KOMENTAR

NAMA Sri Murni yang akrab disapa Bude ini menjadi panutan bagi para ibu anak berkebutuhan khusus (ABK). Perjuangan Sri Murni dalam mengurus anak keduanya, Faisal Hakim (22), menjadi kisah penuh hikmah yang layak diteladani. Bude yang menetap di Semarang ini memilih wirausaha untuk melatih kemandirian sekaligus menjadi bekal masa depan sang anak.

Faisal didiagnosis sebagai anak dengan autisme pada usia tujuh tahun. Bisa dikatakan “amat terlambat”. Faisal sempat tidak bisa berbicara dalam waktu enam tahun. Dalam kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik, Sri Murni tidak mampu mengupayakan terapi delapan jam yang seharusnya diperoleh Faisal. “Jangankan delapan jam, terapi dua jam sehari pun saya tidak mampu,” kenang Sri Murni saat berbicara di hadapan anggota Forkasi (Forum Komunikasi Orangtua Anak Spesial Indonesia) Chapter Depok.

Ia kemudian berkesempatan bertemu dengan Dedi Ekadibrata, Founder Forkasi di Bulungan, Jakarta yang menyebutnya seorang ibu yang penuh semangat. Ya, bagi Bude, ia memang hanya memiliki semangat dan sabar. Dua senjata inilah yang dipegang kuat Sri Murni dalam perjalanannya mendidik Faisal. Berbekal kenalan Bude, dua hari sekali Faisal mengikuti terapi dua jam. Namun Sri Murni mengatakan kepada sang dokter bahwa ia bertekad melakukan sendiri terapi 24 jam untuk Faisal.

Ia lalu menyekat dapurnya agar memiliki ruangan kecil. Di ruangan itulah, Sri Murni menjadi guru bagi Faisal. Belajar menghitung menggunakan lidi. Saat memandikan Faisal, Bude menyanyikan lagu tentang alfabet. Bude mengaku menggunakan cara-cara tradisional dalam mendidik Faisal. Tidak seperti orangtua lain yang dapat memasukkan anaknya ke tempat terapi dalam hitungan waktu yang cukup, juga membelikan berbagai mainan dan alat peraga pendidikan. Adapun di luar ‘kelas’, Faisal adalah anaknya. Dan saat bermain bersama, Faisal menjadi teman bagi Bude. “Jika dia alergi, sayalah dokternya,” ujar perempuan kelahiran Sukoharjo ini tentang pentingnya peran seorang ibu.

Menurut Bude, ibu memiliki anugerah berupa insting untuk mendampingi anak dan memenuhi kebutuhannya. Ia mencontohkan, jika anak alergi, dokter pun tidak tahu terjadi karena makan apa, jam berapa. Ibulah yang memberitahu dokter. Karena itu, ibu harus mampu menjadi dokter bagi anaknya. Ibu juga harus mampu menjadi psikolog terbaik bagi anaknya, karena Ibulah yang paling memahami karakter anak dan kesehariannya.

Ibu juga harus sigap menghadapi masalah yang hadir dalam keseharian bersama anak. Ibu harus mampu menjadi sosok yang bijak dan kuat dalam kondisi apapun. Ketika Faisal didiagnosis autis, Sri Murni total mengabdikan hidupnya untuk membimbing si bungsu. Keterbatasan tidak membuatnya menyerah. “Saya jalan terus,” kata Bude.

Tembok rumah penuh dengan tulisan sebagai sarana belajar bagi Faisal.

Mendidik ABK tentulah membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra, terutama dalam menjaga semangat agar tidak mudah runtuh. Sri Murni mengaku ia hanya memasrahkan segalanya kepada Allah Swt. Bude mengatakan, secara ekonomi ia memang tidak mampu, tapi ia tidak pernah menyerah karena selalu berpegang pada Sang Khalik. Tidak ada suplemen khusus untuk membantu agar staminanya selalu on saat mengasuh Faisal. “Suplemen saya adalah tahajud.”

Dengan segala keterbatasan, Bude berjalan tegar mengurus Faisal. Alhamdulillah, Faisal mengikuti semua yang dikatakan dan dijalankan ibunya. Faisal memahami bagaimana ibunya berjuang sangat keras, berjuang sepenuh hati untuk membuatnya mampu berdiri tegak. “Saat saya menangis, Faisal mengelus-elus punggung saya,” kenang Sri Murni yang kini aktif di Masyarakat Peduli Autis (MPATI).

Salah satu ciri anak autis adalah kekaguman luar biasa terhadap suatu benda. Dalam hal ini, kecintaan Faisal terhadap kereta dimanfaatkan Bude untuk menyemangati Faisal menjalani hari-harinya. Jika Faisal berprestasi, Sri Murni memberi reward terkait kereta. Berhasil menghafal satu surat , Faisal diberi majalah Kereta Api. Jika menamatkan satu juz Al-Qur’an, Bude mengajak Faisal naik kereta eksekutif.

Sejak SD hingga SMA, Bude membuat sendiri program pembelajaran untuk Faisal. Di akhir periode akademik, barulah Faisal mengikuti ujian. Dan Sri Murni lebih menekankan pada kehidupan sosial. Hal itu tentulah mengundang decak kagum, bagaimana Sri Murni menjadi guru dan sukses membuat Faisal memilliki ilmu seperti teman-teman sebayanya yang belajar di sekolah umum.

