Militer Amerika mengirim 17 team ke Wuhan. Mereka ikut di 17 cabang olahraga. Jumlah atlet mereka 280 orang. Menurut 'teori' itu ada atlet yang ke pasar induk Huanan, Wuhan.
Sekitar dua minggu setelah pekan olahraga militer itu mulailah ada penderita Covid-19 di Wuhan. Yang pusatnya di pasar induk Huanan itu.
Mantan Presiden Iran, Ahmadinejad, juga mengunggah status di Twitter. Ia juga menyebut Covid-19 produk senjata bio. Tapi ia tidak mengarahkan tuduhannya ke mana: Tiongkok atau Amerika.
Yang jelas dua hari setelah unggahan Twitter yang heboh itu duta besar Tiongkok di Washington DC, Cui Tiankai, dipanggil pemerintah Amerika. Amerika marah atas tuduhan di Twitter itu.
Di Amerika memang pernah terjadi wabah sakit penafasan. Sampai beberapa orang meninggal. Yakni di negara bagian Washington.
Waktunya: dua bulan sebelum pekan olahraga militer dunia itu.
Hanya saja penyebab sakit itu jelas: vaping. Korbannya: para vaper.
Vaping adalah generasi keempat rokok elektronik. Yang bisa mengeluarkan asap seperti merokok beneran.
Rasanya terlalu konspirasi kalau wabah vaping dikaitkan dengan Covid-19. Entahlah kalau Tiongkok punya data yang lebih langsung dengan kehadiran para atlet militer itu.
Ataukah Tiongkok mengaitkannya dengan berita di koran besar Inggris tanggal 6 Agustus 2019?
Harian Independent London --yang reputasinya tinggi-- hari itu memang memberitakan bahwa Amerika menutup laboratorium senjata biologi yang di Fort Detrick, Maryland. Lab itu juga berfungsi sebagai lembaga riset virus-virus mematikan.
Penutupan dilakukan karena sejak terjadi banjir dua tahun lalu standar keamanan di lab tersebut tidak memenuhi syarat. Tapi, ditegaskan, tidak sampai terjadi kecelakaan apa pun.
Tiongkok sendiri pernah mengirim ahli-ahli senjata biologinya Fort Detrick itu. Zaman itu dua negara bekerjasama di bidang senjata bio. Mereka saling mengirim tenaga militer bidang itu.Kini hubungan Amerika-Tiongkok tegang lagi --di arena yang baru.
Di mana-mana memang terjadi perbedaan pendapat. Baik antarnegara maupun di dalam negara itu sendiri. Di semua negara.
Ada kelompok yang menggalang persatuan untuk melawan Covid-19. Tanpa perlu mempersoalkan siapa yang salah.
Di Tiongkok sampai diciptakan banyak lagu solidaritas. Agar rakyat bersatu melawan virus. Termasuk dengan disiplin menjaga jarak: baik di restoran maupun saat antre kendaraan.
Di Italia banyak juga yang mengharukan: para penghuni apartemen berdiri di balkon di luar kamar masing-masing. Sambil memandang ke bawah --ke jalan yang begitu sunyi. Lalu secara serentak mereka menyanyikan lagu-lagu pembangkit semangat.
Tapi ada juga yang sibuk menuding-nuding. Kadang ke satu arah. Kadang ke banyak arah.
Ada kalanya bencana memang justru bisa mendamaikan dunia. Itu yang masih kita tunggu.
KOMENTAR ANDA