UQUQUL walidain adalah perbuatan durhaka atau menyakiti hati orangtua, baik dengan ucapan, atau perbuatan seperti memutus hubungan baik dengannya. Dan perbuatan jahat ini haram hukumnya dan termasuk dosa besar.
Sebagaimana dinyatakan dalam dalil yang diriwayatkan dari Anas ibnu Malik, Ia berkata, Nabi ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau menjawab: yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orangtua. ( Hadits Riwayat Bukhari).
Riwayat dari Abdullah Ibnu Umar RA, Ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, "Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga, (dalam redaksi yang lain, Allah tiada akan melihatnya pada hari kiamat), yaitu orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya. (Riwayat An Nasai).
Di dalam Alquran, larangan berbuat durhaka kepada orangtua, serta perintah agar berbakti kepada keduanya sangat banyak. Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 36: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan Nya. Dan hendaklah kalian berbuat baik kepada orangtua,".
DalamAl-Quran dan dan hadits tersebut menunjukkan betapa besar bahaya yang ditimbulkan karena mendurhakai orangtua. Yakni tidak dimasukkannya ke dalam surga dan terhalang mendapatkan rahmat Allah ta’ala.
Penyebab Uququl Walidain/ Durhaka.
Diantara penyebab anak menjadi durhaka karena kesalahan orangtua, atau salah dalam mendidik. Misalnya menyekolahkan anak di pendidikan keduniawian saja, atau di sekolah yang lingkungannya kurang baik, sehingga perilaku anak menjadi nakal, dan liar.
Penyebab lain adalah dari faktor orangtua yang tidak bisa dijadikan teladan, tidak adil, dan menyia-nyiakannya, seperti tidak mau mengurusinya, berbuat kasar dengan kata-kata maupun tindakan, dan sering memarahinya.
Selain itu juga kehidupan suami istri yang retak, orangtua yang selalu menjauh dan tidak akrab dengan anak-anak, tidak ingin direpotkan anak, memanjakannya secara berlebihan, dan suka menzaliminya.
Sedang bentuk kedurhakaan dari faktor anak penyebabnya antara lain: anak malas belajar tauhid yang benar, malas shalat di masjid, hobinya bergaul dengan anak-anak nakal, dibesarkan di lingkungan yang materialistis.
Maka tidak heran muncul anak yang dahulunya baik menjadi penentang, yang semula tawadhu menjadi beringas.
Rasulullah Shallallahu SAW bersabda, “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi
Fenomena Uququl walidain
Terdapat sejumlah indikasi anak durhaka, seperti: selalu menyusahkan orangtua dengan perkataan maupun perbuatan, membentak dan menghardiknya, berkata ah! (hufh!), meremehkannya, atau menolak perintahnya.
Juga bermuka masam, tidak berkenan menemani atau mengantar orang tua pada saat dibutuhkan, mengejek dan membodoh bodohkan, memperbudak, menghina masakannya, serta tidak mau membantu menyelesaikan pekerjaan dan bebannya.
Selain itu, tidak memperhatikan serta mengabaikan kebutuhannya, tidak memperhatikan nasihatnya, tidak meminta izin jika keluar rumah atau memasuki kamarnya, tidak mengakui sebagai orangtuanya, menyesali terlahirkan darinya.
Atau juga melakukan kekejian di hadapannya, mencemarkan nama baik dan kehormatannya, terlalu banyak menuntut di luar kemampuannya, menginginkannya supaya cepat mati agar segera dapat warisannya, dan tidak pernah bersilaturahim, tidak pernah mendoakannya.
Namun tidak semua yang dapat menyakitkan hati orangtua atau menolak perintahnya dinamakan kedurhakaan (uququl walidain). Misalnya menolak perintah mereka yang melanggar agama, menolak untuk berbuat musyrik, bidah, dan maksiat.
Jika ada ayah ibu memerintahkan putrinya untuk menanggalkan jilbab jika ke luar rumah, atau melarang shalat berjamaah, menyuruh membelikan rokok serta melakukan perbuatan mungkar lainnya, maka anak wajib menolaknya dan mendakwahinya dengan baik.
Rasulullah bersabda yang artinya: "Tidak wajib mentaati makhluk yang memerintahkan maksiat kepada Allah". (Riwayat Ahmad) .
Menghindari Uququl Walidain
Anak durhaka bisa jadi berangkat dari orangtua yang durhaka pula alias menyepelekan hak hak anak. Untuk itu, para orangtua sudah selayaknya melakukan koreksi diri.
Pertama, hendaknya setiap keluarga terutama bapak dan ibu, mendalami akidah dengan benar. Mengamalkan syariat Islam dan menjadikan dirinya teladan yang baik bagi anak anaknya.
Kedua, orangtua hendaknya istiqamah dalam perkataan dan perbuatan. Orangtua bukanlah pembuat hukum, sehingga semaunya sendiri boleh melanggar dan memaksa anak sementara dia sendiri tidak mampu membuktikan apa yang jadi perintahnya.
KOMENTAR ANDA