Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

AKHIR pekan ini, publik Indonesia digegerkan dengan berita seorang remaja perempuan berusia 15 berinisial NF tahun membunuh seorang bocah 5 tahun berinisial APA di Sawah Besar, Jakarta.

Kasus pembunuhan ini menjadi sorotan karena sang pelaku, dengan sadar melakukan pembunuhan itu secara sadis sebelum akhirnya menyerahkan diri ke polisi.

Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Pembunuhan ini dilakukan dengan sadis, yakni NF menghilangkan nyawa korban dengan cara ditenggelamkan di bak kamar mandi.

"Jadi si anak (korban) ini diajak ke kamar mandi, kemudian disuruh mengambil mainan yang ada di dalam (oleh pelaku)," jelas Heru.

Pada saat itulah, NF menenggelamkan APA ke dalam bak mandi. Korban ditenggelamkan berulang kali hingga kehabisan napas.

"Setelah anak itu diangkat, dimasukkan bak, baru ditenggelamkan. Sekitar lima menit dia nongol tenggelamkan lagi dengan dicolok mulutnya," terang Heru, seperti dimuat RMOL.ID (Sabtu, 7/3).

Setelah mengetahui korban lemas, pelaku mengangkat korban ke kamarnya. Korban kemudian ditidurkan di atas tempat tidur. Pelaku juga menyumpal mulut korban dengan menggunakan tisu, kemudian diikat dan dibungkus kain.

NF berniat membuang jasad korban, namun, karena hari sudah sore, dia memutuskan menyimpan jasad korban di dalam lemari.

Keesokan harinya, NF bersiap untuk berangkat sekolah. Namun dalam perjalannya ke sekolah, remaja ABG ini membelokkan langkahnya ke Polsek Tamansari, Jakarta Barat, dan melaporkan pembunuhan yang dia lakukan sendiri.

"Setelah dicek, TKP ternyata wilayah Sawah Besar. Dari Polsek Tamansari menghubungi Sawah Besar melakukan pengecekan dipimpin oleh Kapolsek dan benar ternyata dalam lemari itu ada sosok mayat," tandas Heru.

Di hadapan polisi, pelaku mengakui bahwa tindakannya itu terinspirasi dari film-film horor serta tontonannya di YouTube.

"Terus ya dia terobsesi, terinspirasi film horor yang di YouTube, jadi pengen coba membunuh," kata Kapolsek Sawah Besar Kompol Eliantoro kepada wartawan di lokasi kejadian.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengungkapkan bahwa setelah diselidiki, NF mengaku sudah lama memendam hasrat untuk melakukan pembunuhan.

"Tiba-tiba timbul perasaan ingin membunuh," kata Yusri.

Berdasarkan pengakuan NF, hasrat melakukan pembunuhan sudah sering muncul. Namun, baru kali ini dia tak bisa menahan, hingga terjadilah pembunuhan.

NF pun mengaku melakukan pembunuhan itu secara sadar dan tidak menyesali perbuatannya. Malahan, di hadapan polisi dia mengaku puas telah melakukan pembunuhan tersebut.

Yusri menambahkan, NF juga memiliki kebiasaan tak wajar. Dia kerap kali bermain dengan hewan, dan tidak ragu membunuh hewan-hewan tersebut.

Meski bukan semerta-merta aksi keji itu dilakukan karena terpengaruh oleh film dan tontonan, karena mungkin masih banyak faktor dan motif yang diselidiki polisi, namun kasus pembunuhan sadis yang dilakukan ABG tersebut menjadi peringatan tersendiri, terutama bagi orangtua untuk lebih memperhatikan sang buah hati, termasuk soal apa yang ditontotn.

Psikolog Mellissa Grace, M. Psi., melalui akun Instagramnya, akhir pekan ini mengangkat pembahasan soal dampak film atau tayangan yang bernuansa kekerasan dan agresi bagi anak. Meski dia tidak menyebut kasus pembunuhan yang dilakukan NF, namun agaknya sesuai dengan kasus tersebut.

Mellissa mengangkat penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli psikologi bernama Albert Bandura (1961). Dia melakukan melakukan penelitian mengenai bagaimana perilaku sosal, khususnya perilaku agresi dapat dipelajari dari observasi dan imitasi.

Penelitian tersebut dikenal dengan nama Bobo Doll Experiment. Penelitian dilakukan dengan melibatkan 72 anak berusia 3 hingga 6 tahun, yang terdiri dari 36 anak perempuan dan 36 anak laki laki. Seluruh subjek anak-anak tersebut secara acak dibagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama terdiri dari 24 anak yang dipertontonkan model yang berperilaku agresif terhadap boneka bobo (bobo doll).

Kelompok kedua terdiri dari 24 anak yang dipertontonkan model yang berperilaku non-agresif terhadap boneka bobo.

Kelompok ketiga terdiri dari 24 anak masuk dalam kelompok kontrol, atau tidak dipertontonkan apapun.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting