dilakukan Adel dan dinas terkait untuk para korban, terutama ibu dan anak-anak di pengungsian?
AW: Fokus kami saat ini adalah trauma healing. Untuk anak-anak, kami mengajak mereka melakukan berbagai kegiatan yang positif. Pemerintah Palu bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan juga para relawan yang memang fokus membuat program khusus untuk anak-anak. Pemerintah juga sudah mendirikan sekolah darurat agar kegiatan belajar mengajar bisa kembali berjalan meskipun dalam kondisi seadanya. Sekolah-sekolah ini didirikan di dekat lokasi pengungsian yang jumlahnya besar. Anak-anak juga dimotivasi agar kembali tersenyum dan merasa senang dengan permainan dan hadiah untuk mereka.
Saya setiap hari mengunjungi posko-posko, mengawasi langsung kegiatan-kegiatan yang dijalankan di sana. Di sore hari banyak anak yang mengaji bersama. Alhamdulillah, hati saya senang sekali melihat hal itu.
F: Seperti apa kejadian tanggal 28 September 2018 yang Adel dan Pasha alami?
AW: Ini adalah pengalaman hidup kami yang paling membekas. Walaupun kami sering terkena gempa selama berada di Palu, tapi gempa ini adalah yang paling dahsyat. Ibaratnya seperti kiamat. Palu lumpuh total setelah kejadian ini. Tidak ada listrik, tidak ada bahan bakar minyak, benar-benar terisolir.
Saya tahu ada tsunami ketika Pasha berangkat ke anjungan tempat warga Palu akan melaksanakan Festival Palu Nomoni. Dia cerita banyak mayat di sana dan gempa masih terus terjadi. Kami benar-benar shock ketika ada tsunami dan likuifaksi akibat gempa. Ternyata ada dua kelurahan, Petobo dan Balaroa, yang seluruh rumah di sana terkubur.
F: Seperti apa kondisi Palu saat ini?
AW: Alhamdulillah Palu mulai kondusif. Listrik sudah berfungsi total, pasar-pasar mulai buka kembali, para pedagang mulai berjualan lagi, supermarket juga sudah beroperasi lagi. Masa tanggap darurat sudah selesai. Sekarang tahap transisi untuk pembangunan hunian sementara bagi para pengungsi yang rumah mereka benar-benar hancur dan tidak layak ditinggali.
F: Seperti apa Adel melihat rasa kemanusiaan yang timbul akibat bencana ini?
AW: Kejadian ini memang luar biasa karena bencana yang datang bukan hanya satu, yaitu gempa, tsunami, dan likuifaksi. Saya dan suami mewakili Pemerintah Kota Palu mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh rakyat Indonesia dan juga masyarakat mancanegara yang berempati dan sigap ikut andil menyumbangkan bantuan kepada kami. Kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Presiden, TNI, Basarnas, BNPB, BNPD, para relawan dari dalam dan luar negeri, juga pihak-pihak lain yang bersinergi tanpa lelah untuk melakukan evakuasi korban dan mendistribusikan logistik untuk para korban bencana. Juga kepada para relawan yang saat ini terus mengupayakan trauma healing, khususnya bagi anak-anak di Palu. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang kalian curahkan pada kami.
Saya meyakini bahwa bencana ini datangnya dari Allah Swt. dan sebaiknya kita kembalikan lagi kepada Allah. Pasti ada hikmah dan tujuan dari apa yang kita alami. Untuk itu, mudah-mudahan kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.
F: Beredar foto Adel dan Pasha tidur bersama para korban di posko pengungsian. Dengan begitu banyak hal yang harus diurus, bagaimana Adel dan Pasha menjaga kesehatan?
AW: Lima hari setelah gempa, saya langsung turun ke pengungsian. Saya terjun langsung membagikan bantuan dari teman-teman, terutama yang datang dari Jakarta. Tidak dapat digambarkan perasaan saya bertatap muka langsung dengan para korban, terutama anak-anak kecil. Saya pun langsung bermain bersama mereka, berusaha menghilangkan sedikit ketakutan mereka.
Saya dan Pasha berusaha menjaga kesehatan kami karena kami sadar masih banyak hal yang harus kami lakukan untuk menghidupkan kembali semangat masyarakat Palu. Untuk saat ini, ‘vitamin’ bagi saya adalah mendampingi suami, menyemangatinya dari dekat, dan menemaninya melakukan berbagai kegiatan terkait recovery Palu. Karena itulah saya memilih tetap berada di Palu bersama suami. Saya yakin begitu juga sebaliknya, dukungan dan kehadiran saya adalah penyemangat bagi Pasha dalam menjalankan tugas-tugasnya.
F: Seperti apa Pasha dan Adel saling mensupport terutama dalam melayani masyarakat Palu?
AW: Kami saling menguatkan dan mendoakan. Saya bertahan di Palu untuk bisa terus menyemangati suami saya meskipun terkadang merasa sedih karena kangen dengan anak-anak yang saat ini berada di Bogor. Insya Allah, nanti jika kondisi sudah lebih baik, saya akan bisa secepatnya bertemu anak-anak. Tapi untuk saat ini, warga Palu benar-benar membutuhkan dukungan dan semangat dari kami, karena tugas kami adalah melayani masyarakat.
KOMENTAR ANDA