KOMENTAR

PERMASALAHAN pendidikan di Indonesia cukup kompleks. Satu yang krusial, yang (masih) menjadi perhatian adalah tidak meratanya penyebaran guru dan kualitas pendidikan.

Luasnya wilayah Indonesia yang di dalamnya terdapat barisan pulau dan lautan kerap dijadikan alasan sulitnya memberikan pendidikan yang adil dan merata bagi segenap rakyat di 34 provinsi. Tidak hanya masalah sarana dan prasarana, tapi juga kualitas institusi pendidikan meliputi kondisi sekolah dan para gurunya.

Kisah siswa AA di Gresik yang merokok di dalam kelas saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung dan membully sang guru saat ditegur merupakan salah satu potret buram dunia pendidikan Indonesia. Sedemikian parahkah sistem pendidikan kita?

Menurut Retno Ekapuri, MSi, Guru Bimbingan Konseling SMAN 9 Tangerang Selatan, dibutuhkan kejelasan dan ketegasan dari pihak sekolah agar para siswa mengikuti KBM dengan lancar. Dengan demikian, tujuan pendidikan yang tidak hanya melecutkan kemampuan akademik tetapi juga karakter unggul dapat tercapai.

F: Apa pendapat Ibu tentang video viral tersebut?

RE: Merokok di dalam kelas itu sangat keterlaluan. Ketahuan merokok di kamar mandi atau lingkungan sekolah saja sudah ada sanksinya. Apalagi melakukan pelanggaran berat di dalam kelas.

F: Apa yang menyebabkan pelajar remaja ini bisa sedemikian berani melakukan pelanggaran?

RE: Ada faktor eksternal dan internal yang memicu siswa tersebut melakukan tindakan tidak terpuji di kelas.

 

 

F: Apakah faktor eksternal itu adalah teman-temannya?

RE: Teman memang berdampak paling besar. Remaja yang masih dalam proses pencarian jatidiri sudah pasti ingin dianggap uptodate, selalu gaul. Nah, lingkungan dengan teman-teman yang dengan mudah mengatakan “Ah, lo nggak gaul kalo nggak ngerokok!” itu sangat berbahaya.

Tapi jangan salah, masih ada dua faktor eksternal yang juga memberi sumbangsih pembentukan karakter anak yaitu guru dan keluarga.

Jika guru atau karyawan sekolah lainnya bebas merokok di sekolah, siswa tentulah menganggap hal tersebut adalah wajar. Jangan salahkan siswa jika mereka berpendapat merokok di lingkungan sekolah-bahkan di dalam kelas sekalipun-diperbolehkan.

Yang terakhir adalah faktor keluarga. Apakah keluarga melarang anak itu merokok atau justru membiarkannya. Seperti apa nilai-nilai juga komunikasi yang dijalankan di keluarga, itu juga memengaruhi anak.

F: Lalu, apa yang dimaksud dengan faktor internal?

RE: Jika orangtua menyebut bahwa anaknya di rumah tergolong pendiam dan penurut tetapi perilaku di sekolah jauh berbeda, harus ditelisik sifat pendiamnya seperti apa. Bukan tidak mungkin diamnya anak itu karena memang tidak ada apresiasi dari keluarga. Tidak ada yang menganggapnya hebat. Dengan kondisi tersebut, ia merasa sekolah memberinya ‘ruang’ untuk show off kepada teman-temannya, memperlihatkan bahwa dia powerful, bahwa dia hebat, walaupun dalam hal negatif.

F: Bagaimana sekolah seharusnya bersikap?

RE: Peraturan sekolah harus ditegakkan bagi semua warga sekolah. Itu artinya guru, siswa, dan semua orang yang bekerja di sekolah. Peraturan itu harus dijalankan konsisten dan tanpa tebang pilih. Saran saya, di awal tahun ajaran baru, sekolah sudah harus mensosialisasikan tata tertib dan sanksinya kepada orangtua dan siswa. Dengan demikian, orangtua tahu dan tidak kukuh membela anak mereka jika terbukti melanggar.

 

F: Banyak guru takut menindak siswa karena orangtua kerap melaporkan balik guru tersebut kepada pihak sekolah atau ke polisi. Bagaimana menyikapinya?

RE: Guru harus tegas. Dalam kasus AA, guru tersebut memang sangat legowo, tapi tidak tegas. Sikap tegas bukan berarti memakai kekerasan. Sikap tegas juga harus diimbangi sikap bijak.

Remaja paling tidak suka dipermalukan di depan umum, apalagi di depan teman-temannya. Karena itu guru sebaiknya menegur atau menasihati siswa secara empat mata. Sanksi harus diberikan saat itu juga sebagai konsekuensi dari tindakannya sekaligus untuk melahirkan efek jera.

Namun jika kembali ke kasus AA, sang guru memilih bersabar dan tidak menindak tegas karena beberapa hal. Tapi bisa jadi, salah satunya karena status sebagai guru honorer. Jika menindak siswa, ada kemungkinan dilaporkan balik oleh orangtua hingga ia bisa dengan mudah kehilangan pekerjaannya.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting