CEPAT sekali. Ibu Ani Yudhoyono meninggal dunia. Kemarin siang. Jam 11.50 waktu Singapura. Hanya tiga bulan setelah ditemukan ada kanker di darahnya.
Padahal pengobatannya sudah yang terbaik. Perawatannya sudah yang terbaik. Dukungan semangatnya sudah yang terbaik. Ajal memang tetap misteri.
Padahal, mestinya, kanker darah bisa disembuhkan. Di zaman modern ini. Sudah begitu banyak yang terbukti. Transplan sumsum tulang belakang adalah sapu jagatnya.
Dan beliau pun sudah dalam proses menuju menjalani itu. Tinggal tunggu kadar kankernya turun dulu. Sampai di bawah level 5.
Untuk menurunkan kadar kanker itulah Ibu Ani harus menjalani kemoterapi. Bisa satu bulan. Bisa dua bulan. Bisa tiga bulan. Tergantung perkembangan.
Waktu mendengar kemoterapi seri keduanya belum berhasil saya tertegun. Apakah Ibu Ani akan kuat menjalani kemoterapi seri tiga? Selama sebulan lagi?
Tentu dokter yang lebih tahu langkah apa yang terbaik. Lanjut kemoterapi atau ambil jalan lain. Juga tergantung keluarga. Yang bisa mengatakan “setuju” atau “tidak setuju” dengan keputusan kemoterapi seri tiga itu.
Saya tentu tidak tahu mana yang terbaik. Saya hanya bisa membayangkan alangkah menderitanya Ibu Ani. Kalau harus kemo sebulan lagi. Saya bisa merasakannya. Saya pernah mengalaminya. Di kadar yang lebih ringan dari Ibu Ani. Dan saya tidak sekuat Ibu Ani.
Ajal memang masih tetap misteri. Pun di zaman modern ini.
Pak SBY sudah memberikan yang serba terbaik. Untuk isterinya itu. Dia sendiri meninggalkan semua. Semuanya. Sejak Ibu Ani diketahui sakit.
Pak SBY terus mendampingi isterinya itu. Pun sampai harus tidur tiap malam di dalam ruang perawatan.
“Saya harus memberikan dorongan semangat yang maksimal. Sudah 42 tahun Ibu Ani mendampingi saya. Kini harus giliran saya yang mendampingi Bu Ani,” ujar Pak SBY.
Waktu itu saya memang menanyakan kapan Pak SBY ke Jakarta. Di saat genting-gentingnya keadaan politik menjelang Pilpres yang lalu. Jawaban beliau seperti itu.
Tiga bulan yang habis-habisan bagi orang seperti Pak SBY. Yang mantan presiden dua periode. Yang masih ketua umum partai.
Tapi Pak SBY memilih mendampingi sang isteri. Dengan sangat intensnya. Yang akan dicatat dengan tinta tebal oleh para isteri di seluruh Indonesia. Juga dicatat para suami. Yang cinta isteri.
Pak Habibie, juga mantan presiden kita, telah menjadi buah bibir para isteri di Indonesia. Saat Ibu Ainun, isterinya, meninggal dunia. Dan Pak Harto, juga mantan presiden kita, yang juga ditinggal lebih dulu oleh Ibu Tien.
Saya tidak bisa ikut melayat ke Singapura. Saya sudah berusaha mencari tiket. Berangkatnya bisa dapat. Pulangnya tidak kebagian tiket. Musim mudik telah mengurungkan usaha saya melayat.
Saya hanya titip salam duka lewat Mas Amal Gozali. Pengusaha. Pengurus Pusat Partai Demokrat. Yang ayahnya guru nahwu shorof (tata bahasa Arab) saya di madrasah aliyah.
Mas Amal tergolong dekat dengan Ibu Ani. Termasuk bisa bicara kritis ke beliau.
Bu Ani pernah minta Mas Amal untuk membuatkan kolam lele. Ketika beliau sudah bukan Ibu Negara lagi. Untuk percontohan dan pendidikan masyarakat pedesaan. Mas Amal memang punya bisnis di bidang holtikultura dan perikanan budidaya.
Kolam itu sudah selesai dibangun. Di lahan 1,5 ha milik Cikeas. Tidak jauh dari Cikeas, rumah Pak SBY.
Bu Ani, sering melihat kolam itu. Yang terbuat dari terpal. Berbentuk melingkar. Dengan rangka besi beton.
Banyak ibu dari desa-desa sekitar yang datang. Ibu Ani punya program khusus untuk mereka: cara bikin bakso lele, abon lele, keripik lele dan seterusnya.
Di lahan tersebut juga ditanami bunga. Dan buah-buahan. Bu Ani sangat suka bunga. Waktu rapat kabinet di istana Batujajar saya sempat keliling halaman belakang istana. Bersama beberapa menteri. Ibu Ani jadi pemandunya. Bukan main indahnya bunga-bunga di halaman belakang istana itu. Ibu Ani lah yang menatanya.
Demikian juga di kebun bunga Cikeas. Bu Ani sangat menikmatinya. Di waktu kosongnya. Termasuk menumpahkan hobinya di situ: memotret. Beliau suka sekali memotret dengan lensa khusus. Lensa mikro. Untuk serangga dan bunga-bunga yang amat kecil.
Hasil karya foto beliau pernah dipamerkan secara khusus.
Saya termasuk yang kurang dekat dengan Bu Ani. Meski saya pernah menjadi anggota kabinet Pak SBY. Saya tidak pernah ada pertemuan informal dengan Bu Ani. Jangan-jangan saya satu-satunya anggota kabinet. Yang tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau. Baik dengan datang atau bunga. Pun tidak lewat SMS atau WA.
KOMENTAR ANDA