KOMENTAR

Kiprah Ibu Wali Kota Banjarmasin, dr. Hj. Siti Wasilah, M.Si.Med, menjadi pilar penting dalam sosialisasi berbagai program kemasyarakatan di kota tersebut. Di antara program yang digalakkan Pemerintah Kota Banjarmasin dalam tiga tahun terakhir adalah kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik. Tidak hanya di pusat pembelanjaan modern, namun kebijakan ini mulai disosialisasikan dan diterapkan pada pasar tradisional.

Ibu empat putra ini juga resmi menjabat sebagai Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Banjarmasin saat Indonesia Fashion Week 2019 di Jakarta. Bersama Dekranasda Kota Banjarmasin, Siti Wasilah terus mengembangkan dan mengangkat kain Sasirangan baik di tingkat nasional maupun internasional.

Kain Sasirangan merupakan kain khas warisan budaya kota Banjarmasin, yang berasal dari kata “Sa” yang berarti satu dan “Sirang” yang berarti jelujur. Kain ini merupakan kerajinan handmade yang memiliki akar sejarah yang kuat dari nenek moyang suku Banjar. Pemerintah Kota Banjarmasin mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) satu kali setiap bulan mengenakan pakaian berbahan kain Sasirangan dengan pewarna alam.

F: Bagaimana awal APPMI Banjarmasin berdiri?

SW: APPMI memang baru berdiri tahun ini. Kami menginisiasi APPMI berkaitan dengan Banjarmasin Sasirangan Festival yang sudah kami laksanakan selama tiga tahun. Di tahun ini, kami bekerja sama dengan APPMI Yogyakarta dan APPMI Pusat. Dari situlah kami membentuk APPMI Banjarmasin.

F: Apa rencana jangka pendek untuk APPMI?

SW: Merapikan organisasi baik secara SDM maupun manajemen kemudian merancang berbagai kegiatan. APPMI Banjarmasin sangat terkait dengan pengembangan juga pembinaan kain sasirangan, kain khas dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang memiliki nilai historis bagi warga suku Banjar. Jadi itu yang menjadi target dan bagian dari program APPMI Banjarmasin.

F: Apa alasan menginisiasi Banjarmasin Sasirangan Festival?

SW: Program tahunan Dekranasda Banjarmasin sejak tahun 2017. Festival itu dalam rangka pembinaan para perajin sekaligus untuk memperluas pemasaran dan edukasi bagi masyarakat.

F: Seberapa besar dampak Banjarmasin Sasirangan Festival bagi masyarakat sekitar?

SW: Dari tahun ke tahun, cakupan kegiatannya bertambah luas hingga melibatkan makin banyak masyarakat se-Kalimantan Selatan. Peserta bazar pun sudah diikuti oleh mereka dari luar Kalimantan Selatan.

F: Sebelum menjadi istri Wali Kota, apa saja kegiatan Ibu?

SW: Background saya adalah dokter sekaligus dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin. Tapi sejak Bapak dilantik sebgai Wali Kota pada tahun 2016, saya sudah tidak praktik dokter lagi. Sampai saat ini saya masih berstatus PNS dan aktif sebagai dosen. Berbeda dengan Bapak yang memang latar belakangnya sebagai politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Beliau sudah menjadi anggota DPRD Kalimantan Selatan selama tiga periode.

F: Perbedaan apa yang dirasakan saat dulu dan kini selama mendampingi Bapak?

SW: Sekarang menjadi lebih sibuk. Dulu aktivitas saya menjadi dosen, praktik dokter di klinik, mengurus keluarga, dan mengikuti organisasi kemasyarakatan. Saat ini ditambah dengan kesibukan sebagai mitra pemerintah, baik di PKK, Dekranasda, kemudian lembaga-lembaga lainnya yang harus dibina sebagai istri Wali Kota.

F: Apa yang Ibu rasakan selama mendampingi Bapak tiga tahun terakhir ini?

SW: Ini adalah kesempatan bagi kami untuk berbakti dan bermanfaat bagi orang banyak. Karena sesungguhnya jabatan adalah amanah yang berat. Kami yakin, ada banyak hal yang dapat kami lakukan bersama dan akan sangat luar biasa jika kami fokus dan benar-benar mencurahkan dedikasi untuk pembangunan dan memaksimalkan peluang yang datang.

F: Selama tiga tahun ini, kemajuan apa saja yang sudah diraih Banjarmasin?

SW: Banjarmasin merupakan ibu kota provinsi, yang seharusnya menjadi barometer untuk Kalimantan Selatan. Tetapi di sisi lain, Banjarmasin adalah kota dengan luas paling kecil dengan penduduknya paling banyak. Jadi masalah sosialnya dan masalah lingkungan sangat kompleks. Kota Banjarmasin dikenal dengan Kota Seribu Sungai,  tapi dulu sempat mendapat julukan sebagai kota terkotor. Itu menjadi cambuk buat kami bekerja lebih keras.

Alhamdulillah sejak kepemimpinan Bapak, Banjarmasin sudah empat kali mendapat piala Adipura. Banjarmasin juga pernah mendapatkan beberapa kali penghargaan khusus terkait penanganan sampah. Banjarmasin menjadi pioneer untuk gerakan plastic banned. Tahun 2016, Banjarmasin merupakan kota pertama yang menetapkan larangan penggunakan kantong plastik di retail. Saat keputusan itu dibuat, kami mendapat tantangan dari banyak pihak termasuk perusahaan-perusahaan plastik besar. Dua tahun kemudian, langkah ini diikuti Bogor, Denpasar, Balikpapan, juga Jambi. Alhamdulillah, gerakan yang kami kawal itu akhirnya berbuah positif. New lifestyle dengan membawa one single bag yang dapat digunakan berulang kali, mulai menjadi kebiasaan di Banjarmasin.

F: Seperti apa perkembangan gerakan plastic banned ini?

SW: Larangan penggunaan kantong plastik mulai masuk ke pasar-pasar tradisional. Tahun ini ada dua pasar yang menjadi tempat uji coba. Untuk mengiringi kebijakan itu, kami mempromosikan penggunaan bakul purun. Bakul atau keranjang belanja yang terbuat dari tanaman sejenis pandan yang dianyam, yang khas tumbuh di daerah rawa di daerah kami yang disebut purun. Pada opening ceremony IFW 2019, bakul purun yang sudah kami modifikasi dengan hiasan kain Sasirangan itu kami jadikan suvenir. Sementara di pasar-pasar bakul yang digunakan adalah keranjang anyaman yang besar-besar, yang kami pesan khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Kegiatan lain yang terkait lingkungan adalah gerakan 1000 tumbler 1000 sungai. Kami mengampanyekan penggunaan botol minum untuk pegawai di lingkup pemerintah kota dan para pelajar. Jadi di Banjarmasin ada pembagian gratis bakul dan botol minum. Dan akhirnya pelan-pelan semua itu menjadi lifestyle. Untuk kegiatan di Pemkot, sudah tidak menggunakan air kemasan tetapi menyediakan air minum isi ulang. Kemudian juga mulai digalakkan penggunaan tempat makan sendiri dan penggunaan sedotan yang dapat dipakai berulang-ulang.

F: Sejauh mana dampak program di atas mampu mengurangi sampah plastik di Banjarmasin?




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women