SAYA tunda dulu menulis soal mati lampu. Saya batalkan juga menulis soal demo Hongkong. Yang masih terus berlanjut, dan kian brutal. Saya elus dada dulu melihat kian banyaknya orang ditembaki. Di Amerika, karena rasis.
Saya harus menulis yang satu ini dulu: pelari maraton yang meninggal dunia. Di Surabaya. Minggu pagi kemarin.
Ia pengkritik utama tulisan saya di DI's Way. Terutama dari segi bahasa.
Namanya: Husnun Djuraid. Wartawan senior di Malang.
Umurnya 60 tahun.
Di tengah berlari itu ia terjatuh. Lemas. Tinggal 2 km lagi mencapai finish. Setelah berlari hampir 8 km.
Rutenya keliling kota Surabaya. Datar. Juga tidak terlalu panas. Suhu Surabaya pagi itu 26 derajat, saat ia jatuh di Jalan Pemuda itu.
Tentu saya kaget. Sehari sebelumnya Mas Husnun masih WA saya. Bunyinya: semoga DI's Way hari ini tidak kerinan. “Kerinan” adalah istilah Jawa untuk bangun kesiangan.
Minggu lalu DI's Way memang telat terbit. Dua kali. Terlalu mengandalkan teknologi otomatisasi. Admin sudah menaruh naskah DI's Way di komputer. Agar otomatis upload pukul 04.00. Ternyata tidak ter-upload. Tahunya setelah banjir protes dari pembaca.
Saya lihat jam berapa mas Husnun kirim WA itu: 04.40. Berarti ia pembaca kelompok bangun pagi.
Koreksi bahasa terakhir yang ia buat adalah 29 Juli. Di edisi DI's Way hari itu saya memang masih bikin kesalahan. Masih menulis kata “resiko”. Padahal yang benar adalah “risiko”.
Seminggu sebelumnya ia mengoreksi penggunaan kata “kongkrit”. Itu salah. Yang benar adalah “kongkret”.
Dan yang sering saya masih lupa adalah kata “utang”. Saya masih sering menulisnya 'hutang'. Sampai sampai mas Husnun nulis banyak kata “hutang” yang ada tanda coretnya.
Ia tampak jengkel kok saya belum kapok-kapok menulis “hutang”. Jengkel yang halus, ups, halus atau alus?
Mas Husnun juga sering berkomentar. Atau memberi ide. Ia juga terobsesi Zhang Yingying, mahasiswi yang dimutilasi di Amerika itu (DI's Way: Misteri Yingying).
"Yingying jogging 20 menit setiap hari. Alangkah sehatnya," tulisnya.
Lalu lihatlah WA mas Husnun berikut ini. "Saya tidak protes, hanya laporan. Hari ini saya joging 5,6 km dalam waktu 45 menit. Heart rate maksimal 135/menit."
Hebat! Sudah mengalahkan Yingying.
Meski tidak pernah lagi kontrol mas Husnun disiplin memonitor jantungnya. Setiap lari ia mengenakan running watch di lengannya. Merknya, Xiaomi.
Dari jauh saya minta tolong Mas Purwanto. Dirut Malang Post. Untuk menemukan catatan running-nya. Yang dipakai almarhum untuk Maraton Minggu lalu.
Ketemu.
Lihatlah data jantungnya yang terakhir. Sampai ia jatuh itu.
Anda lihat juga foto data jantung hari-hari sebelumnya.
Mas Husnun memang rajin olahraga. Sepatu olahraganya 7 pasang. Demikian juga adiknya: Dhimam Abror, mantan Pemred Jawa Pos. Mereka juga disiplin puasa Nabi Daud, sehari puasa, sehari tidak.
KOMENTAR ANDA