AKHIRNYA perang total. Presiden Trump membuktikan ancaman Twitternya: mengenakan bea masuk tambahan untuk seluruh barang Tiongkok. Tidak ada kecualinya lagi. Termasuk onderdil iPhone. Yang selama ini dibuat di Shenzhen.
Berarti kesepakatan Osaka bubar. Yang dibuat tiga bulan lalu itu. Di sela KTT G-20 itu. Yang AS janji tidak akan menaikkan lagi impor yang belum terkena sanksi. Yang nilainya 300 miliar dolar AS.
Itu kategori barang konsumsi. Yang membanjiri super store seperti Walmart. Yang selama ini tidak disasar Trump. Dengan pertimbangan praktis: barang-barang murah itu diperlukan kalangan menengah-bawah. Keperluan sehari-hari.
Mulai 1 September depan berubah. Barang-barang itu dikenakan bea masuk tambahan 10 pct. Harga-harga di Walmart akan naik. Termasuk harga aksesori perayaan Natal. Sampai-sampai sebagian media Amerika membuat judul: “Trump akan membuat perayaan Natal kurang meriah”.
Putusan Jumat lalu itu didahului omelan Trump tiga hari. Lewat twitternya. Kok Tiongkok tidak kunjung membeli hasil pertanian Amerika. Dalam jumlah yang tremendous.
Dicarilah alasan lain: Tiongkok tidak juga menghentikan produksi fentanyl. "Yang membunuh ribuan orang Amerika setiap tahun," ujar Trump.
Oh, obat itu. Yang sering dicampurkan ke heroin itu.
Fentanyl sendiri 100 kali lebih kuat dari heroin.
Tujuan baiknya: untuk menghilangkan rasa sakit. Terutama bagi penderita kanker stadium akhir.
Tujuan jeleknya: untuk campuran heroin. Bisa membuat orang fly lebih cepat. Termasuk fly ke akhirat.
Pembeli heroin di Amerika pada dasarnya tidak tahu. Kalau di dalamnya sudah dicampuri heroin sintetis itu. Heroin jenis ini biasanya dicari lewat nama lain. Misalnya “China Girl”. Atau “China Town”. Atau “Dance Fever”.
Mengapa China Girl jadi pertimbangan perang dagang?
Trump memang piawai dalam mengemas alasan. Selalu bisa memenangkan opini. Di kalangan yang malas berfikir.
Sanksi pamungkas Trump itu sendiri dijatuhkan seperti ironi. Hanya dua hari setelah pembicaraan dagang dimulai lagi. Di Shanghai.
Rupanya Trump mendapat laporan dari tim negosiasinya: tidak ada harapan. Tidak ada tanda-tanda Tiongkok mudah menyerah.
Saya bisa membayangkan. Perundingan itu seperti perkelahian antara aksi cowboy dan aksi taichi. Yang satu tidak sabar. Tembak langsung. Satunya lagi muter-muter. Seperti pusaran air: ditembak tidak luka, digertak hanya bilang 'haiya'.
Sejak awal saya sudah memperkirakan perundingan Shanghai beda nuansa. Di situ Tiongkok hanya 'melayani'. Tidak terlalu berminat lagi. Tiongkok sudah sampai pada kesimpulan: Trump tidak bisa dipegang (Baca DI's Way: Lamis Lambe).
Tiongkok juga terlihat sudah move on. Dengan tarif-tarif tambahan sebelumnya. Sudah bisa hidup baru dengan 'alam baru' ciptaan Trump. Sudah biasa. Kalau dikenakan tarif baru lagi sudah siap.
Lihatlah reaksi Tiongkok. Hanya beberapa jam setelah putusan baru Trump itu.
"Kami yakin perang dagang ini tidak akan ada pemenangnya," ujar juru bicara Kemenlu Tiongkok Hua Chunying. Sadar benar. Tiongkok juga tidak akan menang. Tapi Amerika juga tidak bisa menang. Negeri seperti Singapura dan Taiwan-lah yang akan kalah.
Meski begitu Tiongkok membenarkan. Soal tidak adanya harapan di Shanghai itu. "Kami tidak akan memberikan sejengkal pun konsesi," ujar Hua.
Maka bisa dibayangkan jalannya perundingan itu.
"Dor! Dor! Dor!" suara riuh berondongan pistol.
"Ciat.. Ciat... Ciat..." desis tanpa suara gerak tangan dan kaki.
KOMENTAR ANDA