Pesawat pun diberangkatkan dari Phnom Penh. Dari 268 penumpang, yang 250 orang warga Amerika dan Kanada.
Ketika pesawat carteran itu sampai di atas udara Iran datanglah halilintar: Turki menolak didarati pesawat itu. Alasannya: karena berisi penumpang eks kapal pesiar Westerdam --yang terjangkit virus Corona.
Rupanya berita baru dari Malaysia belum cukup tersiar luas. Atau, berita pertamanya telanjur begitu meyakinkannya.
Begitu ditolak mendarat di Istanbul ke mana akan terbang?
Pesawat itu tidak mungkin langsung ke Amsterdam. Bahan bakarnya tidak cukup. Pilot pesawat itu pun membelokkan arah. Balik kembali ke timur. Sambil sang pilot mencari akal: akan mendarat di mana dan dengan alasan apa.
Sang pilot lantas mengontak bandara Karachi, Pakistan. Minta izin untuk bisa turun darurat di kota terbesar di Pakistan itu.
Alasannya: ada masalah teknik.
Pihak bandara pun mengizinkan.
Begitulah peraturan internasional.
Seperti Bandara Halim dulu. Yang juga mengizinkan pesawat Boeing 747 British Airways mendarat darurat. Tengah malam itu empat mesin pesawat jurusan London-Sydney itu mati semua. Yakni saat Gunung Galunggung meletus. Abunya terbang begitu tinggi masuk ke semua mesin pesawat itu.
Tapi petugas menara bandara Karachi menegaskan satu hal: pesawat itu hanya bisa mengisi bahan bakar di Karachi. Tidak ada fasilitas layanan lain apa pun.
Artinya: pesawat tidak akan bisa mendapat gate. Dan penumpang tidak bisa turun dari pesawat.
Itu saja sudah sangat baik. Daripada penumpang harus terkatung-katung di udara --setelah 17 hari terkatung-katung di laut.
Pukul 9 malam pesawat pun mendarat di Karachi.
Persoalan menjadi rumit ketika diketahui para penumpang itu adalah eks Westerdam.
Mulailah muncul tanda tanya.
Ketika isi bahan bakar selesai pesawat tidak boleh langsung terbang. Dan lagi juga belum jelas akan terbang ke mana.
Penumpang terus menunggu di dalam pesawat. Setelah tertahan lebih 7 jam akhirnya happy ending: Amsterdam bisa menerima mereka.
Bahan bakar pun sudah cukup. Tidak perlu transit lagi di Istanbul.
Dari Amsterdam mereka menyebar ke negara masing-masing.
Tiba di rumah mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan: secara suka rela mengarantina diri. Hanya tinggal di rumah. Selama 14 hari.
Mereka tahu diri. Masyarakat sekitar mencurigai mereka habis-habisan --sebagai pembawa virus Corona.
Untuk keperluan makan pun anak atau keluarga yang memasok. Tiap hari sang anak menaruh rantang di depan rumah. Lalu pergi.
Setelah si pengantar menjauh barulah tuan rumah mengambil ransum itu untuk dimakan.
Semua kesulitan itu gara-gara satu rumah sakit. Namanya RS Sungai Buloh. Di Kuala Lumpur itu.
Rumah sakit itulah yang mengatakan wanita 83 tahun itu terkena virus Corona. Pun setelah dites ulang.
KOMENTAR ANDA