Setamat SMA, Faisal sempat memiliki keinginan untuk berkuliah. Saat Sri Murni bertanya “kuliah itu apa”, Faisal menjawab “kuliah itu belajar”. Kemudian dalam sebuah kesempatan, Bude dan Faisal mengunjungi Universitas PGRI Semarang untuk siaran di radio Up. Di sana, Faisal melihat para mahasiswa yang sedang belajar. Sri Murni lalu mengatakan bahwa kuliah itu adalah belajar sendiri. Tidak boleh ditemani Mama. Tidak boleh ada Mama. Saat itu juga Faisal mengatakan tidak mau kuliah.

Maka Faisal memilih untuk bekerja selepas lulus SMA. Saat ditanya mengapa ingin bekerja, Faisal mengatakan bahwa ia ingin menikah. Ia sudah punya gambaran menikah. Kata Faisal, menikah itu adalah “tidak pacaran, bekerja, menikah, baru pacaran”. Mendengar hal itu, Sri Murni mengucap alhamdulillah.  Ia bersyukur kesadaran itu sudah menetap di mindset Faisal. “Mintalah sama Allah saat tahajud,” pesan Bude kepada anaknya.

Mencetak Anak Saleh

Sri Murni memang selalu membuat rencana untuk setiap fase kehidupan Faisal. Ia membuat target-target yang harus dicapai Faisal di usia tertentu. Hal ini berhubungan erat dengan tujuan utama Sri Murni untuk menjadikan Faisal anak yang saleh. Baginya, menjadi saleh adalah yang utama, dan yang lain akan mengikuti. Karena itulah ia menargetkan Faisal untuk istiqamah tahajud saat putranya berusia 16 tahun.

Seorang ibu adalah madrasah utama sekaligus teladan bagi anak. Faisal setiap hari melihat ibunya salat tahajud saat terbangun pukul 02.30 pagi. Dan akhirnya, sebelum usia Faisal genap 16 tahun, ia tidak pernah meninggalkan tahajud. Bahkan ketika Sri Murni harus bepergian ke luar kota meninggalkan Faisal di rumah, anaknya itu pasti menanyakan apakah ibunya salat tahajud atau tidak. Subhanallah. Bagi Faisal, salat ‘wajib’ itu ada tujuh, yaitu salat lima waktu ditambah dhuha dan tahajud. “Mudah-mudahan ini menjadi tambahan kunci surga bagi saya kelak,” ujar Sri Murni.

Saat ini, sudah tiga tahun Faisal bekerja di tempat terapi autisme. Ia membantu para terapis menyiapkan berbagai kebutuhan terapi. Berangkat kerja pukul tujuh pagi dan pulang pukul setengah enam petang. Hebatnya, Faisal mengendarai sendiri sepeda motornya untuk pergi bekerja. Penanaman kemandirian semacam ini tentulah membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan kedisiplinan yang tinggi.

Faisal yang dulu kesulitan bicara, kini amat senang berbicara. Sang kakak bahkan kerap mengatakan akan melakban mulut Faisal jika adiknya itu tak berhenti berbicara. Sedangkan Bude menganggap omongan Faisal sebagai berkah. “Meski apa yang dikatakan ABK seperti Faisal ngalor ngidul, bagi saya terdengar sangat indah,” ujar Sri Murni sambil tersenyum.

 

Wirausaha Sebagai Bekal Hidup

Dengan keinginan kuat untuk bekerja, Bude menyiapkan rencana untuk masa depan Faisal. Tujuannya agar sang anak bisa mandiri secara ekonomi. Diawali dengan menanam daun mint secara hidroponik lalu menjualnya secara online. Alhamdulillah banyak orang yang membeli karena memang ternyata daun mint memiliki banyak manfaat.

Sri Murni yang selalu ingin melakukan hal yang lebih dan lebih lagi, tidak berpuas diri. Ia menawarkan untuk memelihara burung. Sebelumnya ia mencoba mengumpulkan jangkrik, tapi Faisal kesulitan menangkap jangkrik hidup. Jangkrik harus diinjak dulu sampai mati, baru ia pegang. “Menakutkan. Menjijikkan.” Itu kata yang berulang-ulang dikatakan Faisal.

Setiap pagi, Sri Murni mengajarkan Faisal untuk bisa memegang jangkrik. Pelan-pelan, penuh kesabaran. Cara belajar Faisal yang unik ternyata menarik hati para tetangga sekitarnya. Terlebih lagi, para orangtua yang kesulitan mengajarkan pengetahuan dan keterampilan baru kepada anak mereka. Kini, Faisal diberi tanggungjawab untuk mengurus jangkrik. Membeli jangkrik juga berbagai keperluannya. Harus antre dan tidak takut dengan banyaknya binatang lain di tempat mencari jangkrik. Kini, jangkrik sudah beranak-pinak. Setiap akan berangkat bekerja, Faisal menyapa peliharaannya. “Aku berangkat dulu ya, kamu jangan rewel…” ucap Sri Murni sambil tertawa, menirukan kata-kata Faisal.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women